Menguak Kebenaran Kasus Penganiayaan Siswi SMP di Pontianak

Konten Media Partner
11 April 2019 11:23 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi - Perundungan. Ilustrator: Rizkia
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi - Perundungan. Ilustrator: Rizkia
ADVERTISEMENT
Hi!Pontianak – Kasus penganiayaan yang dilakukan sejumlah siswi SMA terhadap seorang siswi SMP di Kota Pontianak, Kalimantan Barat, mengundang perhatian publik. Kasus ini bahkan sempat menjadi tren dunia di media sosial Twitter.
ADVERTISEMENT
Sejumlah selebriti hingga pengacara kondang Hotman Paris Hutapea, serta Presiden Joko Widodo bahkan angkat bicara terkait kasus ini. Sebuah petisi muncul untuk mendukung penyelesaian kasus ini yang ditandatangani lebih dari 3 juta orang. Para pelaku telah meminta maaf dan membeberkan alasan di balik tindakannya itu.
Berikut deretan fakta tentang kasus penganiayaan siswi SMP di Pontianak.
Peristiwa bermula saat korban dijemput di rumah kakeknya oleh seorang pelaku yang berinisial DE pada Jumat siang (29/3). Saat itu DE meminta korban untuk dipertemukan dengan sepupu korban yang berinisial PO dengan alasan ada yang ingin dibicarakan.
Setelah bertemu dengan sepupu korban, DE ternyata bersama ketiga temannya yang juga menjadi pelaku, yakni EC, TR, dan LI. Korban dan sepupunya digiring ke tempat sepi. Saat itulah mereka terlibat kontak fisik hingga terjadi penganiayaan.
ADVERTISEMENT
Kemudian korban melarikan diri ke arah Taman Akcaya, namun sejumlah pelaku mengejar korban dengan sepeda motor. Di taman itu kembali terjadi penganiayaan hingga akhirnya dibubarkan oleh warga yang melintas di lokasi.
Kasus ini dilaporkan ke Komisi Pengawasan dan Perlindungan Anak Daerah (KPPAD) Kalimantan Barat (Kalbar) oleh ibu korban pada 5 April 2019. KPPAD Kalbar mencoba penyelesaian masalah dengan jalan mediasi karena pelaku maupun korban masih tergolong di bawah umur.
Mediasi dilakukan di Polsek Pontianak Selatan antara ibu korban dan pelaku yang didampingi oleh keluarganya masing-masing. Namun mediasi itu tidak membuahkan hasil atau tidak ada kesapakatan untuk berdamai.
Tersebar video yang menunjukkan para pelaku merekam aktivitasnya saat berada di kantor polisi dengan aplikasi boomerang melalui akun Instagram. Video itu viral dan mengundang tanggapan luas dari warganet. Banyak yang menilai para pelaku dalam video tersebut tampak tidak merasa bersalah.
ADVERTISEMENT
Ibu korban yang berinisial LM mengatakan anaknya mengalami trauma psikis yang cukup parah. Menurut penuturannya, korban kerap mengigau saat tidur seolah masih dalam peristiwa kekerasan itu. LM meminta polisi memproses hukum kasus ini meski pelaku masih di bawah umur.
“Kami memaafkan mereka, tapi untuk proses hukum harus tetap berlanjut,” kata LM saat ditemui di rumah sakit tempat korban dirawat, Minggu (7/4).
Kasus ini menjadi buah bibir warganet. Dukungan untuk korban mengalir, salah satunya dengan adanya petisi di situs Change.org yang berjudul 'Polda Kalbar, Segera Berikan Keadilan untuk Audrey #JusticeForAudrey!'. Petisi itu ditandatangani oleh lebih dari 3 juta orang.
Banyak warganet yang mendukung penyelesaian kasus ini dengan memproses hukum para pelaku. Satu hari kemudian, Rabu (10/4), sejumlah tokoh publik mengunjungi korban di Rumah Sakit Promedia Pontianak, di antaranya Ifan 'Seventeen' dan bintang YouTube Atta Halilintar. Mereka memberi dukungan untuk korban.
