Konten Media Partner

100 Tahun Jalan Pontianak-Sungai Kakap: Berawal dari Kelapa

25 Februari 2020 11:22 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Deretan pohon kelapa di kawasan Sungai Kakap, Kalimantan Barat. Foto: Ferla Putri/Hi!Pontianak
zoom-in-whitePerbesar
Deretan pohon kelapa di kawasan Sungai Kakap, Kalimantan Barat. Foto: Ferla Putri/Hi!Pontianak
ADVERTISEMENT
Hi!Pontianak - Nama orang Bugis kerap dijadikan identitas wilayah di Kota Pontianak dan sekitarnya. Sebut misalnya Parit Haji Haruna, Parit Haji Muksin, Parit Haji Husin, Parit Haji Adam, Gang Haji Thaha, Gang Ambo Tin, Gang Wak Dalek dan masih banyak lagi sebagainya.
ADVERTISEMENT
"Sungai Kakap merupakan permukiman Bugis terbesar di wilayah Kesultanan Pontianak, yang merupakan sentra perkebunan kelapa pada periode awal abad 20," kata Syafaruddin Daeng Usman, pemerhati sejarah dan budaya kontemporer Kalimantan Barat, kepada Hi!Pontianak, Selasa (25/2).
Daerah Sungai Kakap sebagai afdeeling sebelum tahun 1916 di Keresidenan Borneo (Kalimantan) Barat, merupakan wilayah paling ujung barat dari Pontianak yang dihubungkan lewat parit dan ruas jalan yang tidak diperkeras pada masa itu. Sungai Kakap juga sering disebut wilayah Pantai Selatan.
"Oleh rezim pemerintah kolonial Hindia Belanda, lanskap Pontianak sebelum tahun 1916 dibagi dua, afdeeling Pontianak en Ommelanden dan sebagian afdeeling Sungai Kakap," terangnya.
Afdeeling Sungai Kakap meliputi wilayah Kakap, Peniti, Ambawang, dan yang sebagian wilayahnya masuk dalam wilayah Lanskap Kubu.
Hingga awal 1990-an, warga Sungai Kakap masih mengandalkan transportasi air. Foto: Teri/Hi!Pontianak
Perubahan terjadi segera setelah terbit Besluit 18 Agustus 1916 No 11, yang membagi wilayah administrasi di Keresidenan Borneo Westerafdeeling menjadi empat wilayah afdeeling, yaitu Singkawang, Pontianak, Ketapang, dan Sintang.
ADVERTISEMENT
Wilayah yang semula masuk dalam afdeeling Pontianak en Ommelanden dan Afdeeling Sungai Kakap dilebur menjadi satu dengan sebutan Onderafdeeling Pontianak.
Onderafdeeling Pontianak ini merupakan bagian dari Afdeeling Pontianak. Selain Onderafdeeling Pontianak, di bawah Afdeeling Pontianak ada Onderafdeeling Landak dan Sanggau.
"Jalan darat pada masa itu tidak lebih penting daripada jalur lintas air, yang sangat penting bagi pengangkutan hasil perkebunan, terutama kelapa, yang berkembang pesat pada penghujung abad 19 dan permulaan abad 20," ungkap Din, panggilan akrabnya.
Mulai dari Pal Dua -di mana daerah-daerah yang dilalui dari Pontianak ke Sungai Kakap ditandai dengan hitungan pal- perkebunan kelapa sudah nampak. Di wilayah ini banyak terdapat permukiman orang Bugis.
Perluasan lahan kelapa pada periode abad 20 ini juga terlihat pada lajur lahan di bagian utara, yang menjadi batas antara Kakap dan ibu kota Pontianak, yang sebagian besar menjadi perkebunan kelapa. "Wilayah ini adalah wilayah Sungai Jawi sekarang," ujar Din.
ADVERTISEMENT
Umumnya, di sepanjang tepian pantai barat Kalimantan dikembangkan untuk kelapa, dengan daerah pengembangan penanaman di wilayah antara Sungai Kapuas Kecil dan Sungai Punggur Besar, di mana Sungai Kakap merupakan pusatnya.
Dan tanpa menunggu waktu yang lama, orang Bugis telah mampu memperluas kebunnya ke bagian selatan, seperti Telok Pakedai. Selat Remis, Tanjung Bunga, dan muara Sungai Ambawang, bahkan sampai Padang Tikar.
"Potensi kelapa yang dimiliki oleh Sungai Kakap dilihat dengan jeli oleh rezim pemerintah kolonial Belanda ketika itu. Mereka kemudian mendukung dengan pembangunan infrastruktur yang cukup memadai, termasuk pembangunan jalan darat menuju pusat kota Pontianak, yang merupakan urat nadi perdagangan Borneo Barat," paparnya.
Aktivitas masyarakat Sungai Kakap di atas perahu. Foto: Teri/Hi!Pontianak
Jalan ini sebenarnya telah dirintis pada akhir abad 19, namun belum menunjukkan jalan yang memadai. Jalan sepanjang 19 km dari Pontianak menuju Sungai Kakap, telah dibangun walaupun di bagian jalan mendekati pusat Sungai Kakap, terutama mulai dari Pal 3, masih membutuhkan struktur jalan yang kokoh.
ADVERTISEMENT
Wilayah ini penuh dengan jalan tanah sangat lembut dan akan berlumpur jika hujan tiba. Demikian juga bagian jalan menuju Pontianak terjadi penurunan bagian jalan, sehingga harus ditambah sabut kelapa untuk dapat dilalui.
Pada tahun 1919 jalan tersebut mulai diperhalus dengan menggunakan kerikil halus, sehingga mempermudah lalu lintas.
JH Meyer, dalam Memorie van Overgave tahun 1927 melukiskan, pentingnya wilayah ini sebagai produsen kelapa terbesar di wilayah Pontianak menambah kepentingan rezim pemerintah kolonial Belanda untuk membangun rute-rute jalan yang menghubungkan kantong-kantong perkebunan kelapa sebagaimana rute Sungai Kakap-Kalimas-Punggur-Telok Pakedai.
Dan tahun 1920, seabad yang lalu, jalan tersebut telah memudahkan lalu lintas antara Pontianak dan Sungai Kakap.