Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
Konten dari Pengguna
Turki dan Geopolitik Kontemporernya
26 April 2021 9:18 WIB
Tulisan dari Hinggil Larasati tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Turki merupakan salah satu dari berbagai negara yang menggunakan sistem demokrasi. Kemajuan pesat Turki akan ekonomi dan politiknya sangat menarik untuk dikaji. Pesatnya kemajuan ekonomi ini tidak lepas dari campur tangan Presiden Turki yaitu Recep Tayyip Erdogan. Presiden Turki Erdogan sangat berperan dalam perkembangan Negara Turki semenjak terpilihnya dia pada tahun 2003 sebagai Perdana Menteri Turki dan tahun 2014 sebagai Presiden Turki.
ADVERTISEMENT
Selain itu, Turki juga merupakan negara yang dapat dikategorikan sebagai pemilik kekuatan besar dan memegang status itu, terutama di zaman kontemporer. Kebijakan luar negeri dan geopolitik Turki membuat kesan kuat sebagai kekuasaan utama, karena adanya potensi dan rezim yang menjadi penyeimbang wilayah di Turki (wilayah pinggiran dan di luarnya).
Geografis Turki merupakan suatu keuntungan tersendiri bagi negara Turki. Geografis ini merupakan sebuah poin yang penting tidak hanya dalam mengejar kepentingan sendiri tetapi juga kepentingan negara adidaya. Turki merupakan gerbang Eropa dan Asia yang dibatasi oleh Laut Aegea di Barat, di Selatan oleh Laut Mediterania dan Laut Hitam di Utara yang menjadikannya negara maritim yang sangat penting. Fakta bahwa Turki berbatasan dengan Irak, Suriah, Armenia, Iran, Azerbaijan, Georgia, Bulgaria dan Yunani membuatnya menjadi entitas yang sangat penting dalam hal keamanan dan strategi. Terlebih lagi, negara ini berbagi perbatasan maritim dengan Yunani, Rusia, Siprus Utara, Mesir, Ukraina, dan Rumania yang semakin memperkuat posisinya sebagai pemain geopolitik penting dengan potensi besar.
ADVERTISEMENT
Meskipun dengan adanya geografis menguntungkan Turki, tetapi itu membuat kepentingan nasional Turki meluas terutama perannya sebagai kekuatan yang meningkat. Sebagaimana jika dilihat, Turki telah terlibat dalam berbagai konflik di wilayah pinggiran; Timur Tengah dalam hal Suriah, Afrika Utara (Libya) dan persaingan energi dengan Yunani dalam hal Mediterania Timur. Di masing-masing wilayah ini, kebijakan dan strategi Turki telah muncul ke permukaan dan negara telah memberi keseimbangan kekuatan yang menguntungkan dan menjadikan Turki negara yang relevan dalam hal tatanan regional.
Masuknya Turki dan Rusia pada tahun 2017 sebagai front bersama dalam krisis Suriah sangat merusak posisi AS. Meski Turki aktif secara militer sejak 2016, strategi yang diterapkan pada saat itu berada di garis singgung yang berbeda. Bersama-sama, aliansi yang ditempa oleh Rezim Suriah, Iran, Turki dan Rusia yang merupakan aliansi dua front, tidak hanya melawan ISIS tetapi juga kelompok-kelompok oposisi yang dibantu oleh AS, tetapi Turki juga melanjutkan kebijakannya yang bertujuan untuk membasmi pasukan Kurdi dari dorongan krisis sehingga pada tahun 2018 dilakukan Operasi Afrin yang memalukan sebagai Monopoli Kurdi yang disponsori AS di daerah itu.
ADVERTISEMENT
Adapun konflik yang berbahaya bagi Turki yaitu bagian dari aliansi yang mendukung rezim Assad yang di mana Turki hingga saat ini memiliki kekhawatiran akan rezim tersebut. Awal tahun 2020 ditandai dengan front perang baru di mana Turki dan pasukan Suriah terjerat dalam konflik di Idlib, sehingga Rusia harus turun tangan. Pasukan Suriah disponsori dan didukung oleh Rusia, sebaliknya Turki harus menerima kesepakatan gencatan senjata yang tidak terlalu menguntungkannya pada Maret 2020.
