Konten dari Pengguna

Penggagalan Pemasukan Ikan Hias Tanpa Dokumen Resmi dari Malaysia di Yogyakarta

himawan achmad
An environmentalist and traveler
18 Januari 2018 10:45 WIB
clock
Diperbarui 14 Maret 2019 21:12 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari himawan achmad tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Penggagalan Pemasukan Ikan Hias Tanpa Dokumen Resmi dari Malaysia di Yogyakarta
zoom-in-whitePerbesar
ADVERTISEMENT
Sepasang penumpang diketahui berusaha memasukkan ikan hias tanpa dokumen resmi dari negara asal di Bandara Internasional Adisucipto Yogyakarta pada Hari Selasa 16 Januari. Ikan tersebut yaitu Guppy atau Poecilia reticulata dibawa dari Malaysia dengan menumpang pesawat dari Kuala Lumpur menuju Yogyakarta sebanyak 88 ekor tanpa dilengkapi surat kesehatan ikan dari instansi berwenang di Malaysia dan surat ijin pemasukan ikan dari Indonesia. Saat ini ikan Guppy tersebut berada dalam penahanan Stasiun Karantina Ikan Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan (Stasiun KIPM ) Yogyakarta – Kementerian Kelautan dan Perikanan. Penggagalan pemasukan illegal komoditas ikan hidup ini dapat terlaksana berkat kerjasama apik antara Instansi Bea Cukai dan Stasiun KIPM Yogyakarta.
ADVERTISEMENT
Berdasarkan peraturan perundangan , sebelum dilakukannya importasi produk perikanan, pemilik harus melaporkan terlebih dahulu, rencana pemasukan ikan kepada petugas karantina ikan dan menyiapkan fasilitas penampungan untuk observasi penyakit ikan yang harus menerapkan prinsip-prinsip biosekuriti dan berada dibawah pengawasan instansi karantina ikan. Disamping itu, importasi tersebut harus dilengkapi dengan ijin dari DIrektorat Jenderal Perikanan Budidaya Kementerian Kelautan dan Perikanan.
Sebaliknya, pemilik ikan yaitu TW dan EWP tidak mampu menunjukkan dokumen-dokumen yang dipersyaratkan termasuk sertifikat kesehatan ikan dari otoritas kompeten Malaysia yang menerangkan bahwa produk tersebut telah melalui pengujian dan bebas dari penyakit ikan yang dipersyaratkan.
“Importasi ikan ilegal khususnya yang dalam keadaan hidup dapat membahayakan keanekaragaman hayati Indonesia karena ikan yang diselundupkan seperti ikan guppy ini diketahui dapat menjadi inang berbagai jenis penyakit ikan berbahaya seperti Spring Viraemia of Carp, Megalocytivirus, dan Viral Nervous Necrosis. Dua penyakit terakhir diketahui telah ada di Malaysia sedangkan Yogyakarta masih bebas penyakit tersebut. Sehingga setiap ikan atau media pembawa yang dapat menjadi inang penyakit ikan tersebut harus melalui proses karantina dan bebas penyakit tersebut di Malaysia sebelum masuk ke Yogyakarta dan harus mengikuti prosedur karantina di Indonesia”, demikian disampaikan oleh Bp Suprayogi Kepala Stasiun KIPM Yogyakarta
ADVERTISEMENT
Ketiga jenis penyakit diatas dapat menyebabkan kematian masal pada sumberdaya perikanan Yogyakarta begitu tersebar di perairan lokal. Adapun Yogyakarta dikenal sebagai produsen benih ikan nasional yang memiliki potensi tinggi sebagai eksportir produk tersebut.
Kepala Stasiun KIPM Yogyakarta menambahkan bahwa ancaman masukan ikan ilegal juga dapat berupa adanya sifat keinvasifan ikan tersebut yang dapat memasukkan karakter genetik asing saat bercampur dengan ikan lokal apabila terlepasliarkan dimana sifat-sifat ini dapat menurunkan ketahanan terhadap penyakit
Importasi ikan illegal diketahui melanggar UU Karantina no 16 tahun 1992, Peraturan Pemerintah no 15 / 2002 tentang Karantina Ikan, dan Peraturan Menteri Kelautan Perikanan no 20 / 2007 tentang Tindakan Karantina untuk pemasukan media pembawa hama dan penyakit ikan karantina dari luar negeri dan dari suatu area ke area lain di dalam wilayah negara Republik Indonesia.
ADVERTISEMENT
Setiap komoditas ikan yang masuk ke Indonesia tanpa dilengkapi dokumen yang legal akan dilakukan penahanan selama 3 hari agar pemilik ikan dapat menyelesaikan dokumen yang dipersyaratkan. Apabila pemilik tidak dapat memenuhi persyaratan tersebut maka dilakukan pemusnahan sesuai dengan amanah peraturan perundangan.(HA)