Konten Media Partner

Mengenal Sosok dr. Rubini, Dokter dari Kalbar yang Jadi Pahlawan Nasional

4 November 2022 11:03 WIB
ยท
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
dr. Raden Rubini Natawisastra dianugerahi gelar pahlawan nasional. Foto: Dok. Istimewa
zoom-in-whitePerbesar
dr. Raden Rubini Natawisastra dianugerahi gelar pahlawan nasional. Foto: Dok. Istimewa
ADVERTISEMENT
Hi!Pontianak - Pemerintah akan menganugerahkan gelar pahlawan nasional kepada lima tokoh yang dipilih berdasarkan usulan masyarakat pada 7 November 2022 mendatang di Istana Negara. Salah satu penerima gelar pahlawan nasional adalah dr. Raden Rubini Natawisastra.
ADVERTISEMENT
Sebelumnya, dr. Raden Rubini Natawisastra diusulkan oleh Pemerintah Provinsi Kalimantan Barat bersama Kongres Wanita Indonesia (Kowani) sebagai pahlawan nasional pejuang kemanusiaan dan kemerdekaan Indonesia.
Melansir dari situs resmi RSUD dr. Rubini Mempawah, dr. Raden Rubini Natawisastra merupakan seorang dokter berasal dari tanah Sunda yang menetap di Kalimantan Barat dan mengabdi selama 17 tahun. Selain sebagai dokter, Rubini Natawisastra juga merupakan pemimpin partai politik pada masanya dan memberikan perjuangannya demi cita-cita kemerdekaan Indonesia melawan penjajah di daerah Kalimantan Barat.
Tahun 1930, ia menyelesaikan pendidikan di sekolah kedokteran Stovia Jakarta dan menyandang gelar dokter. Setelah itu, pada tahun 1934 Rubini pindah ke Kalimantan Barat dan ditempatkan di Pontianak sebagai Kepala Kesehatan Pontianak.
ADVERTISEMENT
Selama menetap di Pontianak, dr. Rubini pernah membentuk suatu kelompok para cendekiawan sebagai wadah memupuk jiwa patriotisme dan nasionalisme.
Bahkan pada tahun 1939, dr. Rubini dan rekannya itu masuk dalam daftar pengurus Parindra (Partai Indonesia Raya) Kalimantan Barat. Khususnya dr. Rubini, selain sebagai pemimpin rakyat, dikenal juga sebagai tokoh yang berusaha meningkatkan kesejahteraan dan perlindungan terhadap ibu dan anak.
Dia ingin menurunkan angka kematian ibu dan anak saat melahirkan yang kerap terjadi di praktik bidan tradisional (dukun beranak). Oleh sebab itu, selain membuka praktik kedokteran umum di rumahnya di Landraad Weg (kini Jalan Jenderal Urip Pontianak), ia juga membuka praktik kebidanan dengan ditangani bidan bersertifikat.
Rubini juga dikenal sebagai dokter yang rendah hati dan tanpa pamrih. Pasien tidak mampu dapat membayar dengan apa pun, seperti hasil bumi, kelapa, dan ayam bahkan sering juga digratiskan.
ADVERTISEMENT
Usaha dr. Rubini itu dibantu istrinya, Amalia Rubini, yang tergabung dalam gerakan Palang Merah. Amalia Rubini juga berinteraksi dengan perkumpulan istri dokter di Pontianak untuk berbagi informasi dan keterampilan seputar pemberdayaan perempuan dan anak.
Menjelang masuk tentara Jepang karena berkobar perang Pasifik, pada 1941 pemerintah kolonial mengadakan evakuasi terhadap pejabat-pejabat Belanda, penduduk, dan tokoh-tokoh masyarakat penting pribumi, termasuk dr. Rubini yang turut diajak. Akan tetapi, karena kecintaannya kepada Kalbar dan pengabdian, dia menolak dievakuasi oleh pemerintah kolonial ke Jawa. Ia memilih tetap tinggal.
Hingga pada tahun 1944, dr. Rubini turut ditangkap oleh gunkanseibu bersama dengan dr. Ismail, dr. Achmad Diponogoro, dr. Soenaryo, dan dr. Agoesdjam. Akhirnya, dr. Rubini gugur di tangan tentara Jepang di Mandor (Kab. Pontianak sebelum pemekaran Kab. Landak), yang sekarang dijadikan Kawasan Makam Juang Mandor sebagai salah satu situs bersejarah kekejaman penjajahan Jepang.
ADVERTISEMENT
Untuk mengenang jasa dr. Rubini atas usul masyarakat dan persetujuan DPRD TK. II Pontianak serta persetujuan ahli waris almarhum, maka melalui SK Bupati No. 121 Tahun 1984 Rumah Sakit Umum Mempawah ditetapkan namanya menjadi "RUMAH SAKIT DOKTER RUBINI". Selain itu namanya juga diabadikan menjadi nama jalan di Kabupaten Mempawah, Kota Pontianak, Kota Bandung, serta nama Taman Aulia dr. Rubini di Kabupaten Mempawah.