Dewan Sintang Minta Menteri ATR/BPN Berantas Mafia Tanah di Daerah Perbatasan

Konten Media Partner
14 Juli 2022 13:06 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
5
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Wakil Ketua DPRD Sintang, Heri Jambri Ketua Koperasi Lintang Batas bersama sejumlah perangkat desa perbatasan usai mediasi di Distanbun Sintang. Foto: Yusrizal/Hi!Pontianak
zoom-in-whitePerbesar
Wakil Ketua DPRD Sintang, Heri Jambri Ketua Koperasi Lintang Batas bersama sejumlah perangkat desa perbatasan usai mediasi di Distanbun Sintang. Foto: Yusrizal/Hi!Pontianak
ADVERTISEMENT
Hi!Sintang - Belasan warga dari beberapa desa perbatasan Kecamatan Ketungau Hulu menghadiri mediasi dengan PT Permata Lestari Jaya (PT PLJ) di Dinas Pertanian dan Perkebunan Kabupaten Sintang, Selasa 12 Juli 2021. Mediasi tersebut dihadiri Heri Jambri, Wakil Ketua DPRD Sintang yang juga Ketua Koperasi Lintang Batas.
ADVERTISEMENT
“Hari ini, warga Kecamatan Ketungau Hulu tepatnya Desa Idai mendapat undangan dari Distanbun Sintang untuk memfasilitasi permasalahan antara Koperasi Lintang Batas dengan PT PLJ,” ungkap Heri Jambri, Kamis, 14 Juli 2022.
Ia mengatakan, inti dari permasalahan tersebut adalah Koperasi Lintang Batas mengajukan sertifikat hak milik atas lahan plasma dengan PT PLJ. Karena dalam perjanjian awal bahwa 30 persen lahan plasma yang tidak dibayar perusahaan untuk petani. Sementara 70 persen untuk lahan inti atau disilakan untuk Hak Guna Usaha (HGU)
“Masalahnya perusahaan memaksa supaya kami memakai HGU. Makanya kami tolak. Kami kemudian mengajukan sertifikat hak milik dan telah terbit. Tapi sertifikat kami digugat ke PTUN oleh perusahaan. Sementara itu adalah lahan plasma yang sudah disepakati dengan perusahaan,” klaimnya.
ADVERTISEMENT
Di samping itu, Heri Jambri juga mengungkapkan, bahwa banyak lahan-lahan yang belum diserahkan ke perusahaan sekarang sudah menjadi HGU. Maka, Heri Jambri meminta Menteri ATR BPN yang katanya akan memberantas mafia tanah supaya melaksanakan janjinya untuk turun ke lapangan.
“Saya mau tantang Menteri ATR/BPN, apakah betul dia akan memberantas mafia tanah yang dilakukan perusahaan perkebunan khususnya di daerah perbatasan, yakni Desa Idai, Desa Sebetung Paluk, Desa Sejawak dan Desa Sekaih,” ujarnya.
Yang mana, pada saat saat ini masyarakat tidak tahu kalau lahan mereka justru masuk HGU perusahaan PLJ. Makanya pihaknya akan menggugat pemerintah khususnya BPN.
“Tapi tanpa kami gugat seharusnya Menteri ATR-BPN yang baru bertindak memberantas mafia tanah. Kenapa saya sebut mafia tanah? Masyarakat tidak menyerahkan tanah, bagaimana mereka bisa mendapat alas hak HGU? Nah di sini jelas terjadi mal administrasi. Artinya, masyarakat atau kepala desa tidak tahu menahu tapi terbit HGU. Makanya saya minta penegak hukum turun ke lapangan terhadap kejahatan yang dilakukan PT Permata Lestari Jaya ini,” jelasnya.
ADVERTISEMENT
“Maka untuk itu saya meminta kalau memang masih ada keadilan di negara ini, kalau memang betul menteri BPN akan memberantas mafia tanah atas perintah Presiden Jokowi, saya minta buktikan. Pertama lakukan pada Permata Lestari Jaya ini. Kejahatan apa yang mereka lakukan? Pencucian uang. Karena mereka mengagunkan tanah kami yang tidak diserahkan ke bank. Ini kejahatan. Kejahatan lainnya terjadi maladministrasi,” sambung Heri Jambri.
Oleh karena itu, politisi Partai Hanura ini meminta tim mafia tanah, kepala Menteri ATR-BPN turun tangan datang ke Sintang, lihat kejadiannya dan cabut semua HGU yang dilakukan oleh Kepala BPN sebelumnya.
“Tinjau ulang HGU. Jangan sakiti rakyat. Pemerintah punya program yang mulia, tapi dikhianati oknum yang tidak bertanggung jawab. Yang merugikan rakyat,” ujarnya.
ADVERTISEMENT

