Konten Media Partner

Kisah Sugeng, Tujuh Tahun Berburu Potret Orang Utan di Kalimantan

20 Agustus 2019 12:22 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Sugeng Hendratno, seorang fotografer senior di Pontianak, yang fokus pada fotografi wildlife dan budaya. Foto: dok Hi!Pontianak
zoom-in-whitePerbesar
Sugeng Hendratno, seorang fotografer senior di Pontianak, yang fokus pada fotografi wildlife dan budaya. Foto: dok Hi!Pontianak
ADVERTISEMENT
Hi!Pontianak - Mengenang kisah Sugeng Hendratno, seorang fotografer senior di Pontianak. Kecintaannya terhadap fotografi dan satwa liar membuat dirinya fokus untuk mengejar bidikan dari lensa kamera miliknya untuk memotret satwa liar yang hampir punah. Hingga kurang lebih tujuh tahun, Sugeng baru berhasil memotret orangutan.
ADVERTISEMENT
Kerabat dekat Sugeng, Victor Videlis, menceritakan bahwa sebelum menjadi fotografer, Sugeng menggeluti dunia lukis. Pada saat itu permintaan lukisan cukup tinggi hingga dapat mencukupi biaya kehidupannya.
Namun, seiring berjalannya waktu, hingga perkembangan zaman mulai berubah, Sugeng melihat peluang di dunia fotografi. Sejak 25 tahun lalu, akhirnya Sugeng fokus pada dunia fotografi, menurutnya melukis dan memotret adalah sesuatu yang sama, hanya pengembangannya dan medianya saja yang berbeda.
Sugeng dikenal sebagai fotografer Wildlife dan Budaya, dirinya pernah hingga tujuh tahun berburu potret orangutan yang hampir punah dari habitat aslinya. "Babeh (panggilan akrab) banyak ikut NGO, ini sebagai media dia supaya bisa dekat dengan alam. Karena kita tahu sangat sulit untuk bisa motret di alam, ke hutan pedalaman, salah satu cara ya ikut NGO ini," kata Victor kepada Hi!Pontianak, Senin (19/8) malam.
Foto orangutan yang diprotret langsung di habitat aslinya oleh Sugeng Hendratno. Foto: dok Hi!Pontianak
Kecintaannya terhadap fotografi dan satwa endemik, membuat Sugeng terus berupaya merekam sejarah agar hewan tersebut dapat terdokumentasi melalui fotografi. Menurut cerita Victor, saat mengikuti project orangutan, tentunya ada masyarakat adat yang juga menjadi prioritas Sugeng.
ADVERTISEMENT
"Selain memotret, dia juga berkontak sosial dengan masyarakat adat di sekitar, itu juga jadi target dia, bahwa dia bisa membuat cerita tentang wildlife dan lingkungan sekitarnya. Babe juga seorang aktivis lingkungan, karena dari kecintaannya terhadap wildlife dia jadi salah satu inspirasi teman-teman fotografer, supaya kita harus peka terhadap lingkungan. Kalau lingkungan kita hancur apa yang akan kita foto," ungkap Victor.
Yang melatarbelakangi Sungeng berupaya untuk memotret orangutan hingga tujuh tahun karena, hewan tersebut sudah cukup langka dan hampir punah. Banyak upaya yang harus dilakukan seperti survive di hutan, fisik yang kuat hingga beradaptasi dengan masyarakat adat di sana. Tak mudah untuk memotret di habitat asli, Sugeng sering mengaitkan pada faktor keberuntungan.
ADVERTISEMENT
"Babe sering cerita kenapa dia bisa sampai tujuh tahun baru bisa memotret orangutan, ini faktor keberuntungan, lucky, itu yang sering dia sebutkan. Bagaimana kita bisa survive di hutan. Misalnya saya waktu pertama masuk ke habitat asli, bisa langsung dapat. Terus ada juga mahasiswa skripsinya tentang orangutan, sampai skripsinya selesai dia tidak pernah ketemu orangutan di habitat aslinya itu," kata Victor.
Potret Badak Kalimantan yang berhasil diambil oleh Sugeng Hendratno. Foto: dok Hi!Pontianak
Bukan hanya orangutan, menurut cerita Victor, Sugeng juga pernah fokus untuk memotret Badak Kalimantan yang hampir punah, tepatnya pada tahun lalu. Dirinya berupaya ingin menjadi orang pertama yang memotret Badak Kalimantan, hingga membutuhkan waktu enam tahun untuk menemukan Badak Kalimantan di habitat aslinya.
"Project terkahir Babe itu dia fokus ke Badak Kalimantan. Memang selalu dia ucapkan, 'aku harus dapat Badak Kalimantan dan harus jadi orang pertama yang memotretnya'. Dan realitanya benar. Fotografer Kalimantan yang memotret pertama Badak Kalimantan itu Pak Sugeng, walaupun badaknya ada di Kalimantan Timur," ujar Victor.
ADVERTISEMENT
Sugeng meninggal dunia pada 19 Juli 2019. Ia mewariskan ratusan karya foto tentang, budaya, dan fauna khas Kalimantan Barat. (hp8)