Generasi Alfa Mencari Jati Diri di YouTube

Konten Media Partner
29 Juni 2019 12:42 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Channel YouTube Ryan's Family Review berjudul "Ryan's Last Day of School Morning Routine!!!" yang saat ini telah mencapai 4.2 juta subscribers. Foto: dok Hi!Pontianak
zoom-in-whitePerbesar
Channel YouTube Ryan's Family Review berjudul "Ryan's Last Day of School Morning Routine!!!" yang saat ini telah mencapai 4.2 juta subscribers. Foto: dok Hi!Pontianak
ADVERTISEMENT
Hi!Pontianak - Pesatnya perkembangan teknologi, berdampak pula pada perubahan zaman. Hal tersebut sangat jelas terasa, khususnya pada interaksi manusia dengan teknologi yang semakin intens. Tak hanya berpengaruh kepada orang dewasa, perubahan tersebut juga berpengaruh pada anak-anak.
ADVERTISEMENT
Saat ini, bukan hal yang mengherankan, melihat balita atau generasi Alfa, sudah dengan fasihnya menonton video melalui YouTube. Bahkan banyak di antara mereka sudah berhasil membuat akun channel YouTube sendiri. Kenapa bisa begitu?
Menurut Psikolog, Ghulbuddin Himamy, balita kelahiran tahun 2010 atau generasi Alfa, lebih tertarik dan menggemari YouTube, karena mereka besar dan hidup di tengah-tengah perkembangan teknologi yang sedang berkembang pesat.
Salah satu YouTuber anak di Pontianak dengan channel YouTube D&I Happy Videos. Foto: dok Hi!Pontianak
"Karena perkembangan dan rasa ingin tahu yang besar, jangan heran, saat anak-anak lebih cepat paham dari generasi sebelumnya. Memasuki usia 9 tahun, merupakan tahapan perkembangan anak akhir. Pada masa ini, anak-anak sudah mulai masuk masa puber, dan mulai berusaha mencari jati dirinya. Nah, untuk mendapatkan sebuah pengakuan, menurut mereka (generasi Alfa), caranya adalah dengan YouTube ini. Mereka berusaha membuat konten, mendapat like, mencari subscriber, yang tujuannya adalah biar mendapatkan pengakuan dari lingkungan," papar Imam, panggilan akrabnya, saat diwawancarai Hi!Pontianak, Sabtu (29/6).
ADVERTISEMENT
Meskipun begitu, Imam menyarankan untuk para orang tua, tetap membatasi serta mengawasi anak dalam mengakses YouTube. “Karena takutnya konten-konten yang mereka buat tidak sesuai dengan umur mereka, dan nantinya akan mempengaruhi tumbuh kembang si anak,” pesannya. (hp6)