Mengenal 'Ngayau', Tradisi Berburu Suku Dayak

Konten Media Partner
17 Oktober 2019 19:03 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
14 tengkorak yang disimpan dalam Palak Kaba' atau rumah tengkorak di Landau Kodah, Sekadau, Kalbar. Foto: Dina Mariana/Hi!Pontianak
zoom-in-whitePerbesar
14 tengkorak yang disimpan dalam Palak Kaba' atau rumah tengkorak di Landau Kodah, Sekadau, Kalbar. Foto: Dina Mariana/Hi!Pontianak
ADVERTISEMENT
Hi!Pontianak - Di Desa Landau Kodah, Kecamatan Sekadau Hilir, Kabupaten Sekadau, Kalimantan Barat, menyimpan 14 tengkorak manusia yang biasa disebut warga setempat sebagai Palak Kaba. Konon, tengkorak-tengkorak tersebut merupakan hasil Ngayau masyarakat Dayak zaman dahulu.
ADVERTISEMENT
Juru Kunci Rumah Palak Kaba’, Anong menuturkan, Ngayau layaknya berburu mencari kepala untuk menandakan keberanian seseorang kala itu. Dahulu, jika seorang laki-laki ingin berkeluarga maka kepala menjadi persembahan untuk menikahi si perempuan.
Kepala Desa Lnadau Kodah dan Juru Kunci Palak Kaba'. Foto: Dina Mariana/Hi!Pontianak
“Kalau dia mau berkeluarga disuruh Ngayau. Kalau sudah dapat kepala baru bisa beristri. Itu cerita orang tua dulu, kalau sekarang sudah tidak ada,” ucap Anong, Kamis (17/10).
Ketua Dewan Adat Dayak (DAD) Kabupaten Sekadau, Welbertus Willy, mengatakan Ngayau merupakan salah satu kebiasaan yang dilakukan masyarakat Dayak zaman dahulu. Ngayau menjadi penanda, apabila seseorang bisa mempersembahkan kepala manusia dianggap sebagai pahlawan di kampung itu.
Welbertus Willy, Ketua DAD Kabupaten Sekadau
“Kalau yang bujang biasanya sering Ngayau, sebelum menikah dipersembahkanlah kepala orang untuk calon istrinya. Tapi ada juga yang tidak (Ngayau). Saat itu agama belum masuk,” ungkap Willy kepada Hi!Pontianak.
ADVERTISEMENT
Willy mengatakan, zaman sekarang masih ada yang menyimpan kepala-kepala (tengkorak) sisa Ngayau itu. Ia pun memastikan, bahwa tengkorak-tengkorak itu sudah berumur lebih dari 125 tahun.
Beberapa diantara tengkorak itu berukuran sangat besar dibandingkan dengan lainnya. Foto: Dina Mariana/Hi!Pontianak
"Sudah pasti itu, karena sejak 125 tahun lalu sudah tidak ada lagi Ngayau. Ngayau sudah dihentikan," bebernya.
Ngayau dihentikan setelah adanya kesepakatan damai pada tahun 1894 lalu di Tumbang Anoi, Kalimantan Tengah. Pada zaman Belanda masa itu, tokoh-tokoh, pengayau-pengayau, panglima-panglima Dayak berkumpul dari berbagai sub suku yang ada di Kalimantan.
"Saat itu dibuat kesepakatan, saya ambil inti dari poin-poin kesepakatan itu, di antaranya berhenti Ngayau serta tidak ada lagi sistem perbudakan. Poin yang sangat penting dari kesepakatan itu adalah berhenti saling membunuh atau Ngayau," kata Willy.
ADVERTISEMENT
Willy mengatakan, mulai sejak itu tidak ada lagi Ngayau. Hal itu diwujudkan dengan dibuatnya patung di Tumbang Anoi yang ditandatangani panglima-panglima Dayak dan disaksikan oleh Belanda.
"Tidak ada lagi Ngayau. Sejak saat itu orang-orang fokus bekerja, kita adalah saudara," tukas Willy.