Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.92.0
Konten Media Partner
Kisah Pemuda Asal Kalbar yang Ikut Merobek Bendera Belanda di Surabaya
16 Agustus 2021 11:35 WIB
·
waktu baca 4 menitADVERTISEMENT
Hi!Pontianak - Almarhum Ya` Syarif Umar, nama itu tak begitu familiar di masyarakat Kalimantan Barat. Padahal ia adalah eksponen angkatan 45, sekaligus legiun veteran Republik Indonesia (LVRI), serta purnawirawan TNI.
ADVERTISEMENT
Tak hanya punya andil untuk Kalimantan Barat, Ya` Syarif juga punya andil kolektif di tingkat nasional. Tokoh pejuang ini merupakan salah satu orang yang ikut secara kolektif membidani kelahiran TNI Angkatan Laut (AL) melalui BKR (Badan Keamanan Rakyat) pasca-Indonesia Merdeka.
Ya' Syarif lahir di Ngabang, Landak 12 Desember 1924. Semula ia sekolah di Overgangschool di Ngabang, kemudian melanjutkan ke Pendidikan Guru Sekolah Rakyat (PGSR). Kedatangan tentara Jepang tahun 1941 memaksa ia berhenti.
Namun di awal 1942, saat Jepang berkuasa, Ya' Syarif justru ikut pendidikan militer laut (Kaiinyo Saijo) di Makassar (Sulawesi Selatan). Kelak, Ya' Syarif menjadi perwira militer AL.
Tahun 1944, saat ditempatkan militer Jepang di Pare-pare, Ya' Syarif mengajak sejumlah pemuda untuk berjuang ke pulau Jawa. Sebelumnya ia memang telah mendengar desas-desus dari orang Jepang sendiri adanya gerakan kemerdekaan Indonesia.
ADVERTISEMENT
Maka menjelang Agustus 1945, dengan menumpang kapal dagang Bugis, Ya' Syarif bersama beberapa temannya, berlayar menuju Pelabuhan Tanjung Perak, di Surabaya (Jawa Timur).
Tiba di Surabaya, Ya' Syarif pun mengabungkan diri dengan para pemuda yang bergerak di Angkatan Laut. Dan kemudian mereka pun bermufakat membentuk apa yang dinamakan BKR Laut, cikal bakal TNI Angkatan Laut.
Jadi Ya' Syarif Umar ikut terlibat di situ. Itu tahun 1945, pasca-Kemerdekaan, dan Ya' Syarif juga termasuk satu di antara pelaku sejarah peristiwa perobekan warna biru bendera Belanda yang berkibar di Hotel Yamato, Surabaya.
Pasca-Kemedekaan, Bung Karno memerintahkan bendera Merah Putih untuk dikibarkan, termasuk di puncak Hotel Yamato, yang di masa Hindia Belanda bernama Hotel Oranje. Saat ini bernama Hotel Majapahit.
ADVERTISEMENT
Awalnya memang merah putih yang berkibar. Namun pada 18 September 1945, berubah menjadi bendera Belanda, merah, putih dan biru. Serdadu Belanda bernama Ploegman adalah orang yang mengibarkan bendera tiga warna itu.
Ploegman yang begitu angkuh, begitu arogan, oleh pemuda Aya Syarif Umar bersama kawan-kawannya yang lain, Ploegman ini dikeroyok hingga mati.
Insiden itu kemudian menyulut api konflik yang lebih besar, dan puncaknya terjadi peristiwa 10 November 1945. Heroisme tentara dan arek-arek Suroboyo dalam mempertahankan kemerdekaan Indonesia, kemudian dikenal dengan Hari Pahlawan.
Ya' Syarif Umar bersama dua putra Kalimantan Barat lainnya, yaitu Imran atau Ya' Muran Saiyan, dan Abdul Murat atau Badung, ikut dalam kancah revolusi di pulau Jawa.
Usai peristiwa Surabaya, Ya' Syarif Umar meneruskan karir militernya di TNI AL. Antara tahun 1945 sampai 1949, ia keluar masuk hutan bergerilya, serta ikut memadamkan pemberontakan PKI di Madiun.
ADVERTISEMENT
Penghujung tahun 1950 saat Republik Indonesia Serikat, Ya' Syarif Umar adalah orang yang menyatakan kecewa. "Mengapa kita menerima bentuk serikat, yang ketika itu masih ada antek-antek eks kolonial ikut di dalamnya," ungkapnya.
Pada tahun itu juga, Ya' Syarif mengundurkan diri dari kemiliteran, dan selanjutnya aktif di bidang sosial kemasyarakatan. Ya' Syarif wafat tahun 1998 dan dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Dharma Patria Jaya di Kecamatan Sungai Raya, Kabupaten Kubu Raya.
Meskipun pernah menjadi pejabat negara, namun Ya` Syarif lebih memilih hidup sederhana. Hal itu merupakan prinsip dalam hidupnya yang dipegang teguh hingga akhir hayatnya.
Ada dua sikap hidup yang selalu beliau dengungkan, yang pertama hidup sederhana tapi berpikir luhur, dan kedua perjuangan adalah ibu dan bapak dari segala-galanya.
ADVERTISEMENT
Semasa hidupnya, almarhum Ya' Syarif Umar pernah memelopori berdirinya asrama KPMKB di Jogjakarta. Dulu, rumah tersebut ia rebut dari militer Belanda di sana.
Ia juga salah satu penggagas perguruan tinggi di Kalbar. Ya' Syarif Umar mendorong para tokoh merencanakan sebuah universitas, dan lahirlah Universitas Daya Nasional pada tahun 1959, yang merupakan cikal bakal Universitas Tanjungpura.
Sempat menjadi anggota MPRS RI 1960-1972, anggota DPRD Kalbar 1972-77 dan 1977-82. Ia juga mendorong dibangunnya RSUD, dan mengusulkan agar nama dr Sudarso, diabadikan untuk rumah sakit tersebut, dan akhirnya dikabulkan, menjadi RSUD dr Sudarso.
* Penulis Syafaruddin Dg Usman, peminat sejarah di Pontianak