Melihat Lebih Dekat Keris Sapukala, Hasil Asimilasi Budaya Melayu-Bugis

Konten Media Partner
24 Oktober 2021 15:22 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Keris Sapukala, yang merupakan asimilasi budaya Melayu-Bugis. Foto: Lydia Salsabila/Hi!Pontianak
zoom-in-whitePerbesar
Keris Sapukala, yang merupakan asimilasi budaya Melayu-Bugis. Foto: Lydia Salsabila/Hi!Pontianak
ADVERTISEMENT
Hi!Pontianak - Keris menjadi salah satu peninggalan tak ternilai milik bangsa Indonesia. Dahulu, menurut legenda, keris sering digunakan sebagai alat dalam perang antarkerajaan, sekaligus dalam acara ritual. Namun kini keris banyak digunakan sebagai pelengkap dalam busana, dan koleksi pameran di museum.
ADVERTISEMENT
Keris Sapukala misalnya. Keris khas suku Bugis ini merupakan salah satu senjata tikam, yang biasanya digunakan untuk bertarung. Sapukala memiliki arti (Sapu Rata). Simbol kejujuran (alempureng), perkataan benar (ada tongeng), dan ketegasan (agettengen).
Rian Heriyanto, salah satu kolektor keris di Pontianak, mengatakan, keris sapukala Bugis juga merupakan salah satu ciri keris khas Melayu Kalbar. Hal itu diakibatkan oleh proses asimilasi yang terjadi pada dua kebudayaan tersebut.
“Sapukala atau sepokal, memang ciri khas keris melayu Kalimantan Barat, daerah pesisir. Bugis dengan Melayu itu, ada keris orang Melayu sama anatominya dengan keris Bugis. Persamaan ini, ternyata disebabkan oleh asmiliasi kebudayaan. Jadi keris Bugis itu berasimilasi sebagian dengan kerisnya orang Melayu. Demikian juga Bima dan Lombok, sehingga kalau ada pameran keris, kita bisa lihat itu (persamaannya),” lanjutnya.
Pameran pusaka yang digelar di Kafe Canglai Pontianak menampilkan sejumlah senjata pusaka. Foto: Lydia Salsabila/Hi!Pontianak
Rian memiliki keris sapukala yang diperkirakan telah berusia hampir 200 tahun. Keris tersebut ia dapat dari kenalannya di Kuala Karang, Kubu Raya, Kalbar. Menurut penuturnya, keris tersebut pernah menikam seseorang.
ADVERTISEMENT
"Ini keris punya histori tersendiri. Dulu digunakan untuk berkelahi atau memperebutkan suatu masalah, yang tidak bisa diselesaikan. Keris ini pernah menikam satu orang. Setelah itu oleh pemiliknya, keris dibawa pulang dan tidak disarungkan. Ia sarungkan ke tanah selama kurang lebih 8 tahun," tuturnya.
Sebelum meninggal, pemilk asli keris tersebut menceritakan kepada anaknya, bahwa ia ada menanam sebuah keris, setelah membunuh seseorang, di sebuah pohon. Saat anaknya mengambil bilah tersebut kondisi (keris) dalam keadaan berkarat, dan tidak dirawat. Sebagai kenalan dekat yang juga kolektor keris, Rian mencoba untuk membersihkan dan merawat keris tersebut.
Sejumlah senjata ditampilkan dalam pameran pusaka di Kota Pontianak. Foto: Lydia Salsabila/Hi!Pontianak
"Lumayan lama juga membersihkannya. Ada sekitar 1 minggu. Itupun masih kelihatan karatnya. Mau hati-hati juga. Saya bukan pemimpin aslinya. Kebetulan saya kenal dengan beliau, cucunya itu. Setelah pameran ini, kami akan kembalikan, karena ini keris turun temurun," ungkapnya.
ADVERTISEMENT
Jika dilihat secara lebih dekat, memang keris tersebut tampak sudah berkarat di bagian bawah, dekat ganggannya. Selain itu, keris yang memiliki panjang sekitar 30 centimeter ini, memiliki bilah yang cukup tipis, tidak terlalu tebal.
Selain keris sapukala, ada beberapa jenis keris yang Rian bawa dalam kegiatan pameran pusaka di Canglai Kopi pada, Minggu 24 Oktober 2021. Di antaranya keris-keris khas Melayu-Bugis, hingga keris nogo primitif era Majapahit.
Keris di Kalimantan Barat banyak yang merupakan hasil asimilasi budaya Melayu dan Bugis. Foto: Lydia Salsabila/Hi!Pontianak
Perhelatan pameran pusaka tersebut digelar dalam rangka Milad Milad MBPC (Melayu Bugis Parewabessi Club) ke-2 tahun dan HUT ke 250 Kota Pontianak. Sekitaran 75 barang pusaka berupa keris maupun tombak, dipajang pada pameran tersebut.