Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.103.0

ADVERTISEMENT
Hi!Sakinah - Dalam Islam, ghibah atau membicarakan aib orang lain adalah suatu hal yang dilarang. Hal itu bahkan diibaratkan seorang muslim memakan daging muslim lainnya.
ADVERTISEMENT
Larangan melakukan ghibah ini pun tertuang dalam firman Allah SWT di surah Al-Hujurat ayat 12:
"Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan prasangka, karena sebagian dari prasangka itu dosa. Dan janganlah mencari-cari keburukan orang. Jangan pula menggunjing satu sama lain. Adakah seorang di antara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya, dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang,” (QS. Al Hujurat [49]: 12).
Namun, kendati muasal hukum ghibah adalah haram, sebagian ulama menyatakan ada beberapa kondisi yang memperbolehkan seseorang untuk melakukan ghibah dan hanya berlaku saat keadaan darurat.
Apa saja jenis ghibah yang dibolehkan itu? Dilansir dari laman NU Online, berikut di antaranya:
ADVERTISEMENT
1. Ketika Sedang Berada di Sidang Pengadilan
Ketika sedang melakukan sidang perkara di depan hakim, menceritakan keburukan atau tindak kriminal yang dilakukan seseorang diperbolehkan. Pada dasarnya ini adalah perbuatan gibah, namun karena dimaksudkan untuk tujuan yang benar, maka hal ini diperbolehkan dalam agama.
2. Pelaporan ke Penegak Hukum
Ketika seseorang ingin melaporkan tindak pelanggaran hukum kepada polisi, menceritakan pelanggaran tersebut diperbolehkan, dengan maksud untuk mengubah kemungkaran itu. Jika tidak bermaksud demikian, maka ucapan tadi adalah ghibah yang diharamkan.
3. Meminta Fatwa atau Arahan dari Alim Ulama
Selanjutnya adalah ghibah dengan tujuan meminta nasehat atau arahan dari Alim Ulama. Seseorang diperbolehkan menceritakan masalahnya, termasuk membeberkan keburukan, jika diperlukan untuk memberikan gambaran kepada mufti atau alim ulama.
ADVERTISEMENT
Misalnya, “Bagaimana hukumnya bila ada seseorang yang berbuat begini kepada anaknya, apakah hal itu diperbolehkan?.”
4. Untuk Memperingati atau Menasehati
Dalam kondisi ini, biasanya keburukan seseorang tertera di kertas DPO (Daftar Pencarian Orang). Orang yang melakukan kejahatan, ketika belum tertangkap, disebutkan keburukannya agar publik terhindar dari perilaku jahat individu bersangkutan. Hal ini juga dilakukan oleh perawi-perawi hadis ketika menyebutkan keburukan perawi lainnya untuk mencegah tersebarnya hadis palsu.
5. Ketika Seseorang Mendeklarasikan Kejahatan Mereka
Apabila seseorang sudah terang-terangan melakukan dosa dan keburukan, misalnya dengan mengunggah foto atau video mabuk-mabukan di media sosial atau ditempat umum maka aib semacam ini hukumnya wajib untuk disampaikan. Bahkan menurut imam Nawawi, haram hukumnya jika membicarakan orang tersebut tidak sebagaimana adanya.
ADVERTISEMENT
Namun perlu diingat, lima jenis ghibah di atas juga menjadi tidak diperbolehkan jika dilakukan secara berlebihan. Niat, maksud dan tujuannya harus mengarah kepada kebaikan, upaya menasehati dan tanpa ada unsur niat tercela apapun agar tidak meluber ke mana-mana dan melebihi batasnya.