Lakukan Mediasi

Kepala Dinas Pertanian dan Perkebunan Kabupaten Sintang, Elisa menuturkan, bahwa dalam kasus tersebut Koperasi Lintang Batas menyatakan tidak menerima HGU di areal plasma. “Mereka meminta di lahan plasma itu modelnya sertifikat hak milik,” bebernya.
Terkait adanya masalah yang tidak sinkron dengan proses HGU, Gultom menyebut hal itu bisa saja terjadi. Untuk menindaklanjuti masalah itu, Distanbun tetap mengupayakan mediasi.
“Kita mediasi lah, karena kalau dua belah pihak saling ngotot maka ndak akan selesai masalahnya. Pada dasarnya mau lahan plasma dijadikan sertifikat atau HGU, boleh-boleh saja. Terkait perjanjian mereka dan dinamika-dinamika yang terjadi selama ini, tugas kita memediasi agar masalahnya cepat selesai,” ujarnya.
Saat pelaksanaan mediasi, kata Gultom, tidak ada Kades yang menyampaikan soal pencabutan HGU. Tapi ada salah satu Kades yang menyatakan bahwa proses HGU tidak prosedural. “Terkait hal ini, saya menyilakan mereka supaya membuat surat terkait proses yang tidak prosedural itu. Lagian kalau bicara HGU bukan di sini (Distanbun), tapi BPN,” tegasnya.
ADVERTISEMENT

Desak Cabut HGU

Sementara itu, Kades Idai, Kecamatan Ketungau Hulu, Tingsung saat diwawancarai wartawan meminta Presiden atau Kementerian ATR-BPN mencabut HGU PT PLJ di desanya.
“Karena perusahaan ini telah merampas hak masyarakat, hak kami semua, baik pribadi maupun umum. Dan janji mereka semua tidak ditepati. Banyak yang bohong, tidak sesuai dengan sosialisasi saat masuk pertama kali dahulu,” ucapnya.
Kemudian, ketika ada permasalahan langsung dibawa ke aparat penegak hukum. “Sikit-sikit lapor polisi. Sedangkan perjanjian dulu ketika masuk ke desa saya, mereka itu nanam di tanah adat. Ketika ada permasalahan di perusahaan itu, harus diurus adat, bukan diurus kepolisian,” sesalnya.
Kades Sejawak, Suwarno juga mendesak pemerintah mencabut HGU PT PLJ di Desa Sejawak. Ia juga meminta Presiden Jokowi dan Menteri ATR-BPN agar memperhatikan rakyat. Karena kurang lebih 300 hektar lahan warga Desa Sejawak masuk dalam HGU. “Tanah kami dijadikan HGU oleh PT PLJ, adat tidak tahu, kami sebagai aparat pemerintahan desa juga pun tidak tahu. Kami baru tahu tadi saat ketemu pihak perusahaan.
ADVERTISEMENT
“Tolong Pak Jokowi atau Menteri ATR-BPN, datangkan tim ke desa saya. Kalau lahan yang tidak kami serahkan namun masuk dalam HGU tidak dicabut, kami rela mati,” pintanya.