Melihat Peradaban Islam di Sambas, Bumi Serambi Makkah Kalimantan Barat

Konten Media Partner
30 April 2021 10:40 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Keraton Alwatzikhobillah merupakan pusat dari pemerintahan Kesultanan Sambas di Kalimantan Barat. Foto: Teri/Hi!Pontianak
zoom-in-whitePerbesar
Keraton Alwatzikhobillah merupakan pusat dari pemerintahan Kesultanan Sambas di Kalimantan Barat. Foto: Teri/Hi!Pontianak
ADVERTISEMENT
Hi!Pontianak - Masuknya ajaran Islam di Sambas membutuhkan proses yang panjang. Islam dinobatkan sebagai agama di kerajaan Sambas pada 10 Zulhijah, atau 9 Juli 1632, yang dibawa oleh Raja Sulaiman. Namun ajaran Islam kian berkembang pesat pada erav sultan ke-13, yakni Sultan Muhammad Tsyafiuddin II.
ADVERTISEMENT
Sultan Muhammad Tsyafiufdin II merupakan Sultan Sambas yang ke-13, yang memerintahkan kewenangan di Kerajaan Sambas pada tahun 1866 hingga 1922.
Sekertaris Kesultanan Sambas, yang juga Kepala Bidang Kebudayaan Kabupaten Sambas, Uray Riza Fahmi, mengungkapkan, masuknya Islam ke Sambas, menurut catatan sementara, ajaran agama Islam dibawa oleh Raja Tengah.
Dokumentasi foto para sultan yang memimpin kerajaan Sambas. Foto: Teri/Hi!Pontianak
“Itu putra kedua Sultan Brunai yang ke-9. Raja Tengah itu diangkat sebagai Sultan Sarawak pertama dan terakhir. Dia memerintah di Sarawak, kemudian dia berlayar. Mau pulang, terdampar di Sukadana. Menikahlah di sana, dan dia dikarunai 5 putra, salah satunya Raja Sulaiman,” jelas Riza, Kamis, 29 April 2021.
Riza mengatakan, Raja Tengah selama di Sukadana menuntut agama Islam, sehingga Raja Sukadana saat itu masuk Islam. Setelah menikah, dia berlayar ke Sambas, dan pada saat itu, kata Riza, Sambas masih memeluk agama Hindu yang dipimpin Ratu Sepudak.
ADVERTISEMENT
“Beliau mendirikan sebuah desa, sekarang disebut Kota Bangun. Di situ mereka membangun masjid, yang sampai sekarang disebut surau Raja Sulaiman. Itu yang masuk pertama dari Raja Tengah,” ucapnya.
Raja Sulaiman, pada saat itu dijodohkan dengan anak bungsu dari Ratu Sepudak, dan akhirnya mereka menikah. “Waktu itu Sambas kerajaan Hindu, berada di Kota Lama. Raja Sulaiman menyebarkan agama Islam, namun bertentangan dengan adik Ratu Anom Kesuma Yuda, sehingga terjadi bentrok, dan Raja Sulaiman kembali ke Sarawak. Tapi dia ditahan oleh petinggi, lalu dibawalah dia ke Subah,” ungkapnya.
Makam Sultan Muhammad Tsyafiuddin II. Foto: Teri/Hi!Pontianak
Riza mengatakan, perkembangan ajaran Islam itu memang dibawa oleh kerajaan. Pada masa Sultan Muhammad Tsyafuddin inilah mereka yang punya ilmu agama tinggi diberikan tugas untuk menyebarkan agama Islam hingga ke pelosok-pelosok.
ADVERTISEMENT
“Pada 2019 kemarin kita melakukan penelitian di daerah Tangaran, Kampung Merabuan, kami menemukan nisan itu bercorak Aceh, kita tanya pakar nisan di Aceh, ternyata nisan tersebut dari abad 13 hingga 15. Jadi asumsi saya kemarin Islam dibawa Raja Tengah, jadi bergeser. Bahwa masuknya Islam ke Sambas bukan di abad 16, ternyata jauh sebelum itu Islam sudah masuk,” jelasnya.
“Cuma siapa yang membawa agama Islam ke Sambas, belum kita riset, karena di nisan itu tak ada namanya. Nisan itu peralihan zaman Hindu ke Islam, dan tidak ada kaligrafinya, hanya pola tertentu dan bentuk sederhana. Jadi masuknya Islam dulu atau Hindu dulu baru Islam, masih belum diketahui,” lanjutnya.
Masjid Jami Kesultanan Sambas. Foto: Teri/Hi!Pontianak
Riza juga mengungkapkan, beberapa bukti peninggalan sejarah pada Kerajaan Sambas, di antaranya adalah keraton, dan masjid agung Sambas. Selain itu ada juga benda-benda pusaka seperti tombak, meriam lele (meriam kecil), sejata, tempayan keramik, dan lain sebagainya.
ADVERTISEMENT