news-card-video
26 Ramadhan 1446 HRabu, 26 Maret 2025
Jakarta
chevron-down
imsak04:10
subuh04:25
terbit05:30
dzuhur11:30
ashar14:45
maghrib17:30
isya18:45
Konten dari Pengguna

Degradasi Bahasa Indonesia: Antara Modernisasi dan Hilangnya Identitas Budaya

Hilda Akhmad
Mahasiswa Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Universitas Negeri Surabaya
24 Maret 2025 14:05 WIB
·
waktu baca 8 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Hilda Akhmad tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Bahasa Indonesia di ambang kepunahan? (Sumber: dokumen pribadi)
zoom-in-whitePerbesar
Bahasa Indonesia di ambang kepunahan? (Sumber: dokumen pribadi)
ADVERTISEMENT
Bahasa adalah jiwa bangsa yang terjalin untuk mempersatukan perbedaan dari segi budaya, agama, suku, kasta hingga membangun suatu kebersamaan. Namun lewat bahasa, jalinan hubungan kebersamaan akan terbangun menjadi kuat dan setara karena kepahaman antar bahasa yang diucapkan satu sama lain. Kepahaman yang dimaksud adalah kalimat yang diucapkan dari mulut ke mulut. Membangun jalinan hubungan ini yang membuat kesejahteraan sosial dan emosional seseorang dalam memberikan dukungan dalam berbagai aspek kehidupan. Banyak sekali aspek kehidupan yang penting untuk menunjang kegiatan di setiap harinya, seperti adanya bahasa di negara kita. Bahasa juga menjadikan hubungan yang lebih universal dan pasti memiliki makna tertentu di setiap kata yang di ucap. Di dalam bahasa, pastinya melahirkan budaya-budaya yang hingga kini masih dilaksanakan, dilestarikan, dijunjung tinggi dan tersebar dari Sabang sampai Merauke. Namun ironisnya, tak sedikit dari kita, khususnya generasi muda yang masih sering melupakan bahasa. Bahasa yang telah melahirkan dan membesarkan kita hingga kita mengetahui dan mengenal dunia yang sebenarnya. Bahasa yang telah membukakan mata kita bahwa kita terlahir di mana. Dalam cakupan generasi muda seperti pelajar hingga mahasiswa, sudah tak jarang kebiasaan penggunaan bahasa yang tak sesuai dengan Kamus Besar Bahasa Indonesia hingga menciptakan bahasa-bahasanya sendiri. Bahasa yang dimaksud ialah seperti bahasa gaul, singkatan-singkatan gaul, bahkan adanya rasa ketidak tertarikan dengan cara seperti merendahkan bahasanya sendiri yaitu Bahasa Indonesia. Fenomena sosial yang muncul seperti ini mungkin dapat memancing keributan yang tidak lumrah terjadi dan membuat kerusuhan di kalangan generasi muda penerus bangsa.
ADVERTISEMENT
Seperti bahasa gaul yang sudah sering terdengar di telinga kita. Tak memandang gender, dimulai dari anak-anak perempuan dan lelaki hingga orang dewasa pun ikut menggunakan bahasa gaul yang bisa disyaratkan telah menggeser posisi budaya dalam menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar. Bahasa gaul diibaratkan seperti bahasa anak muda generasi-z yang kini mulai menyebar luas hingga menjadi bahasa kebiasaan atau bahasa sehari-hari. Awal mula pengguna bahasa gaul ini hanya terlahir dari satu orang. Namun, karena kecanggihan teknologi di era digital sekarang, aktivitas menggeserkan jempol ini yang sangat mudah dilakukan hingga bisa membuat geger satu dunia maya. Cakupan dunia maya bukanlah dari per-daerah saja, namun se-Indonesia, bahkan dunia, bisa mengaksesnya dengan mudah lewat jejaring internet. Tak hanya lewat teknologi seperti sosial media, kini menurunnya bahasa Indonesia juga dilakukan dari mulut ke mulut. Dari satu orang ke orang yang lain. Tak heran dari itu, kini bahasa Indonesia yang memiliki arti tertentu, selalu diplesetkan menjadi bahasa tak senonoh yang seharusnya tidak disebarluaskan apalagi dikalangan masyarakat Indonesia sendiri.
