Kisah Pilu Keluarga Lena di Kalbar yang Tinggal di Gubuk Derita

Konten Media Partner
11 Oktober 2019 14:01 WIB
comment
7
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Gubuk tak berpintu yang ditinggali oleh Lena bersama suami dan empat anaknya di Jalan Selat Panjang II, Gg Kelompok Tani, Kelurahan Mega Timur, Kecamatan Sungai Ambawang, Kubu Raya, Kalbar. Foto: Teri/Hi!Pontianak
zoom-in-whitePerbesar
Gubuk tak berpintu yang ditinggali oleh Lena bersama suami dan empat anaknya di Jalan Selat Panjang II, Gg Kelompok Tani, Kelurahan Mega Timur, Kecamatan Sungai Ambawang, Kubu Raya, Kalbar. Foto: Teri/Hi!Pontianak
ADVERTISEMENT
Hi!Pontianak - Satu keluarga di Kabupaten Kubu Raya, Kalimantan Barat, terpaksa tinggal di gubuk tak berpintu. Mirisnya, gubuk tersebut berada di atas lahan pinjaman, tepatnya di Jalan Selat Panjang II, Gg Kelompok Tani, Kelurahan Mega Timur, Kecamatan Sungai Ambawang.
ADVERTISEMENT
Lena bersama suami dan empat anaknya hidup serba kekurangan. Gubuk mereka juga terbilang jauh dari permukiman warga.
Saat dikunjungi, Lena mengatakan, keluarganya sudah 2 bulan tinggal di gubuk tersebut. Sebelumnya, ia memang sempat tinggal di rumah mertuanya.
Lena tak mampu menahan kesedihannya saat menceritakan kehidupan keluarganya. Foto: Teri/Hi!Pontianak
"Sebelumnya saya tinggal di rumah mertua, terus dijual jadi saya ndak punya tempat tinggal. Jadi saya numpang di sini, tanahnya punya teman suami saya, katanya bayarnya nanti kalau sudah ada duitnya. Pakai kayu beginilah. Ini bangun sendiri, seng juga dikasi orang bekas kandang ayam," kata Lena dengan raut sedih, Jumat (11/10).
Lena tak mampu menahan air matanya menceritakan kisah pilu yang dialami keluarganya. Bahkan, saat hujan turun mereka harus menadah air dengan baskom dan berkumpul mencari bagian gubuk yang tidak basah terkena hujan.
ADVERTISEMENT
"Ini kalau hujan bocor, kalau bocor kita tadah pakai ember, ada yang duduk di posisi yang tidak kena hujan. Kita mepet kumpul," ungkapnya.
Kondisi tempat tinggal Lena dan keluarganya dalam gubuk tak berpintu. Foto: Teri/Hi!Pontianak
Sejak 10 tahun terakhir, Lena beserta keluarganya mulai memeluk agama islam. Sehari-hari, Lena menjual sayur keliling komplek. Sedangkan sang suami kerja serabutan.
Keterbatasan ekonomi membuat anak pertamanya putus sekolah karena tidak ada biaya. "Keseharian saya biasa jualan pakis, ambil dari hutan sini jual ke sekolah-sekolah dan warga-warga perumahan. Biasa dapatnya Rp 20 ribu. Tadi pagi dapatnya cuma Rp 10 ribu. Jual ubi ndak ada yang laku karena jual setiap hari, ambil di kebun nenek. Ini Bapak (suami) lagi keluar, nyari kerja," tutur Lena.
"Anak yang pertama berhenti sekolah pas kelas 5 SD umurnya sekarang umurnya 15 tahun. Anak kedua masih sekolah kelas 1 SMP, umurnya 14 tahun, ketiga umur 5 tahun lebih dan yang keempat umurnya 1 tahun lebih," timpal Lena.
ADVERTISEMENT
Saat ini, Lena dan anak keduanya sedang sakit. Ia mengatakan, sempat pulang dari rumah sakit karena tidak ada biaya. "Saya sudah 6 hari BAB, disuruh nginap di rumah sakit, saya ndak ada biaya jadinya saya mau pulang, terus disuruh pulang lah," jelasnya.
Gubuk yang ditinggali Lena bersama suami dan empat anaknya sering bocor bila turun hujan. Foto: Teri/Hi!Pontianak
"Ini anak yang kedua, Elan namanya, sakit sudah 2-3 hari demam. Dulu dia pernah jatuh dari sepeda, ketimpa kayu karena kondisinya kita ndak punya uang, ndak dibawa ke dokter. Cuma minum obat biasa, sekarang kalau kena hujan sedikit, panas demam dia," beber Lena.
Selama tinggal di gubuk tersebut, Lena mengaku belum ada bantuan dari pemerintah. Ia berharap, agar pemerintah bisa membantu keluarganya.
"Bantuan belum ada, dari kelurahan belum juga, kalau bantuan dulu ada di Siantan. Saat pindah ke sini belum ada, belum lapor juga. Kalau saya sih tidak berani harap banyak, saya hanya ingin anak saya bisa sekolah, BPJS atau bantuan untuk anak saya jualan. Saya ndak mau anak saya jadi kayak saya buta huruf kalau tidak sekolah," pungkas Lena.
ADVERTISEMENT