Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Kaligrafi sebagai Perkembangan Ilmu Pengetahuan Islam
12 Maret 2021 8:52 WIB
Tulisan dari Ahmad Hilman Yassir tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Kaligrafi arab menduduki peranan yang sangat penting dalam berkembangnya dunia islam dan ilmu pengetahuan, menjadi sebuah miniatur, identitas, dan simbol bagi realitas seni budaya islam. Kaligrafi juga sudah tersebar luas di penjuru dunia islam mulai dari Arab, Spanyol hingga Pakistan, semenjak kebudayaan Islam lahir sampai sekarang. Seyyed Hossein Nasr memandangnya sebagai leluhur seni visual islam tradisional dan memiliki jejak yang sangat istimewa dalam peradaban islam. Sepanjang masa, kaligrafi dikenal sebagai kebudayaan itu sendiri.
ADVERTISEMENT
Ia mencerminkan ciri orang berbudaya yang melingkupi kedisiplinan pikiran, jiwa, serta kekuasaan, maka tidak diragukan lagi bila kaligrafi arab sering disebut sebagai the art of islamic (seninya seni islam). J.Pedersen memastikan bahwa tak ada satu aksara pun di dunia ini yang menjadi objek seni artistik yang hebat seperti aksara arab. Ia mempunyai bentuk-bentuk yang sangat indah dan agung secara artistik atau bahkan disetiap huruf-hurufnya juga mencuatkan kekuatan makna filosofi, rasa spiritual, atau pengaruh fungsionalnya.
Dalam konteks ini, berlaku juga hal yang sebaliknya bahwa pertumbuhan kaligrafi arab juga bergantung kepada eksistensi peradaban yang menaunginya. Sebagai bukti, seperti yang dicatat Ibnu Khaldun, ketika kerajaan islam mulai lemah dan mundur, maka kemahiran menulis (kaligrafi arab) juga menurun. Dengan begitu, dapat disimpulkan bahwa kaligrafi arab dan peradaban islam memiliki ketergantungan timbal balik yang erat dan tidak bisa dipisahkan.
ADVERTISEMENT
Realitas itulah yang membuat kaligrafi arab memiliki pesona tersendiri sehingga memikat para ilmuwan muslim, sejumlah sarjana luar khususnya barat (kaum orientalis) dan muslim di indonesia untuk mengkaji dan mendalami secara serius ilmu kaligrafi. Bila diamati secara saksama, kajian-kajian tersebut dapat dikategorikan dalam empat bagian. Pertama, kajian yang lebih melihat kaligrafi arab sebagai ekspresi kesenian atau kemahiran tulis menulis. Yang menjadi sasaran utama kelompok ini adalah memperkenalkan kaidah-kaidah penulisan sekaligus memberikan pelatihan tentang bagaimana cara mempelajari dan mempraktikannya
Kedua, kajian yang mengupas kaligrafi arab dari sudut normatif. Meski telah beranjak sekadar tuntunan tulis menulis dan mulai masuk wacana ke ilmuan, tetapi asal-usulnya masih bersifat normatif atau, dalam beberapa kasus, bahkan mistis. Yang ditekankan adalah keutamaan berkaligrafi, cerita keakhiratan, atau keyakinan asal-usul kaligrafi dari Nabi Adam dan Nabi-nabi terdahulu, yang semuanya sulit dibuktikan secara ilmiah.
ADVERTISEMENT
Ketiga, kajian yang cenderung mengupas kaligrafi arab sebagai wacana kebudayaan islam yang aktual dan empiris. Tinjauannya disuguhkan secara ilmiah melalui pendekatan sosial historis, dengan mengedepankan data-data kesejahteraan beserta seperangkat analisis sosial, kategori ini adalah sarjana barat dan sejumlah sejarawan muslim modern.
Keempat, kajian yang mendalami kaligrafi arab dari sudut estetika yang lebih menekankan pemahaman tentang keindahan huruf-hurufnya yang sangat elastis sekaligus eksplosif, yang banyak membicarakan keindahan kaligrafi arab dari sudut tata komposisi, harmonisme bidang, simetris dan lain-lain.
Kendati keempat kecenderungan di atas memiliki perspektif yang berbeda, namun ada suatu hal yang sama-sama selalu diprioritaskan, yaitu pengakuan akan adanya keterkaitan antara kaligrafi arab dengan Al-Qur’an. Lebih terfokus lagi, hampir seluruh pengamat menyepakati bahwa Al-qur’an dan ilmu pengetahuan islam berperan penting atas pertumbuhan kaligrafi arab, tentu saja dalam warna yang berbeda-beda.
ADVERTISEMENT
Tatkala al-qur’an diwahyukan, jenis tulisan yang dominan adalah khufi (merunjuk kepada kota Kufah yang didirikan 640 M.) Dalam perkembangannya khufi mengalami bermacam variasi, baik pada sisi vertikal maupun horizontal nya, baik menyangkut huruf-huruf atau hiasan nya. Peranannya cukup sentral dalam bermacam aktivitas masyarakat Arab di awal islam, terutama penulisan Al-Quran, catatan pedagang, surat-menyurat, dan bentuk dokumentasi lain. Sejak itu pula gaya khufi tergeser dan muncul gaya dan variasi baru dan lebih menarik yang dikreasikan para kaligrafer pembaru.
