Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.1
Konten dari Pengguna
Kekerasan Seksual di Tengah Kata Kemanusiaan
5 Desember 2022 17:58 WIB
Tulisan dari himawan khrisna Yoga tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Indonesia, negara kita tercinta dengan keindahan geografis dan panorama alam yang memanjakan mata manusia, tidak hanya bagi warganya namun juga bagi turis di belahan dunia. Indonesia, yang terkenal dengan keramah tamahan penduduknya dengan senyum lebar tiap kali menyapa. Indonesia, yang sudah merdeka 77 tahun lamanya dan berdiri dengan Pancasila sebagai dasar pijakannya. Ini hanyalah opiniku belaka yang ingin kutuang dalam bentuk karya, mencoba mengajak teman teman pembaca untuk merenung sejak mengenai PR besar kita semua.
ADVERTISEMENT
Pancasila, dasar negara dengan 5 poin utama, hanya ada 1 di dunia, memuat norma yang mengatur perilaku masyarakat Indonesia agar sesuai dengan cita cita dan harapan para pendahulu kita. Pancasila sangatlah unik karena ia dihasilkan dari sebuah pemikiran bukan hanya sekedar ikut-ikutan kanan ataupun kiri , bukan pula mengambil jalan tengah namun menimbang mana yang paling sesuai dengan Indonesia dan rakyatnya. Pancasila juga bersifat terbuka yang berarti akan tetap berlaku dan tetap sesuai dari waktu ke waktunya , keren bukan? Akan tetapi dengan ideologi sekeren itu kenapa Indonesia masih berada di titik ini dengan carut marut permasalahan di negerinya.
Dimana letak Pancasila saat ini, apakah hanya akan menjadi kebanggan saja, apakah hanya akan menjadi pajangan historis belaka tanpa esensi bagi warganya. Sehebat apapun peraturan, seindah apapun peraturan tetap tidak akan ada artinya jika tidak diamalkan.
ADVERTISEMENT
Mari kita melirik di layar TV kita dan memutar channel berita , berapa kali dirimu terpenganga dengan paparan berita kriminal yang tidak ada habisnya. Mulai dari pencurian , penyalahgunaan kuasa , kekerasan hingga pembunuhan. Kali ini saya penulis tertarik ingin membahas lebih dalam mengenai kekerasan, terutama kekerasan seksual yang menimpa wanita dan anak dibawah umur. Kekerasan seksual ini bukanlah kisah kejahatan baru, melainkan kisah lama yang sudah berjilid jilid bukunya dan sampai sekarang masih belum ada tanda-tanda habisnya.
Bagi orang yang normal hal ini serasa aneh, mengapa tega bertindak hal nista terutama kepada perempuan ataupun anak kecil yang bahkan masih polos tidak tahu apa apa. Akan tetapi betapa mengejutkannya kalau kita melihat data tahun 2022 bahwa terdapat kasus kekerasan seksual berjumlah 17.150 kasus dengan 15.759 korbannya perempuan. Sungguh miris , tingginya angka asusila di tengah negara yang katanya berlandaskan pancasila. Apa artinya pancasila jika hal seperti itu masih bisa merajalela. Dimana fungsi sila kedua pancasila “Kemanusiaan yang beradab”. Negara yang menjunjung tinggi nilai kemanusiaan tapi perilaku penduduknya bahkan tidak seperti layaknya manusia. Kasus kekerasan seksual rentan terjadi di tempat umum, seperti kantor kerja, sekolah , kampus , transportasi umum dan masih banyak lagi. Sungguh memalukan apalagi kasus kekerasan di fasilitas pendidikan memiliki angka kejadian yang cukup tinggi. Tenaga pendidik yang harusnya memberikan contoh,teladan dan memberikan rasa aman malah melakukan penyerangan dan pencorengan terhadap harga diri dan masa depan muridnya.
ADVERTISEMENT
Tidak sedikit kita melihat ada berita kasus kekerasan seksual yang menimpa siswi SMA dengan pelaku guru/kepala sekolahnya sendiri ataupun kasus kekerasan seksual di kampus yang menimpa mahasiswi dengan dosennya sendiri sebagai pelakunya. Bahkan beberapa waktu lalu kita mendapati ada berita di pondok pesantren putri yang santriwatinya diperkosa oleh pengajarnya bahkan sampai melahirkan anak. Ini sangatlah miris dan memalukan , apakah pelaku itu buta tidak punya hati ataupun nurani, orang tua korban menitipkan anaknya disana untuk belajar dan mengaji malah dijadikan kesempatan emas untuk dicabuli. Itu santriwati yang bahkan sudah mengenakan pakaian tertutup, yang menutupi tubuhnya dari atas kepala hingga bawah kaki. Mereka tidak mengenakan pakaian terbuka yang menunjukan lekuk tubuhnya, tapi mengapa masih bisa menjadi korban? berarti jawabannya ada di para pelakunya. Para pelaku yang sudah buta akan nafsu,tidak punya nurani dan akal budi. Saya tegaskan lagi, kasus ini bukanlah yang pertama terjadi , ini hanyalah satu dari sekian ribu kasus di Indonesia.
ADVERTISEMENT
Apakah pelaku kekerasan seksual menerima sanksi yang setimpal ? jawaban dari banyak rakyat mengatakan tidak. Sanksi pidana dinilai kurang memberikan efek jera bagi para pelaku , ini tidak sebanding dengan trauma dan apa yang dialami oleh korban. Korban kekerasan seksual akan merasa sangat depresi, trauma dan tentunya sangat berpengaruh bagi masa depan mereka kelak . Korban tentunya akan merasa hina dan tercoreng harga dirinya,putus asa,kehilangan motivasi hidupnya,terganggu kehidupan sosialnya dan merasa tidak ada masa depan lagi baginya. Untuk itu semua apakah cukup bagi pelaku dengan sanksi hanya duduk dipenjara dan lepas semua tanggung jawab akan perbuatannya.
Mari stop kekerasan seksual di sekitar kita, lindungi orang di sekitar kita. Jadikanlah Indonesia sesuai dengan sila yang kedua, manusiakanlah setiap manusia. Hargailah perempuan, jangan lihat mereka sebagai objek atau barang namun lihatlah layaknya manusia. Akhir kata mohon maaf bila masih banyak salah kata, terimakasih pada para pembaca atas perhatiannya.
ADVERTISEMENT