Konten Media Partner

Peristiwa Mandor: Saliman Diculik Tentara Jepang Saat Mengajar di Sekolah

28 Juni 2022 15:31 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Kadisporapar Kalbar, Windy Prihastari, saat berziarah ke Makam Juang Mandor para peringatan Hari Berkabung Daerah. Foto: Dok Hi!Pontianak
zoom-in-whitePerbesar
Kadisporapar Kalbar, Windy Prihastari, saat berziarah ke Makam Juang Mandor para peringatan Hari Berkabung Daerah. Foto: Dok Hi!Pontianak
ADVERTISEMENT
Hi!Pontianak - Saliman adalah salah satu korban kekejaman bala tentara Jepang di Kalimantan Barat. Ia diculik dan dibunuh Jepang, bersama puluhan ribu kaum terdidik Kalimantan Barat.
ADVERTISEMENT
Tewasnya satu generasi pemimpin di Kalimantan Barat itu, kemudian disebut dengan peristiwa mandor. Korbannya adalah para Raja dan keluarga kerajaan, pemimpin partai politik, guru, pengusaha, dan kaum cendikia.
Untuk memperingati kekejaman tentara Jepang dan perjuangan para korban, setiap tanggal 28 Juni di Provinsi Kalimantan Barat diperingati sebagai Hari Berkabung Daerah. Makam Juang Mandor menjadi Monumen Daerah untuk memaknai tragedi yang terjadi pada tahun 1942-1944 silam.
Pemerintah Daerah juga telah mengeluarkan Perda Nomor 5 Tahun 2007, tentang Peristiwa Mandor sehingga tanggal 28 Juni ditetapkan sebagai Hari Berkabung Daerah Kalbar.
Secuil cerita dari Peristiwa Mandor yang dirangkum Hi!Pontianak, ternyata Saliman adalah kakek dari Kadisporapar Kalbar, Windy Prihastari.
Usai dari mengikuti upacara Hari Berkabung Daerah di Makam Juang Mandor dan melakukan ziarah, Windy menceritakan kisah puluhan tahun silam itu.
ADVERTISEMENT
Raden Mas Saliman Sastroloekito, adalah kakek dari Windy. Pada saat itu, Saliman merupakan seorang cendekiawan, kepala sekolah di salah satu Sekolah Dasar (SD) di Singkawang.
Saliman diculik oleh tentara Jepang pada saat mengajar di sekolah tersebut. Tepatnya pada tahun 1944, yang tersisa hanya sebuah dompet dan sisir milik Saliman. Dompet dan sisir tersebut dikembalikan kepada istri Saliman (nenek Windy) setelah penculikan tersebut.
Selain sebagai cendekiawan, Saliman juga dikenal sebagai ketua salah satu partai di Singkawang. Ia juga merupakan seniman, hobi bermain biola dan sepak bola.
“Tadi ketemu sama Penulis bukunya bahwa kakek saya itu RM Saliman Sastroloekito dia adalah kepala sekolah di Singkawang, ketua salah satu partai pada saat itu. Dokumen penjemputan pun dia punya. Penulis buku ini Pak Din kita diskusi, dia lengkap punya bukunya tentang korban-korban, datanya ada,” jelas Windy, Selasa, 28 Juni 2022.
ADVERTISEMENT
Kakek Windy, Saliman memiliki 7 anak. Ibunya Windy adalah anak ke 6. Pada saat itu ia merupakan warga pendatang yang tinggal di Singkawang. Namun, Istri Saliman (nenek Windy) adalah warga asli dari Kota Singkawang.
“Kakek saya dijemput pada saat ngajar di SD daerah Roban. Menurut saksi mata yang bercerita bahwa mereka dibawa ke sana, itu tahun 1944, waktu ibu saya umur 4 tahun,” paparnya.
Rerata keluarga besar mereka adalah tenaga pendidik, atau guru. Kakek dan neneknya pada saat itu tinggal di daerah Kampung Jawa, Singkawang.
Windy menceritakan sosok kakeknya yang juga menyukai biola, dulunya Saliman memang merupakan seorang seniman. Hingga saat ini, kata Windy, biola tersebut masih disimpan oleh keluarganya.
ADVERTISEMENT
“Ceritanya dia punya biola kesayangan, dia kan seniman jadi masih ada disimpan di rumah. Rumahnya kan di daerah Kampung Jawa, itu rumah kakek nenek saya,” terangnya.
Setelah tragedi tersebut, Windy bersama keluarganya yang pada saat itu masih kecil dikenalkan Makam Mandor tersebut adalah makam dari kakeknya.
“Kakek saya korban salah satunya, jadi dulu waktu kecil diajarkan sama Bapak dan Mama dikasih tahu kalau ini makam kakek tapi gak tau makam yang mana, karena makamnya massal, jadi kita diajarkan ke sana ramai-ramai untuk ziarah, jadi kita berdoa di satu makam,” ungkapnya.
Setelah dua tahun kepergian kakek Saliman, istri Saliman (nenek Windy) meninggal dunia. Ia juga dikabarkan sakit usai mengetahui suaminya diculik oleh tentara Jepang karena pada saat itu 7 anaknya masih kecil.
ADVERTISEMENT
“Dua tahun setelah (kakek Saliman) ditangkap, nenek saya meninggal. Dompet dan sisir dikembalikan sama yang nangkap, nenek saya gak berdaya karena anaknya juga masih kecil-kecil,” tukasnya.