Mengenai Libya, Turki menjadi pesaing yang sangat berkemauan keras yang tiba-tiba berstatus raja di wilayah tersebut. Pada tahun 2019, Turki memasuki perang saudara Libya dan mendukung kesepakatan nasional Tripolia atau GNA (Pemerintah Kesepakatan Nasional) dipimpin oleh Serraj yang juga merupakan pemerintah yang diakui PBB melawan Tentara Nasional Libya atau LNA yang dipimpin oleh panglima perang Khalifa Hifter.
ADVERTISEMENT
Di sini Turki dan Rusia terlibat tetapi dalam arah yang berlawanan, mereka berasa di lingkup yang berlawanan dengan Rusia yang memberikan dukungan pada LNA. Tetapi konflik semakin memanas dengan diketahuinya Turki, Qatar dan Italia mendukung GNA melawan LNA yang mendapat dukungan besar dari UEA, Mesir, Rusia, Prancis, dan KSA. Hal ini juga membuat persaingan menjadi lebih tegang dan rumit. Serangan udara baru-baru ini yang diberikan Turki untuk Libya (pasukan Hiftar) mendorong LNA mundur dan membalikkan strategi, membuat Turki berada pada posisi yang kuat di Libya.
Dua bagian kuat di serambi regional ini hanyalah dua dari sekian banyak pertaruhan yang ingin dimainkan Turki dalam konteks geopolitik yang lebih besar. Ada tawaran Turki dengan Yunani dalam pengeboran di Mediterania Timur, masuknya Turki di Afrika Tengah, taktik soft power Turki di Asia Tengah, pijakan stabil Turki di kawasan Balkan dan Laut Hitam, serta akhir-akhir ini masuknya soft power di Asia Selatan, melalui Pakistan.
ADVERTISEMENT
Turki adalah negara yang dengan sangat hati-hati menyeimbangkan antara AS sebagai sekutu NATO-nya, Rusia sebagai mitra, dan China, serta kedua negara tersebut terus mengembangkan kemitraan bilateral mereka karena alasan geopolitik. Kemudian, untuk menyeimbangkan ini sangat dibutuhkan pembuatan kebijakan yang kuat dan serta pengejaran yang sungguh-sungguh dari mereka dengan rezim yang kuat, yaitu yang pada saat ini memiliki pengaruh domestik, regional, dan internasional serta kekuasaan. Tidak ada keraguan, bahwa Turki masih tertinggal dalam hal ekonomi, tetapi itu mungkin menjadi satu-satunya penghalang di negara itu sebagai kekuatan besar abad ini.
ANALISA GEOPOLITIK KONTEMPORER TURKI
Strategi geopolitik terbaru yang diadopsi Turki dalam beberapa waktu ke belakang ini dapat dilihat bahwa fokus utama dalam perpolitikan luar negeri Turki telah dialihkan dari kebijakan yang condong memihak ke barat (upaya Turki untuk bergabung dengan Uni Eropa) telah beralih seiring dengan adanya perubahan orientasi politik domestik Turki di bawah kepemimpinan Erdogan yang cenderung semakin konservatif membuat strategi geopolitik mereka berubah haluan dan menjadikan kawasan Timur Tengah sebagai wilayah prioritas bagi kepentingan geopolitik mereka, mengingat bahwa masyarakat muslim mayoritas terletak di Timur Tengah. Lokasi geografis Turki yang strategis dan terletak di antara wilayah Eropa, Timur Tengah, Asia Tengah membuat Turki berambisi untuk menjadi regional power di wilayah tersebut dan dapat bersaing dengan kekuatan Superpower dunia lainnya seperti Amerika Serikat, China, Iran dan bersaing dengan kekuatan regional Arab Saudi. Sehingga dengan ambisi geopolitik dalam wilayah tersebut Turki mulai melakukan intervensi militer dalam konflik Libya dan Suriah agar kepentingan nasional mereka dalam hal perekonomian maupun politik dapat tercapai setelah terhambatnya proses penggabungan Turki ke Uni Eropa, sehingga Turki hingga saat ini harus mampu berjalan sendiri dalam mewujudkan kepentingan geopolitik mereka agar dapat bersaing dengan negara adidaya lainnya.
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
Referensi :
Amna Javed, (2020), “Turkey’s Contemporary Geopolitics” diakses dari https://regionalrapport.com/turkeys-contemporary-geopolitics/ ( 25 April 2020 )
https://www.matamatapolitik.com/apakah-turki-di-luar-kendali-
opini/ ( 25 April 2020 )