Kisah 11 Mahasiswa IPB Asal Pontianak Lakukan KKN di Desa Terpencil Kalbar

Konten Media Partner
16 September 2021 11:51 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Aktivitas msyarakat Desa Betuah, Kecamatan Terentang, Kubu Raya. Foto: Dok. Alysa
zoom-in-whitePerbesar
Aktivitas msyarakat Desa Betuah, Kecamatan Terentang, Kubu Raya. Foto: Dok. Alysa
ADVERTISEMENT
Hi!Pontianak - Kuliah Kerja Nyata (KKN) merupakan salah satu kegiatan mahasiswa yang menyenangkan dan menciptakan banyak cerita. Seperti kisah 11 mahasiswa Institut Pertanian Bogor (IPB) asal Pontianak yang melaksanakan KKN di desa terpencil dan penuh tantangan di Kalimantan Barat.
ADVERTISEMENT
Desa Betuah, Kecamatan Terentang, Kabupaten Kubu Raya, dipilih sebagai lokasi KKN. Tak banyak orang tahu bahwa di Kalbar memiliki desa terpencil dan sulit diakses.
Untuk mendapatkan informasi mengenai Desa Betuah dalam search engine, desa tersebut tidak memiliki info apapun. Bahkan untuk mencari letak lokasi dalam Google Maps pun Desa Betuah tidak terlihat jelas.
"Mendengar kondisi di Desa Betuah yang terpencil, kami memutuskan untuk melaksanakan KKN di sana selama sebulan. Info yang kami dapat hanya bersumber dari bang Jamal, warga Terentang yang juga merupakan pembimbing kami," kata Alysa, salah satu mahasiswa, kepada Hi!Pontianak, Kamis, 16 September 2021.
Alysa mengatakan, mereka harus menempuh perjalanan air menggunakan speed selama 3 jam untuk menuju Desa Betuah. Akses yang cukup sulit mulai dari tranportasi maupun sinyal, menjadikan Betuah desa terpencil yang tidak diketahui banyak orang. Untuk mencari sinyal pun harus ke hutan yang berada dekat dengan permukiman warga di tepi sungai.
Mahasiswa IPB asal Pontianak melaksanakan KKN di Desa Betuah. Foto: Dok. Pribadi
"Selain sinyal, hal yang awalnya membuat kami merasa berat untuk ke Betuah adalah ketersediaan listrik yang terbatas. Listrik di Betuah menyala hanya pada pukul 6 sore hingga pukul 10 malam dengan dibantu oleh mesin generator. Selain itu tidak ada listrik sama sekali," tambahnya.
ADVERTISEMENT
Selain itu, hanya 2 rumah dari 35 rumah warga Desa Betuah yang memiliki toilet dan kamar mandi. Sebagian besar kegiatan MCK yang dilakukan oleh warga hanya melalui jamban atau lanting. Umumnya, warga Desa Betuah hanya berprofesi sebagai buruh sawit, petani karet, dan pengolah kayu hutan.
"Kami tergerak untuk mengadakan program pembuatan toilet dan kamar mandi umum. Sekarang sudah ada toilet dan kamar mandi yang dibangun bergotong royong bersama warga serta pemuda desa. Program ini juga disponsori oleh Pemkab Kubu Raya," ungkapnya.
Lebih dari setengah penduduk Desa Betuah hanya mengenyam pendidikan hingga tingkat sekolah dasar. Masih banyak orang dewasa di desa yang belum mengenal huruf abjad. Meskipun Desa Betuah memiliki gedung sekolah SD dan SMP yang terbatas, namun belum adanya gedumg sekolah SMA/SMK.
ADVERTISEMENT
"SD hanya terdapat di RT tertentu, siswa harus menyusuri sungai ke RT lain selama 30 sampai 45 menit menggunakan kato atau perahu motor dan dapat berjalan kaki selama 1,5 jam," ujarnya.
"Pandemi sekarang, siswa hanya pergi ke sekolah 2 kali dalam seminggu dengan durasi hanya 2 jam. Jadi, mereka merasa kesulitan dengan pembelajaran. Bisa dibilang anak-anak disana pembelajarannya lebih lambat dibanding daerah lain. Pengetahuan dasar yakni pemahaman abjad, menulis, berhitung masih banyak yang belum menguasai," jelasnya.
Untuk membantu anak-anak dalam pembelajaran, Alysa dan kawan-kawan melakukan program Betuah Pintar atau bimbel yang dilaksanakan di Senin hingga Jumat untuk anak SD dan SMP. Selain itu, mereka juga mengadakan program pendidikan al quran (TPA) untuk memperkuat pemahaman agama mereka, terutama dalam hal salat dan mengaji.
Permukiman warga Desa Betuah. Foto: Dok. Alysa
Sesekali mereka memberikan cerita sejarah nabi dan sahabat, materi adab keseharian, ataupun tanya jawab keislaman. Selain itu, Alysa dan kawan-kawan juga mengadakan program mini workshop Ms. Office untuk memberikan pemahaman mengenai teknologi, terutama laptop dan cara pengoperasiannya kepada warga Desa Betuah.
ADVERTISEMENT
Warga Desa Betuah juga memiliki kebiasaan selalu membuang sampah ke sungai dengan alasan tidak mau repot. Melihat kebiasaan buruk warga, Alysa dan kawan-kawan membangun bak sampah organik dan non organik. Bak sampah ini adalah bak sampah pertama yang ada di Desa Betuah.
Kebersihan atau sanitasi menjadi masalah yang mendasar di Desa Betuah. Umumnya, penyakit yang menjangkit warga adalah penyakit kulit seperti bisul. Terkait kesehatan, hampir setengah dari populasi anak-anak tidak imunisasi dengan alasan para orang tua khawatir dengan efek samping imunisasi.
"Jadi memang masyarakat butuh pencerdasan tentang imunisasi. Untuk itu kami membuat program lain seperti pembuatan kebun gizi dan kompos, pendataan kesehatan, pemetaan wilayah, pembuatan dokumenter, perpustakaan mini, serta program2 internalisasi bersama warga," tuturnya.
ADVERTISEMENT
Alysa mengatakan, saat malam perpisahan di Desa Betuah, salah satu orang tua mengatakan kepada Alysa dan kawan-kawan bahwa anaknya sudah bisa hafal huruf abjad, huruf hijaiyah, dan bisa menghafal surah-surah, serta semangat memiliki semangat untuk belajar.