Soal Sanksi Larangan Terbang, Kadinkes Kalbar: Seharusnya Kemenhub Dukung Satgas

Konten Media Partner
27 Desember 2020 3:16 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi corona. Foto: Dok Hi!Pontianak
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi corona. Foto: Dok Hi!Pontianak
ADVERTISEMENT
Soal Sanksi Larangan Terbang, Kadinkes Kalbar: Seharusnya Kemenhub Dukung Satgas
ADVERTISEMENT
Hi!Pontianak - Kementerian Perhubungan (Kemenhub) merespons kebijakan Satgas COVID-19 Kalimantan Barat, yang memberikan sanksi kepada sejumlah maskapai penerbangan berupa larangan membawa penumpang masuk Kalbar. Sanksi tersebut diberikan kepada AirAsia dan Batik Air.
Dirjen Perhubungan Udara Kemenhub, Novie Riyanto, meminta agar pelayanan moda transportasi udara ke Kalbar untuk tetap berjalan selama masa libur Natal dan Tahun Baru. Ia juga meminta Gubernur Kalbar, Sutarmidji, mencabut kebijakan wajib tes swab PCR bagi penumpang pesawat yang hendak melakukan perjalanan udara ke Kalbar.
Menanggapi itu, Kepala Dinas Kesehatan Kalbar, Harisson, menilai Kemenhub tidak serius dalam penanganan COVID-19. Harisson yang juga juru bicara Satgas COVID-19 Kalbar, menambahkan, seharusnya Kemenhub mendukung langkah Satgas COVID-19 Kalbar dalam pencegahan penyebaran corona.
ADVERTISEMENT
"Dalam surat edaran (Dirjen Perhubungan Udara) tersebut, diatur bahwa untuk perjalanan dari dan ke pulau Jawa, pelaku perjalanan yang menggunakan moda transportasi udara, wajib menunjukkan rapid test antigen, dengan hasil negatif, paling lama 3x 24 jam sebelum keberangkatan. Seperti kita ketahui, rapid test antigen sendiri mempunyai akurasi 80-90 persen. Jadi masih terdapat celah untuk meloloskan orang yang positif COVID untuk ikut terbang, dan menyebarkan virusnya, baik di pesawat, maupun nanti di lingkungan tempat tujuannya," kata Harisson kepada awak media di Pontianak, Sabtu malam.
Hal tersebut, tambah Harisson, terbukti dari hasil razia Satgas COVID-19 Kalbar terhadap penumpang yang baru datang dari Jakarta, dengan menggunakan pesawat. "Dari 24 orang yang kita ambil sampelnya, ternyata 5 orang positif COVID-19, berdasarkan pemeriksaan Lab PCR Untan. Bahkan ada yang CT-nya 28. Padahal ke lima orang ini mengantongi surat keterangan hasil pemeriksaan rapid antigen negatif dari Jakarta, sebelum terbang," ungkapnya.
ADVERTISEMENT
"Berdasarkan ini lah, Bapak Gubernur, sebagai Ketua Satgas Penanganan COVID-19 Kalbar, mengambil keputusan, penumpang pesawat yang masuk ke wilayah Kalbar, harus negatif berdasarkan pemeriksaan PCR. Kenapa PCR? Karena akurasi PCR mencapai 98 persen," terangnya.
Harisson menegaskan, Satgas COVID-19 Kalbar akan berusaha semaksimal mungkin untuk menangani pandemi COVID-19 yang terjadi di wilayah Kalbar. "Jadi, Pak Gubernur tidak mau setengah setengah dalam penanganan COVID di Kalbar. Pusat, dalam hal ini Kementerian Perhubungan, harusnya mendukung keputusan yang diambil oleh Satgas Penanganan COVID-19 Kalbar," katanya.
"Satgas (COVID) nasional menetapkan standar hasil pemeriksaan negatif rapid antigen yang akurasinya 80-90 persen untuk syarat penerbangan. Lalu Kalbar menetapkan standar yang lebih tinggi, dengan menggunakan pemeriksaan swab PCR, dengan akurasi 98 peren. Kenapa tidak boleh? Kan tujuannya untuk mencegah terjadinya peningkatan penularan COVID-19," tambahnya.
ADVERTISEMENT
Harisson mengaku merasa aneh dengan keputusan Kemenhub tersebut. "Saya anggap aneh keputusan Kemenhub untuk tidak mendukung keputusan Satgas Kalbar. Di sini sebenarnya kelihatan, siapa yang serius, dan siapa yang tidak serius menangani COVID-19," tegasnya.
Harisson membandingkan penerapan wajib swab PCR bagi penumpang pesawat di Kalbar ini dengan Bali. "Sekarang kita juga bertanya kepada pusat, kenapa hanya Bali yang diberlakukan khusus. Pendatang atau pelaku perjalanan harus hasil negatif dengan pemeriksan swab PCR untuk syarat masuk ke Bali. Ini seakan-akan Bali harus diselamatkan, sementara daerah lain tidak perlu diselamatkan. Mereka gunakan standar ganda dalam menyelamatkan warga negara," pungkasnya.