ADVERTISEMENT
Bahasa yang tidak lumrah untuk diucapkan kini sudah mulai biasa terdengar hingga diterapkan di semua lingkungan dan keadaan. Prinsip-prinsip kebahasaan yang telah dilahirkan hingga meneteskan darah sudah hilang lenyap dimakan zaman. Aspek-aspek yang dilahirkan untuk membentuk satu kata pun hilang dibawa pergi oleh generasi muda itu sendiri. Perjuangan memerdekakan negara sendiri juga seperti hilang begitu saja hanya karena kemajuan zaman. Bisa dikatakan sebagai zaman yang tidak maju karena telah menghilangkan budaya bahasa negaranya sendiri. Banyak orang menyatakan bahasa yang terlahir dari negara sendiri tidak begitu menyenangkan atau bisa dikatakan seperti zaman yang kuno, tidak modern, tidak kekinian, hingga tidak mengikuti zaman yang membuat mereka membuat bahasa sendiri namun mengambil dari kata-kata bahasa Indonesia yang diplesetkan. Plesetan bahasa inilah yang membuat banyak orang menjadi ikut satu sama lain dan menghilangkan kemurnian bahasa Indonesia itu sendiri. Hal tersebut membuat budaya kebiasaan buruk terjadi terus menerus. Plesetan itu akan mengubah arti kata yang sesungguhnya.
ADVERTISEMENT
Tak jarang dari itu, banyak peristiwa perpecahan di negara sendiri akibat bahasa yang dibuat dan diucapkan. Bahasa plesetan itulah yang membuat perpecahan antar generasi, masyarakat, dan suku. Bisa sangat dipastikan hal tersebut membuat banyak kerugian terhadap suatu bangsa dan bahasa Indonesia sendiri. Contohnya seperti kata "anjir" atau "bjir". Kata tersebut adalah plesetan dari salah satu jenis hewan yaitu anjing. Tak jarang dari mereka yang mengatakan itu dalam keadaan candaan, terkejut, bahagia atau pun sedang marah dengan spontanitas mengeluarkan kalimat seperti "anjir kamu ini!"
Kalimat sependek itu akan berubah menjadi masalah yang besar dan panjang akibat plesetan kata yang tidak relevan. Yang awalnya hanya dalam sebatas candaan namun bisa membuat orang lain menjadi terbawa perasaan hingga amarah. Sejatinya kita tidak tahu menahu mengenai sifat dan pandangan yang ada di diri orang lain. Selain plesetan kata "anjir" atau "bjir", kata "gemoy" juga kerap terdengar ditelinga kita. Kata ini adalah plesetan dari kata "gemas". Hal ini ditujukan untuk anak atau seseorang yang memiliki sesuatu yang lucu maupun menggemaskan dari segi fisik, ekspresi, maupun kata-kata yang disampaikan. Banyak dari mereka yang salah mengartikan kata ini. Seperti contohnya jika seseorang yang dikatakan "gemoy" ini memiliki badan yang "berisi". Tak jarang jika kata-kata plesetan hanya untuk memecahkan persatuan. Hubungan yang telah dibangun sedemikian rupa lamanya akan hancur hanya karena satu kata hasil bahasa sendiri. Bahasa yang tidak tercantum dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia.
ADVERTISEMENT
Maka dari itu, tak sepantasnya kata seperti itu dibuat dan diucapkan dalam kehidupan sehari-hari. Masih banyak kata-kata plesetan yang tak sesuai artinya dan mengambil dari Kamus Besar Bahasa Indonesia serta masih terus "dilestarikan". Padahal kata seperti itu tak memiliki arti yang spesial, spesifik, dan relevan namun masyarakat Indonesia khususnya generasi muda masih menggunakannya hingga saat ini.
