80 Pekerja Indonesia Diduga Jadi Korban Perdagangan Orang di Laos

Konten Media Partner
5 Desember 2022 9:13 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
3
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi trafficking. Foto: Pixabay
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi trafficking. Foto: Pixabay
ADVERTISEMENT
Hi!Pontianak - Belasan warga Kalimantan Barat menjadi korban Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) di Laos.
ADVERTISEMENT
Mereka sebelumnya dijanjikan bekerja sebagai karyawan swalayan di Laos, dengan gaji Rp 12 juta. Namun saat sampai di Laos, bukan bekerja sebagai karyawan swalayan, mereka dipekerjakan sebagai online scammer investor bodong di sana.
Penasihat Hukum Korban, Agustiawan, mengatakan dalam proses pekerjaannya, apabila tidak mencapai target, mereka tidak diberi makan serta mendapatkan perlakuan yang tidak manusiawi.
Kabarnya, para pemuda asal Kota Pontianak ini telah telantar di negara Thailand. Agus bersama perwakilan dua orang tua korban menyampaikan, bahwa putra mereka telah diberangkatkan untuk bekerja di Laos, dan diperlakukan tidak manusiawi.
“Ada 8 warga Kalbar yang diberangkatkan ke Laos pada tanggal 19 Oktober 2022. Awalnya mereka ini dijanjikan kerja di minimarket dengan gaji Rp 12 juta bila dirupiahkan. Namun ternyata mereka dipekerjakan menjadi scammer, investasi kripto bodong,” jelas Agus, Minggu, 4 Desember 2022.
ADVERTISEMENT
Berdasarkan keterangan orang tua korban, kata Agus, mereka ditawari pekerjaan oleh seorang, yang diduga agen tenaga kerja, dengan gaji fantastis, serta tanpa biaya kepengurusan paspor dan sebagainya.
Kemudian pada Oktober 2022, para pemuda asal Kota Pontianak itu berangkat menuju Laos. Untuk menuju Laos, para korban diarahkan ke Kecamatan Tebas, Kabupaten Sambas, terlebih dahulu, untuk menunggu proses pembuatan paspor. Lalu setelah paspor selesai, mereka menuju Malaysia melalui perbatasan Aruk.
"Dari Kuching, Malaysia, mereka terbang ke Kuala Lumpur, dari Kuala Lumpur mereka diterbangkan menuju Laos,” ucap Agus.
Agus melanjutkan, di Kota Changrai Laos, para korban melalui perjalanan darat, lalu menyeberangi sungai ke lokasi di Provinsi Bokeo, kemudian di sana mereka bertemu agen di wilayah Laos, dan di sanalah mereka dipekerjakan sebagai scammer, dan diperlakukan tidak manusiawi. “Mereka mendapat siksaan, dan tidak diberi makan,” terangnya.
ADVERTISEMENT
Di lokasi bekerja itu, kata Agus, terdapat sekitar 80 warga Indonesia lainnya, yang berasal dari berbagai provinsi, dan diketahui sementara yang berasal dari Kalbar berjumlah 12 orang.
Karena tidak tahan atas penyiksaan, akhirnya para korban menghubungi pihak keluarganya di Pontianak melalui WhatsApp, dan memberitahukan atas apa yang mereka alami.
Selanjutnya, pihak keluarga yang menerima informasi tersebut beberapa waktu lalu, langsung berusaha meminta bantuan ke Kementerian Luar Negeri dan KBRI Laos, namun sampai saat ini pihak keluarga masih kesulitan untuk memulangkan para korban, karena kesulitan biaya dan administrasi.
"Saat ini ada 8 warga yang sudah berada di Thailand, itu juga dengan biaya sendiri dari keluarga yang mengirimkan uang untuk pemulangan mereka. Namun dikarenakan keterbatasan biaya, para korban ini masih berada di Thailand,” papar Agus.
ADVERTISEMENT
Tak hanya itu, Agus juga mengatakan, bahwa para korban diancam oleh agen yang ada di Laos. Di mana mereka diperbolehkan pulang, namun dengan biaya sendiri, dan tidak boleh melaporkan ke KBRI Laos.
“Jika melapor, maka nyawa mereka terancam, jadi mereka berinisiatif ke Thailand menuju KBRI Bangkok, karena posisi para korban saat ini lebih dekat ke Thailand daripada ke KBRI Laos,” ungkapnya.
Selain korban yang sudah diketahui posisinya di Thailand, saat ini ternyata masih ada empat warga Kalbar yang saat ini tidak diketahui posisi dan nasibnya di Laos, karena beberapa waktu lalu keempat orang tersebut dijual ke agen lain di Laos.