Pada dinasti Umayyah (661-750 M.) muncul seorang kaligrafer ternama yaitu Qutbah al-Muharrir lewat goresan tangannya, tercipta empat model tulisan, yaitu Thumar, Jalil, Nishf dan Tsuluts. Pada masa Mu’awwiyah pula kaligrafi Arab disempurnakan tanda bacanya. Hal ini timbul karena bermacam kekeliruan bacaan terutama di kalangan bangsa ‘ajam (Orang aing). Abu al-Aswad al-Du’ali (w. 688 M) yang telah merintis penambahan tanda baca sejak masa Ali bin Abi Thalib.
ADVERTISEMENT
Pada masa Dinasti Abbasyiah (750-1258 M), perkembangan tulis-menulis terlacak dan rupa-rupa inovasi dapat dikenali. Pada awal dinasti ini ada dua kaligrafer yang sering disebut dalam sumber Arab, yaitu al-Dhahak ibn ‘Ajlan dan Yusuf al-Sijzi berhasil menemukan model-model tulisan yang lebih bagus dari sebelumnya, yaitu khafif al-Tsuluts, Khafif Tsulutsain dan al-Riyasi. Sementara Ibnu Muqlah (272-328 M) menemukan kaidah-kaidah penulisan huruf berdasarkan geometrik, kaidah ini sangat berjasa atas terbentuknya tulisan Naskhi dan Tsuluts, serta mempopulerkan pemakainnya.
Kaligrafi arab juga menyebar dan tumbuh di India, Afghanistan, dan Cina. Di India mencuatkan jenis Behari yang muncul selama abad ke-14, dengan karakter lebar, gemuk dan garis-garis horizontalnya memanjang dan garis vertikalnya tipis lurus, sementara itu, gaya Shini muncul di China yang mengadopsikannya dengan karakter tulisan setempat dengan bentuk yang berguratan manis dan berbulat-bulat.
ADVERTISEMENT
Di wilayah Jepang, kaligrafi arab juga dipakai di masjid-masjid mereka, misalnya masjid di Seadow, Yayogi Omaya-cho Shibuya-ku, Toko yang diresmikan pada 1938. Di Indonesia seni kaligrafi berada pada kedudukan yang sangat menentukan, sebab kaligrafi merupakan bentuk budaya islam yang pertama kali ditemukan di Indonesia bahkan ia menandai masuknya islam ke Indonesia, yang dibuktikan dengan penelitian tentang data arkeologi kaligrafi islam di Indonesia yang dilakukan oleh Prof. Dr.Hasan Muarif Ambary.
Menurutnya, setelah mengkaji epigrafis, telah berkembang kaligrafi gaya kufi (abad ke-11) , Tsuluts dan Nasta’liq (abad ke-13) serta gaya kontemporer lain (sejak abad ke-19). Di Indonesia, kaligrafi diwujudkan dalam aneka media seperti kayu, kertas, logam, kaca, dan media lain. Termasuk juga untuk penulisan mushaf-mushaf al-quran tua dengan bahan kertas deluang dan kertas murni yang diimpor. Kebiasaan menulis al-Qur’an telah banyak dirintis oleh banyak ulama besar di pesantren-pesantren. Dalam perkembangannya, kaligrafi tidak hanya dikembangkan sebatas tulisan indah yang berkaidah, tetapi juga mulai dikembangkan dalam konteks ilmu kesenirupaan atau visual art.
ADVERTISEMENT
Dalam aspek keseni rupaan ini kaligrafi memiliki keunggulan pada faktor fisioplastisnya, serta pola geometrisnya. Dan pada saat ini kaligrafi menjadi salah satu cabang yang dilombakan dalam event Musabaqah Tilawah Qur’an (MTQ) dari tingkat nasional sampai tingkat daerah di seluruh indonesia. Cabang yang diberi nama Musabaqah Khat Al-qur’an (MKQ) ini selain menarik peminat, juga berhasil menerbitkan kader-kader penulis dan pelukis kaligrafi dari sekolah, pesantren, dan perguruan tinggi. Oleh karena itu pada saat ini muncul para ahli bidang penulisan naskah, hiasan mushaf, dekorasi, dan kaligrafi kontemporer.
Kaligrafi Arab terus menyebar ke daerah yang semakin meluas dengan kemungkinan berkembangnya gaya yang baru dan unik. Dr. Mahmud Syukri al-Jabiri meyakini kaligrafi arab pernah mencapai lebih dari 300 gaya yang dibentuk pada masa-masa kebesaran kerajaan Islam. D. Sirojuddin AR bahkan meyakini akar kaligrafi arab pecah menjadi lebih 400 aliran.
