Ratusan Ikan di Sungai Retok Mati, Termasuk Arwana: Diduga Tercemar Limbah Sawit

Konten Media Partner
19 April 2022 14:20 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Warga menunjukkan ikan-ikan di Sungai Retok yang mati. Foto: Dok Hi!Pontianak
zoom-in-whitePerbesar
Warga menunjukkan ikan-ikan di Sungai Retok yang mati. Foto: Dok Hi!Pontianak
ADVERTISEMENT
Hi!Pontianak - Ribuan ikan di sepanjang Sungai Retok, Kabupaten Kubu Raya, Kalimantan Barat mati, kematian ikan-ikan tersebut diduga akibat pencemaran limbah pabrik kelapa sawit yang berada di sekitar hulu sungai di daerah tersebut.
ADVERTISEMENT
Puluhan ton ikan-ikan tersebut tiba-tiba mati mengambang di sungai tersebut, salah satunya adalah ikan arwana. Kematian aneka jenis ikan di Sungai Retok tersebut diketahui pada Jumat, 15 April 2022.
“Ikan-ikan di Sungai Retok tiba-tiba mengapung dan mati. Kematian seperti ini cenderung aneh dan di luar kebiasaan. Airnya keruh, ada minyak-minyaknya. Kalau racun, tidak seperti ini. Sungai ini kan besar,” jelas Kepala Desa Retok, Sahidin, pada Selasa, 19 April 2022.
Atas kejadian itu, Kepala Desa Retok bersama sejumlah tim pun kemudian menelusuri sungai Retok di Kubu Raya, dengan melewati Kuala Mamparigang, Taluk Paten, Gadah, Bator, hingga Sungai Sepatah di Kabupaten Landak, pada Minggu, 17 April 2022.
Dalam perjalanan itu, rombongan Kepala Desa itu melihat sejumlah ikan mati tampak mengapung. Di antaranya adalah ikan Baung, Tilan, Tamparas, , dan ada pula ikan Buntal.
ADVERTISEMENT
Menurut Sahidin, selain ikan yang disebutkan, juga ada jenis ikan lainnya yang mati, seperti Tingadak, Kilabo, Tapah, udang, Baung tikus, Belut, Bintutu, Jelawat, Ringau, Kaloi, Lais, Sengarat, Banga, Babungalan, hingga siluk atau arwana.
Ia mengatakan, kematian ikan-ikan di sepanjang Sungai Retok dan sekitarnya itu bukan karena racun ikan, melainkan karena pencemaran limbah sawit.
“Saya pastikan ini bukan disebabkan racun ikan. Karena dari ciri-ciri air, air sungai keruh, berbeda jika disebabkan racun ikan. Selain itu, air sungai juga mengandung minyak,” ungkapnya.
Sahidin menduga ada kebocoran kolam penampungan limbah pabrik sawit yang terletak di hulu sungai. Ia mengatakan, kejadian serupa sudah pernah terjadi sejak tahun 2015 dan tahun 2019.
“Kolam penampungan sawit ini memang letaknya ada di Kabupaten Landak. Tapi aliran sungainya hingga ke Retok. Dan sejak saya menjadi Kades, kejadian ini sudah tiga kali terjadi. Pertama di tahun 2015, 2019, dan sekarang tahun 2022. Tahun ini yang terparah, ratusan hingga ribuan ekor ikan mati,” terangnya.
ADVERTISEMENT
Akibat peristiwa tersebut, warga Desa Retok dan sekitarnya sangat dirugikan dengan matinya ikan-ikan tersebut secara tiba-tiba.
“Kami minta agar ada solusi dari perusahaan untuk memastikan limbahnya tidak berbahaya. Karena warga Retok dan sekitarnya tidak bisa menggunakan untuk mandi, cuci dan konsumsi. Masyarakat sangat dirugikan dan di antaranya ada yang kena diare,” katanya.
Sahidin menegaskan pihak perusahaan abai dengan kewajibannya. Mestinya, kata dia, pengelolaan dan pendirian pabrik sesuai dengan standar lingkungan hidup. Selama ini pihaknya di Retok juga tidak pernah dilibatkan dalam pembahasan Amdal berdirinya pabrik, sementara saat alami kebocoran justru menuai masalah karena aliran limbah hingga ke Sungai Retok.
“Akibatnya menimbulkan matinya aneka jenis ikan di sungai, di antaranya ikan arwana merah dan arwana silver. Padahal jenis ikan ini dilindungi,” ucapnya.
Aktivis Walhi Kalimantan Barat, Hendrikus Adam, menyelidiki kematian ratusan ikan di Sungai Retok. Foto: Dok Hi!Pontianak
Sementara itu, Aktivis Walhi Kalimantan Barat Hendrikus Adam yang turut memantau di lapangan saat melakukan safari Paskah di lokasi mengatakan, dugaan pencemaran yang menyebabkan matinya sejumlah ikan tidak dapat dianggap remeh.
ADVERTISEMENT
Selain berbahaya bagi lingkungan hidup khususnya biota sungai dan aneka jenis ikan, dugaan pencemaran yang terjadi pada Sungai Sepatah, hingga Sungai Retok di hilirnya juga berbahaya bagi kesehatan warga. Terlebih selama ini warga sekitar gunakan untuk mandi, cuci dan bahkan untuk konsumsi.
“Ikan saja mabuk hingga banyak mati mengapung. Sepanjang menyusuri sungai bau anyir menyesakkan hidung. Tentu ini juga akan sangat berbahaya bagi kesehatan dan mengancam punahnya pengetahuan lokal terhadap aneka nama jenis ikan bagi komunitas sekitar,” jelasnya.
Atas peristiwa tersebut, Adam meminta agar pihak terkait sesuai kewenangannya di dua kabupaten (Landak dan Kubu Raya) juga provinsi melalui Dinas LHK Kalbar segera bertindak memastikan pemenuhan hak-hak warga, dan melakukan tindakan tegas atas dugaan pelanggaran yang terjadi.
ADVERTISEMENT
“Sayang ya, kok pihak terkait justeru pulang dan tidak melakukan pengambilan sampel air secara langsung. Terlebih pengambilan sampel oleh pihak perusahaan atas permintaan DLH tersebut pun juga dilakukan beberapa hari setelah limbah tersebut mencemari sungai. Bupati dalam hal ini perlu memastikan langkah tegas atas situasi begini,” tukasnya.