Tak hanya kata-kata plesetan yang dinormalisasikan oleh masyarakat Indonesia, kini singkatan-singkatan juga perlahan mulai muncul diberbagai kalangan. Tak mengenal usia, mulai dari anak-anak hingga orang dewasa pun turut menggunakan bahasa singkatan ini. Singkatan-singkatan ini sangat familiar diucapkan. Salah satu singkatan yang telah sering terdengar adalah kata "bucin" yang merupakan singkatan dari "budak cinta". Kata ini sering kali ditujukan kepada pasangan yang sedang kasmaran. Frasa-frasa yang digabung hingga menghasilkan hal baru ini terus cepat berkembang apalagi dengan bantuan teknologi digital di saat seluruh generasi muda sudah memilikinya. Beberapa dari mereka memberikan alasan lain selain mengikuti modernisasi zaman, mereka yang menggunakan bahasa seperti ini karena ingin lebih mengekspresikan diri yang dituangkan ke dalam kata-kata. Mengapa para generasi muda terus melakukan "aksi" seperti itu padahal bahasa merupakan kiblat dari segala pengetahuan yang mereka dapat. Kiblat ialah bak seperti kunci yang harusnya menjadi pegangan setiap orang khususnya generasi muda. Namun apa jadinya jika kunci yang dihasilkan itu hilang karena ulahnya sendiri. Ulah itu sendirilah yang membuat kebudayaan negaranya sendiri menjadi jatuh. Selain kebudayaan, pengetahuan yang selama ini dibangun juga akan ikut ke arus zaman.
ADVERTISEMENT
Tak heran dari banyaknya plesetan dan singkatan yang dibuat oleh warganya sendiri khususnya generasi muda yang seharusnya dapat meneruskan bangsa Indonesia menjadi negara maju, banyak dari mereka yang tidak tertarik dengan bahasanya sendiri dan lebih memilih bahasa dari negara lain. Bisa dilihat di zaman sekarang. Banyak anak muda yang tak hanya orang dewasa, para anak remaja kini pun ikut terbawa arus kebudayaan luar dan meninggalkan budaya negaranya sendiri. Tak hanya budaya, bahasa negara lain juga ikut masuk menjadi budaya kebiasaan warga Indonesia. Kalangan muda generasi bangsa lebih tertarik dengan bahasa negara lain. Mereka memperdalam bahasa negara lain dan menyepelekan bahkan melupakan bahasanya sendiri. Untungnya, masih ada sebagian kalangan muda yang tertarik untuk memperdalam dan melanjutkan ilmu bahasa Indonesia sebagai kunci sumber ilmu pengetahuan.
ADVERTISEMENT
Padahal kemurnian bahasa terlahir dari dirinya sendiri yang beraksi. Bahkan banyak orang luar negeri yang justru tertarik dengan bahasa Indonesia. Mereka berlomba-lomba mempelajari bahasa kita yaitu bahasa Indonesia. Jangan pernah mau kalah dengan orang luar yang terus memupukkan rasa ingin tahunya tentang bahasa Indonesia kita. Kesadaran diri inilah yang harus ditingkatkan oleh seluruh warga Indonesia khususnya remaja penerus bangsa. Siapa lagi jika tidak ada yang meneruskan budaya murni dan bahasa kita. Tidak akan ada lagi kata "kurangnya pengetahuan tentang bahasa Indonesia" di negara kita. Meningkatkan sosialisasi tentang budaya dan bahasa Indonesia patut diacungi rasa bangga. Jangan pernah ada pertanyaan "buat apa belajar bahasa sendiri?", karena sejatinya ilmu yang diperoleh secara luas ada pada diri dan di negara sendiri.
ADVERTISEMENT
Selalu ingat perjuangan para pahlawan yang telah memerdekakan negara Indonesia dan melahirkan setiap kata yang memiliki arti tertentu. Darah yang mereka perjuangkan adalah saksi dari lahirnya setiap kata yang memiliki arti sebenarnya itu. Jangan semena-mena tentang bahasa Indonesia. Karena merendahkan bahasa Indonesia berarti sama saja dengan tidak menghormati dan menghargai perjuangan para pahlawan yang rela berkorban.
Maka dari itu, pengharapan untuk memajukan para generasi penerus bangsa harus dicerminkan dan didorong sekuat tenaga demi sikap positif yang dilakukan oleh generasi muda. Pemberhentian kata yang tidak relevan dan bahasa-bahasa baru yang muncul dari bahasa sendiri dilakukan demi tidak hilangnya makna dan arti dari setiap kata yang terlahir dari bahasa Indonesia. Kenyamanan subjektif juga dihimbau demi persatuan Indonesia sesuai dengan Undang-Undang Dasar dan Pancasila. Evaluasi dimulai dari diri sendiri. Dengan bantuan teknologi jejaring sosial, penghapusan budaya kebiasaan dan sikap merendahkan bahasa Indonesia di kalangan muda generasi penerus bangsa pasti dapat diselesaikan.
ADVERTISEMENT