5 Orang Utan di Kalimantan Barat Dilepasliarkan ke Hutan

Konten Media Partner
20 November 2020 15:43 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Orang utan di Kalbar dilepasliarkan ke habitatnya. Foto: Dok. BKSDA Kalbar
zoom-in-whitePerbesar
Orang utan di Kalbar dilepasliarkan ke habitatnya. Foto: Dok. BKSDA Kalbar
ADVERTISEMENT
5 Orang Utan di Kalimantan Barat Dilepasliarkan ke Hutan
Hi!Pontianak - BKSDA Kalimantan Barat, bersama Balai Taman Nasional Bukit Baka Bukit Raya (TNBBBR), dan IAR Indonesia melepasliarkan 5 individu orang utan, di kawasan TNBBBR.
ADVERTISEMENT
Kelima orang utan tersebut dilepasliarkan setelah direhabilitasi yang diselamatkan dari kasus pemeliharaan satwa liar dilindungi. Pelepasliaran tersebut bertepatan dengan peringatan Pekan Peduli Orang Utan yang diperingati selama 1 minggu dari 8 hingga 14 November 2020.
5 orang utan yang dilepasliarkan itu terdiri dari, 3 orang utan jantan bernama Jacky, Beno, dan Puyol serta 2 individu betina bernama Oscarina dan Isin.
Jacky diselamatkan dari daerah Muara Pawan dan masuk ke pusat rebilitasi pada Agustus 2013, Beno diselamatkan dari daerah Simpang Dua pada tahun 2015, Puyol diselamatkan dari daerah Kendawangan pada 2010, Oscarina diselamatkan dari Pontianak pada tahun 2011 dan Isin diselamatkan dari kabupaten Kayong Utara pada tahun 2017 lalu.
Orang utan yang dilepasliarkan ke hutan. Foto: Dok. BKSDA Kalbar
Proses rehabilitasi ini tidak mudah dan bisa berlangsung lama tergantung kemampuan masing-masing individu. Rehabilitasi ini diperlukan untuk mengembalikan sifat dan kemampuan alami orang utan untuk bertahan hidup di habitat aslinya.
ADVERTISEMENT
Di alam bebas, bayi orang utan akan tinggal bersama induknya sampai usia 7 hingga 8 tahun untuk belajar dari induknya bagimana bertahan hidup di alam sebagai orang utan. Karena bayi orang utan ini dipaksa berpisah dengan induknya untuk dijadikan peliharaan, bayi orang utan ini kehilangan kesempatan untuk menguasai kemampuan bertahan hidupnya.
Kepala Balai TNBBBR, Agung Nugroho, menyatakan bahwa kegiatan pelepasliaran ini dilakukan dengan melalui serangkaian kegiatan dan kajian. Dirinya berharap, orang utan yang dilepaskan di dalam kawasan TNBBBR ini mampu membentuk populasi baru, dan mempertahankan eksistensi spesiesnya. Sebelumnya, pada bulan Februari 2020, pihaknya juga melepasliarkan lima individu orang utan.
"Semua kegiatan dan kajian ini, dilakukan untuk memastikan semua orang utan yang telah dilepasliarkan dapat hidup aman, dan tercukupi pakannya. Ketika pelepasliaran dilakukan, bukan berarti kerja kita selesai. Tim monitoring akan tetap bekerja selama lebih kurang tiga bulan, untuk memastikan setiap orang utan yang dilepasliarkan dapat beradaptasi dengan habitat barunya," kata Agung dalam keterangan tertulis yang diterima Hi!Pontianak, Jumat, 20 November 2020.
ADVERTISEMENT

Perjuangan Tim Melepasliarkan Orang Utan

Kawasan TNBBBR dipilih sebagai tempat pelepasliaran karena berdasarkan hasil survey yang telah dilakukan, jumlah jenis pohon pakannya tinggi sedangkan jumlah populasi alami orang utan cukup rendah.
Tim membawa orang utan yang hendak dilepasliarkan ke hutan. Foto: Dok. BKSDA Kalbar
Untuk mencapai lokasi pelepasliaran, tim pelepasan bersama orang utan harus menempuh perjalanan darat sejauh 700 kilometer dan dilanjutkan dengan perahu dan berjalan kaki. Diperlukan waktu hingga 3 hari untuk mencapai titik pelepasan dari pusat rehabilitasi orangutan IAR Indonesia di Ketapang. Meskipun demikian, status kawasan sebagai Taman Nasional akan lebih menjamin keselamatan satwa di dalamnya.
"Dengan dilepasliarkannya 5 individu orang utan ini, maka telah dilepasliarkan 51 individu orang utan di wilayah kerja Balai TNBBBR, yang terdiri dari 10 individu orang utan liar atau translokasi, dan 41 individu orang utan hasil rehabilitasi dari Pusat Penyelamatan Konservasi Orang Utan (PPKO) Ketapang," ucap Agung.
ADVERTISEMENT
Sementara itu, Kepala BKSDA Kalimantan Barat, Sadtata Noor Adirahmanta, dalam keterangannya menyampaikan penyelamatan satwa berupa evakuasi, translokasi dan beberapa kegiatan lain seperti penyuluhan dan penyadartahuan, merupakan bagian dari solusi konflik satwa dan manusia. Perlu disadari bersama, bahwa sebagai bagian dari ekosistem dan sebagai bagian dari alam, manusia harus bisa menerima kehadiran komponen alam lainnya, termasuk satwa liar.
"Sudah waktunya masing-masing belajar hidup berdampingan dalam harmoni. Manusia sebagai makhluk yang dianggap paling cerdas, memiliki tanggung jawab terbesar untuk mewujudkan dan menjaga harmonisasi alam," ujarnya.
Selain melewati jalur darat, tim yang melepasliarkan orang utan harus melewati sungai. Foto: Dok. BKSDA Kalbar
Program pelepasliaran ini bisa dikatakan berhasil dengan lahirnya 3 bayi orang utan secara alami di dalam kawasan Taman Nasional Bukit baka Bukit Raya dari orang utan hasil rehabilitasi yang dilepasliarkan di sana. Kelahiran generasi baru orang utan ini membumbungkan harapan bahwa populasi orang utan di Taman Nasional Bukit Baka Bukit Raya serta di Kalimantan Barat pada umumnya akan terus terjaga dan lestari.
ADVERTISEMENT
Sebelumnya pada awal November 2019, Shila yang dimonitoring setiap hari sejak pelepasan terpantau melahirkan bayi orang utan berjenis kelamin jantan yang kemudian diberi nama Dara oleh Menteri LHK, Siti Nurbaya Bakar.
Kesuksesan ini berulang ketika pada Juni 2020, orang utan hasil rehabilitasi bernama Desi juga melahirkan anak pertamanya yang berkenis kelamin betina. Oleh Menteri LHK, bayi orang utan ini diberi nama Dara. Terbaru, orang utan hasil rehabilitasi bernama Laksmi juga menyumbangkan generasi baru orang utan di dalam kawasan TNBBBR pada awal Oktober lalu. Oleh wakil menteri LHK, Dr. Alue Dohong, bayi orang utan betina ini diberi nama Lusiana.