ADVERTISEMENT
Polisi mengungkap hasil visum korban dari Rumah Sakit Promedika pada Rabu (10/4). Hasil visum itu menyebut tidak ada bekas luka maupun memar pada tubuh korban. Sehingga kasus ini dikategorikan sebagai penganiyaan ringan.
“Hasil visum yang dikeluarkan oleh Rumah Sakit Promedika, tertanggal hari ini Rabu (10/4), kondisi kepala tidak ada bengak atau benjolan. Mata tidak ada memar, penglihatan normal,” kata Anwar kepada wartawan di Pontianak.
Anwar menjelaskan kondisi telinga, hidung, dan tenggorokan korban mengalami nyeri tekan. Namun petugas medis tidak menemukan darah pada bagian tubuh tersebut.
“Dada tampak simetris, tidak ada memar atau bengkak. Jantung dan paru dalam batas normal. Perut datar, tidak ditemukan memar, bekas luka tidak ditemukan. Organ dalam abdomen tidak ada pembesaran,” kata Anwar.
ADVERTISEMENT
Polresta Pontianak menetapkan EC, TR, dan LI sebagai tersangka penganiayaan. Status itu ditetapkan setelah polisi memeriksa ketiganya di mana mereka mengaku telah melakukan penganiayaan. Namun pelaku membantah telah merusak alat kelamin korban.
"Dari hasil pemeriksaan, akhirnya kami menetapkan tiga orang sebagai tersangka, sementara lainnya sebagai saksi," kata Kapolresta Pontianak Komisaris Besar Muhammad Anwar Nasir di kangtornya, Rabu, (10/4).
Namun, sesuai dengan Undang-Undang Nomor 11/2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak, maka perkara ini akan dilakukan diversi. Diversi merupakan pengalihan penyelesaian perkara anak dari proses peradilan pidana ke proses di luar peradilan pidana.
Presiden Joko Widodo (Jokowi) memerintahkan Kepala Polri Jenderal Pol Tito Karnavian untuk mengusut tuntas kasus dugaan penganiayaan ini.
ADVERTISEMENT
“Saya telah meminta Kepala Kepolisian RI untuk bertindak tegas menangani kasus ini. Penanganannya harus bijaksana dan berjalan di koridor undang-undang yang sesuai, mengingat para pelaku dan korban masih di bawah umur,” kata Jokowi melalui akun media sosial Instagram.
Tiga dari 12 siswi SMU yang diduga menjadi pelaku dan saksi dalam kasus penganiayaan siswi SMP memberi keterangan saat jumpa pers di Mapolresta Pontianak. Foto: ANTARA FOTO/Jessica Helena Wuysang
Para pelaku dan saksi terkait kasus ini mengaku mendapat kecaman dan ancaman oleh orang yang tak dikenal di media sosial. Mereka meminta KPPAD Kalbar karena tekanan yang didapat sudah membuat depresi.
Ketiga pelaku mengaku menyesal dan meminta maaf kepada korban, keluarga korban, dan masyarakat. Namun mereka membantah telah melakukan pengeroyokan, melainkan berduel melawan korban satu lawan satu dan tidak merusak bagian sensitif korban.
"Kami menyesal dan mohon maaf yang sebesar-besarnya kepada korban, pihak keluarga, dan masyarakat umumnya," kata salah satu pelaku saat memberikan keterangan di Mapolresta Pontianak yang difasilitasi oleh KPPAD Kalimantan Barat, Rabu (10/4).
ADVERTISEMENT
"Dalam kasus ini, kami juga menjadi korban bully dari media sosial yang telah menghakimi melakukan pengeroyokan dan merusak area sensitif korban. Padahal hanya penganiayaan ringan, bahkan kami kini diancam dibunuh dan terus diteror oleh warganet," ujar salah satu pelaku.
Pelaku berinisial LI mengaku kesal terhadap karena sering kali mengungkit masa lalu keluarganya, yakni ibu LI pernah meminjam uang sebesar Rp 500 ribu kepada korban. Meski uang pinjaman itu sudah dibayar kepada korban, namun LI mengungkapkan korban masih sering mengungkitnya kembali. (hp1)