Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Mengapa Aplikasi Mobile Pemerintah Bukan Inovasi Sama Sekali
9 Desember 2021 14:47 WIB
·
waktu baca 6 menitTulisan dari Himawan Pridityo tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Alkisah saya hendak mencetak eKTP, karena KTP lama saya sudah rusak dan saya membutuhkannya untuk keperluan administrasi. Sesampai di kantor Kelurahan yang belum buka, saat itu pukul tujuh pagi, saya bertanya kepada seorang penjaga yang duduk di muka kantor mengenai persyaratan pengurusan KTP. Ia pun menyarankan saya untuk mengunduh aplikasi eOpen, karena saat ini cara pengurusan administrasi harus melalui aplikasi.
ADVERTISEMENT
Saya kembali bertanya apa tidak ada cara lain macam website atau cara lama dengan bertatap muka secara offline, yang lalu dijawab bila bagian pelayanan hanya akan mengarahkan para pendaftar untuk menggunakan aplikasi saja. Mendengar jawaban tersebut, akhirnya saya kembali ke rumah karena memang tidak ada gunanya juga menunggu kantor buka hingga pukul delapan.
Setelah mengunduh aplikasi dari Playstore, saya dihadapkan dengan antarmuka yang tidak bersahabat. Seperti tombol login yang sangat banyak, yang sepertinya hanya akan digunakan oleh "orang dalam" saja, tanpa perbedaan ukuran dari tombol yang dikhususkan kepada para pelanggan (baca warga sipil).
Saya pun menekan tombol daftar yang mengisyaratkan seseorang yang ingin menggunakan aplikasi ini untuk mendaftar. Dari sana antarmuka beralih ke form pengisian identitas seperti nomor KK, NIK, handphone, email dan kata sandi. Agak mengherankan juga, tidak ada link konfirmasi dari aplikasi tersebut, seperti yang biasa ada di situs terkemuka. Bahkan saat saya mengecek email tidak ada balasan sama sekali bahwa saya telah daftar ke aplikasi ini, yang sebenarnya berguna bila kita lupa akan sesuatu. Tapi bila tidak ada, lantas apa gunanya memasukkan alamat email!
ADVERTISEMENT
Sukses mendaftar, saya masuk ke dalam aplikasi. Di sana terdapat beberapa tombol yang menunjukkan daftar layanan pemerintah. Mata saya pun mengarah ke sebuah ikon di kolom kiri yang menunjukkan pembuatan eKTP. Setelah menekan ikon tersebut, antarmuka beralih ke kolom pilihan yang isinya menurut saya hanya dipahami oleh orang pemerintah saja, tanpa ada keterangan apa pun mengenai maksud dari setiap pilihan. Karena tidak mengerti jargon-jargon yang entah dalam kategori apa keperluan saya akan ditampung, maka saya memilih opsi yang paling mendekati, yakni rubah data bukan cetak baru.
Setelah membaca poin petunjuk di bagian layar teratas, jari saya pun menggulir ke bawah menemukan identitas saya sudah ditampilkan dengan benar dalam database pemerintah. Tapi yang saya tidak habis pikir, bila aplikasi sudah mengenali saya kenapa juga saya harus memasukkan kembali data NIK sebagai syarat mencetak eKTP? Tapi ya sudahlah, memang begitu kok karakter pemerintah, saya pun memasukkan kembali data saya lagi dan kali ini diminta memilih lokasi dan waktu pengambilan eKTP baru.
ADVERTISEMENT
Mengenai lokasi pilihannya hanya satu, yakni di kelurahan tempat saya tinggal, yang kemudian saya tekan. Sedangkan waktu pengambilan, memiliki pilihan sebanyak hari di kalender. Karena perlu cepat, saya pun memilih ambil keesokan harinya, yakni Sabtu, sayang gagal. Lalu hari Senin depan. Gagal juga. Selasa, Rabu, Kamis, Jumat, tetap gagal. Terakhir saya pilih Sabtu pekan depan baru bisa.Yang membuat saya tidak habis pikir, bila memang proses pencetakan eKTP membutuhkan waktu proses selama sepekan, kenapa juga harus memberikan banyak pilihan kepada pengguna? Kenapa tidak menampilkan info saja bila slot waktu untuk saya jatuh pada minggu depan?
