Satu Generasi Terbaik di Kalbar Tewas dalam Peristiwa Mandor

Konten Media Partner
28 Juni 2020 10:22 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi pembantaian Jepang. Foto: Rizkia
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi pembantaian Jepang. Foto: Rizkia
ADVERTISEMENT
Hi!Pontianak - Setiap 28 Juni, masyarakat Kalimantan Barat memperingati Hari Berkabung Daerah. Peringatan tersebut untuk mengenang perjuangan rakyat Kalbar yang dibantai oleh Nippon Teikoku Kaigun atau Tentara Angkatan Laut Jepang.
ADVERTISEMENT
Peristiwa Mandor atau yang dikenal juga dengan istilah insiden Pontianak ini adalah peristiwa pembantaian massal yang menurut catatan sejarah terjadi pada tanggal 28 Juni 1944. Peristiwa Mandor sendiri sering dikenang dengan istilah Tragedi Mandor Berdarah, yaitu terjadinya pembantaian massal tanpa batas etnis dan ras oleh tentara Jepang.
Sejarawan Kalimantan Barat, Syafaruddin Usman, mengungkapkan malapetaka bagi Kalimantan Barat terjadi saat Perang Dunia II. Kota Pontianak dibombardir Nippon Taikoku Jumat 19 Desember 1941 pukul 11 siang.
"Sasaran utama memporak-porandakan KMK Pontianak, namun salah arah. Maka luluh lantaklah bangunan dan berjatuhan korban siswa HCS Kampung Bali (Jalan Sisingamangaraja sekarang). Setelah Pontianak luluh lantak dan mengakibatkan ribuan korban jiwa tewas, selanjutnya diduduki sepenuhnya Februari 1942 dan tindak asusila dan amoral dari bala tentara fasis militer Jepang pun tak terbendung," kata Syafruddin, Minggu (28/6).
Diorama pembantaian Jepang di Kalimantan Barat. Foto: Dok Hi!Pontianak
Pada masa itu bala tentara fasis militer Jepang memperlakukan kaum wanita usia muda dengan tindak amoral dan asusila, terutama kaum perempuan dari masyarakat Tionghoa, khususnya di Pontianak, Singkawang dan Pemangkat. Kebejatan mereka menjadikan maksiat di mana-mana.
ADVERTISEMENT
Akibat penderitaan dan kesengsaraan yang menimpa lahir dan batin takyat Kalimantan Barat, permulaan tahun 1943 diplopori Ketua Komisariat Parindra Karesidenan Kalimantan Barat RPM Dzoebier Notosoedjono, dibentuk dan diresmikan organisasi kooperatif Nissinkwai. Organisasi ini lahir dan anti fasis Jepang, dalam praktiknya berpura-pura bekerjasama dengan Dai Nippon Jepang. Nissinkwai serupa dengan Gerakan 3A dan Putera di Jawa.
Namun kemudian, kaki tangan Jepang melaporkan maksud yang dikandung keberadaan Nissinkwai ini. Maka, Oktober 1943, Sultan Pontianak beserta keluarga besarnya ditangkap, menyusul penangkapan berikutnya dan seterusnya secara kejam dan mengerikan.
Kekejaman, kebengisan dan kesadisan bala tentara Jepang di Kalimantan Barat dikenal dengan sebutan Penyungkupan. Calon korban yang diciduk militer Jepang, tangan diikat kebelakang dan wajah ditutup dengan sembarang penutup disebut sungkup.
ADVERTISEMENT
Tak ada pengecualian dalam penangkapan dan pembantaian secara sadis oleh militer Jepang, mulai dari kaum terpelajar dan kaum politisi lintas suku, agama, ras dan etnis. Mereka disungkup kemudian dipenggal dengan samurai ataupun ditembak secara membabi buta. Maka, di masa itu, Kalbar telah kehilangan satu generasi terbaiknya.
"Selanjutnya calon korban digiring ke suatu tempat yang saat itu tak diketahui pasti. Di sanalah kemudian calon korban dieksekusi secara sadis, dipenggal kepala ataukah ditembak mati. Belakangan kemudian, tahun 1946, ditemukan pusat pembantaian terbesar berada di Kopiang Mandor," ungkap Syafruddin.
Ilustrasi tentara kekaisaran Jepang berbaris di depan Kuil Yasukuni di Tokyo, Jepang. Foto: Reuters/Kim Kyung-Hoon
Syafaruddin menuturkan, hingga saat ini belum bisa dipastikan berapa banyak korban pembunuhan yang dilakukan selama militer Jepang menduduki Kalimantan Barat. Dalam catatan Syafruddin, ada banyak versi menyebut korban sebanyak 21.037 jiwa.
ADVERTISEMENT
"Namun angka ini sangat tidak bisa diyakini, tak ada data autentik untuk jumlah korban. Namun yang pasti, Kalbar telah kehilangan satu generasi terbaiknya," jelas Syafruddin.
Makam Juang Mandor kini menjadi area pemakaman para pejuang Kalimantan Barat yang melawan pendudukan Jepang. Makam Juang Mandor menjadi saksi bisu atas terjadinya tragedi Mandor Berdarah.
Peristiwa penting dan bersejarah tersebut sudah ditetapkan dalam Peraturan Daerah Nomor 5 Tahun 2007 tentang Peristiwa Mandor pada 28 Juni, sebagai Hari Berkabung Daerah Provinsi Kalimantan Barat. Setiap instansi diwajibkan untuk menaikkan bendera setengah tiang.
"Hilang lenyapnya satu generasi terbaik bangsa Indonesia di Kalimantan Barat selama Perang Dunia II, menjadi penanda agar jangan sekali-kali melupakan dan meninggalkan sejarah. Bangsa yang besar adalah bangsa yang tahu dan mau menghargai jada pejuang dan pahlawan bangsa mereka," pungkas Syafruddin.
ADVERTISEMENT