ADVERTISEMENT
Jumlah itu barangkali belum memperhitungkan gaya-gaya kontemporer yang lahir dari kecanggihan teknologi komputer yang banyak dipakai media massa, seperti Qasbah, Salim, Tahir, Nasim, Huda, Mofid dan lainnya, dan masih ada beberapa gaya yang dihasilkan dengan seni rupa modern barat, khususnya seni lukis. Oleh Ismail Roji’ al-Faruqi dan istrinya, golongan gaya terakhir ini dikategorikan dalam kelompok-kelompok :
1. Gaya tradisional, yaitu kaligrafi arab yang ditulis pada masa belakangan tetapi masih mengadopsi corak masa lalu. Di antaranya penganutnya adalah ‘Abd al-Ghani al-Baghdadi, Adil Sahir, Muhammad Sa’id dan lain-lain
2. Gaya Imigatif, yaitu gaya yang menggabungkan corak imagatif seperti cocok hewan, manusia, bunga,daun dan lain-lain dengan unsur khat yang bervariasi dengan gaya tradisional. Sayyid Naquib al-Atthas dan sadiqayin adalah pelakunya
ADVERTISEMENT
3. Gaya ekspresionis, yaitu tulisan yang ditorehkan dengan mengedepankan unsur-unsur emosi yang pribadi dan bersinggung dengan gaya-gaya barat, karya qutaibah, shaikh nouri mewakili kelompok ini.
4. Gaya simbolik, yaitu gaya yang tulisannya dibentuk sesuai dengan pesan yang dikandung, seperti meliuk-liukan hurufnya sehinnga meyerupai pedang ketika kata-katanya bicara soal ketajaman pedang.
5. Gaya kabur atau palsu, yaitu coretan-coretan yang menyerupai huruf, tetapi tidak memiliki makna secara konvensional. Pelapornya adalah Naja al-Mahdawi, ‘Adil Saghir, Muhammad Ghani, Diya al-Azami, dan kawan-kawannya.
Berdasarkan uraian di atas, dapat dikonklusikan bahwa semenjak Al-Qur’an diturunkan sampai sekarang,selama 14 abad kaligrafi arab berkembang pesat mencapai lebih dari 400 gaya bahkan sampai 500 gaya. Bandingkan dengan perkembangannya selama 16 abad sebelum Al-Qur’an turun, hanya menghasilkan dua aliran pokok tulisan. Sementara itu, bila dilihat dari perspektif kesenian estetika, pertumbuhan kaligrafi arab sesudah Al-Qur’an turun juga menunjukkan kematangan karya seni yang indah.
ADVERTISEMENT
Jika seni diartikan sebagai sesuatu yang indah, dan bila keindahan dimaknai sebagai suatu ekspresi tentang keidealan, suatu simbol tentang kesempurnaan, dan sebagai manifestasinya dari rasa jernih, maka hampir seluruh jenis kaligrafi arab menunjukkan nilai-nilai keindahan sebagai karya seni.
Sementara itu, Sayyed Hossein Nasr berhasil menafsirkan makna spiritual yang disimpan kaligrafi arab. Kaligrafi Arab, demikian Nasr, adalah dasar dari seni perangkaian titik-titik dan garis-garis pada bermacam bentuk dan irama yang tiada habisnya serta tidak pernah berhenti merangsang ingatan (Tizkar dan zikir) akan tindak primordial dari pena ilahi bagi mereka yang mampu mengercap bekas ketakterbatasan di dalam bentuk-bentuk. Setelah itu, Nasr kemudian mengupas makna huruf-huruf kaligrafi sebagai pengejawentahan visual dari kristalisasi nilai-nilai Al-Qur’an yang diembuskan Tuhan.
ADVERTISEMENT
Huruf Alif misalnya, dengan vertikalitasnya melambangkan Tuhan Yang Maha Kuasa dan prinsip Transenden yang darinya segala sesuatu berasal, itulah alasan mengapa alasan alif menjadi sumber abjad dan huruf pertama dari nama Tuhan Yang Maha Agung. Bentuk visualnya benar-benar menyampaikan seluruh doktrin metafisik islam mengenai alam realitas.
Kemajuan kaligrafi arab setelah Al-Qur’an turun dapat dilihat dari empat aspek, yaitu : pertama, kaligrafi arab berkembang ke dalam bermacam gaya yang sangat banyak, variatif dan masing-masing memiliki karakter serta keunggulan. Kedua, kaligrafi arab mendapatkan penyempurnaan, baik pada segi i’jam maupun isykal atau hal-hal yang bersangkutan dengan kelengkapan huruf dan kemudahan baca.
Ketiga, kaligrafi arab telah menyebar dan ditemukan diseluruh Jazirah Arab, bahkan sudah menyebar luas ke seluruh negeri yang berpendudukan Muslim. keempat, kaligrafi arab memperlihatkan perwujudan artistik dan estetika yang sangat adiluhung serta melebihi perwujudan tulisan mana pun di dunia ini. Kelima, terumuskan teori-teori dan buku-buku panduan yang sistematis tentang kaligrafi arab. Keenam, kaligrafi arab mengandung makna-makna filosofis, religius dan misteri tersendiri yang mendalam.
ADVERTISEMENT
Semoga Bermanfaat.
Oleh : Iqbal Bachtiar dan Ahmad Hilman Yassir