OK saya mengerti bila si perancang aplikasi memberikan keleluasaan waktu kepada pengguna untuk dapat mengambil eKTP sesuka hatinya, tapi membiarkan pengguna bertanya-tanya tentang tenggat waktu jelas bukan hal yang bijak juga. Setahu saya semua orang yang mengurus administrasi cuma ada satu pikiran dalam benaknya, yakni secepatnya. Toh urusan administrasi tidak seperti kupon hadiah yang bisa disimpan untuk diambil bulan depan, kecuali memang orang tersebut sedang tidak butuh.
ADVERTISEMENT
Saya mengulang proses ini berkali-kali hingga dapat tanggal yang dimaksud. Setelah itu proses berlanjut ke pengunggahan gambar eKTP yang rusak. Terus terang, proses pengunggahan gambar ini yang membuat saya sangat kesal. Pertama, tidak ada fasilitas foto langsung dari kamera di aplikasi. Kedua, tidak ada petunjuk mengenai besar maksimal dari berkas yang bisa diunggah. Ketiga, saya melakukan semua proses berulang-ulang, tanpa ada pemberitahuan mengapa berkas yang saya hendak unggah selalu gagal. Setelah coba-coba akhirnya saya tahu bila aplikasi ini tidak bisa menerima file foto yang besar, padahal kamera handphone selalu saya atur ke tampilan maksimal. Jadilah saya mengubah pengaturan kamera terlebih dahulu, memfoto bukti eKTP yang rusak, mengulang lagi seluruh prosedur dari awal (karena setiap pindah ke aplikasi lain otomatis saya log out dan semua data yang telah saya masukkan turut terhapus di aplikasi), dan baru berhasil menyelesaikan semua prosedur setelah lebih kurang setengah jam!
ADVERTISEMENT
Sampai di sini saya berpikir, kenapa semua proses administrasi yang semestinya bagian dari layanan masyarakat dipindahkan ke dalam aplikasi yang dirancang dengan sangat buruk? Bagaimana bila orang yang membutuhkan layanan tidak memiliki ponsel cerdas, atau ponselnya rusak, atau sedang tidak punya uang untuk membeli paket data, atau ruang penyimpanan di ponsel sudah penuh. Bukankah layanan masyarakat seharusnya bisa diakses oleh semua lapisan masyarakat tanpa terkecuali?
Pengalaman buruk saya di aplikasi eOpen miliki Pemkot Bekasi sebenarnya juga saya alami dengan aplikasi-aplikasi lain milik pemerintah pusat macam PeduliLindungi untuk data vaksinasi COVID-19, yang malah membuat kepemilikan ponsel cerdas sebagai syarat utama untuk berpergian atau memasuki sebuah tempat. Pertumbuhan aplikasi milik instansi yang sangat banyak ini diperburuk oleh kenyataan bila aplikasi-aplikasi tersebut tumbuh secara mandiri dengan konektivitas data yang rendah (kenapa saya masih harus memasukkan data KTP bila aplikasi sudah tahu saya adalah saya?). Padahal filosofi utama dari eKTP sebenarnya adalah menyediakan kesatuan data yang terpusat sehingga siapa pun yang memiliki kartu tersebut bisa dikonfirmasi data dirinya dimanapun ia berada dengan prosedur administrasi yang sesederhana mungkin.
ADVERTISEMENT
Pemanfaatan eKTP paling optimal menurut saya justru dilakukan oleh instansi swasta seperti Bank BCA ketimbang pemerintah. Prinsip kemudahan, seperti pindai kartu yang langsung terhubung ke basis data si pemilik jauh lebih efektif dan efisien bahkan dari SAMSAT sekalipun, yang masih mengharuskan fotokopi eKTP sebagai bukti pembayaran yang sebenarnya dilakukan secara online. Ironis sekali, padahal SAMSAT ini institusi pemerintah dan duitnya banyak.
Maka maraknya penggunaan aplikasi mobile oleh instansi pemerintah yang tidak diimbangi dengan konektivitas data yang baik, atau pilihan online lain macam website, call center atau pos, bagi saya tidak lebih dari gimmck (atau alat mengeruk uang dari Playstore?) yang hanya memperpanjang jalur birokrasi ke tempat yang berbeda, dan bukan sebuah inovasi sama sekali. Bagaimanapun waktu pemrosesan eKTP yang sebenarnya hanya perlu menekan tombol cetak saja, tetap memakan waktu hingga seminggu. Jauh lebih cepat lewat tetangga yang bisa sehari jadi.
ADVERTISEMENT