Kisah Nelayan Pulau Lemukutan, Pelihara dan Panen Rumput Laut

Konten Media Partner
17 Juli 2019 10:21 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Rabuli menjemur rumput laut di dermaga Teluk Surau, Pulau Lemukutan, Kalimantan Barat. Foto: Teri.
zoom-in-whitePerbesar
Rabuli menjemur rumput laut di dermaga Teluk Surau, Pulau Lemukutan, Kalimantan Barat. Foto: Teri.
ADVERTISEMENT
Hi!Pontianak - Nelayan bernama Rabuli, sudah belasan tahun lalu melestarikan dan memanen rumput laut di Teluk Surau, Pulau Lemukutan, Kalimantan Barat. Ketika ditemui pada Minggu (14/7), misalnya, ia nampak sedang menjemur rumput laut di dermaga.
Saat dijemur, rumput laut akan berubah warna menjadi biru lalu cokelat kekuningan. Foto: Teri.
Rabuli mengatakan, memanen rumput laut biasanya dilakukan setiap dua bulan sekali, atau kurang lebih setiap 43 hari. Saat memanen rumput laut, dirinya dibantu oleh anak dan istrinya.
ADVERTISEMENT
Rumput laut itu dijemur Rabuli di dermaga. Terlihat ada dua warna yang berbeda dari rumput laut tersebut, berwarna biru keabu-abuan dan cokelat atau krem. Rabuli menjelaskan, awalnya rumput laut tersebut berwarna hijau. Rumput laut akan berwarna biru setelah dijemur. Sedangkan rumput laut yang berwarna cokelat atau krem, adalah rumput laut yang sudah kering.
Rabuli selalu memisahkan bibit rumput laut saat panen, untuk menjaga kelestariannya. Foto: Teri.
Rabuli mengatakan, proses memproduksi rumput laut hingga menjadi produk yang siap edar, dimulai dari setelah memanen di tambak bambu. Rumput laut tersebut dibersihkan lendir dan kotorannya. Setelah itu rumput laut dijemur hingga berubah warna menjadi cokelat dan mengering. Proses penjemuran memakan waktu 3 hari.
"Biasanya sih kita jemur itu 3 hari lah, cukup. Cuma ya tergantung dari cuacanya lagi. Kalau panas, ya bakal cepat kering," kata Rabuli, dengan logat Melayu Sambas.
Tambak rumput laut milik Rabuli. Foto: Teri.
Untuk melestarikan rumput laut di Pulau Lemukutan, Rabuli menceritakan bahwa setiap memanen rumput laut tersebut, dirinya selalu menyisihkan bibit dari rumput laut yang dipanennya, dan dipindahkan ke sebuah tambak lain.
ADVERTISEMENT
Dirinya menceritakan, ekosistem rumput laut di Pulau Lemukutan masih bagus, karena rumput laut yang dia tanam adalah jenis yang memang hidup di air asin.
"Kalau perbedaan dari rumput laut lainnya, di Pulau Lemukutan airnya bagus, ya sesuai dengan pertumbuhan rumput laut. Jadi ini memang rumput laut yang cocok dengan kadar air di sini. Tapi kalau ada air merah (air lumpur) dari kota yang dibawa dengan kapal, terkena rumput laut, maka dia akan tidak sehat. Karena kan itu air payau," jelas Rabuli.
Rumput laut yang sudah mengering. Foto: Teri/Hi Pontianak
Rabuli mengatakan, rumput laut tersebut dijual berkisar Rp 9.000 per kilogram rumput laut kering. Biasanya, rumput laut tersebut diproduksi kembali menjadi produk kosmetik, agar-agar, manisan, obat, lapisan luar kapsul, dan masih banyak lainnya.
ADVERTISEMENT
"Jadi memang di pulau ini sudah ada penampungnya. Tapi kalau untuk penampung terbesar itu dari daerah Lampung," kata Rabuli. (hp8)