Konten Media Partner

Upaya Yayasan Halim Mempertahankan Musik Tradisional Tionghoa

26 April 2019 8:40 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Anak-anak mudah di Yayasan Halim Pontianak berlatih memainkan alat musik tradisional Tionghoa. Foto: Teri Purna
zoom-in-whitePerbesar
Anak-anak mudah di Yayasan Halim Pontianak berlatih memainkan alat musik tradisional Tionghoa. Foto: Teri Purna
ADVERTISEMENT
Hi!Pontianak - Sekelompok anak muda dari Yayasan Halim, Marga Lim, di Pontianak, Kalimantan Barat, larut dalam permainan musik mereka. Dengan berbagai instrumen musik tradisional Tionghoa, mereka mengalunkan musik yang indah, khas Tiongkok.
ADVERTISEMENT
Masyarakat Tionghoa memiliki kekayaan budaya musikal yang telah tumbuh dan berkembang sejak lama. Komunitas musik dari Marga Lim sendiri sudah ada sejak kurang lebih 20 tahun lalu. Mereka hadir untuk mempertahankan tradisi dan kebudayaan Tionghoa di Kota Pontianak.
Meski tergerus zaman, alat musik Ruan, masih dimainkan di Yayasan Halim. Foto: Teri Purna
Setelah berkembangnya zaman, alat musik klasik tersebut kini sudah jarang dimainkan dengan lagu-lagu klasik, tetapi dimainkan dengan lagu modern. Sebenarnya, masih banyak yayasan lain yang masih melestarikan alat musik tradisional tersebut, tetapi Yayasan Halim merupakan pelopor dan terbilang memiliki alat-alat yang cukup lengkap.
Adapun alat musik yang ada di Yayasan tersebut yakni, Guzheng atau biasa disebut dengan sitar China, ada Erhu yang dimainkan dengan cara digesek seperti biola, lalu Pipa atau biasa disebut Lute, mirip dengan gitar Spanyol, dimainkan dengan cara dipetik. Ada Ruan yang biasa dikenal dengan gitar bulan, Yangqin yang dimainkan dengan palu bambu, suaranya nyaring dan memiliki daya ekspresif yang kuat, dan ada suling bambu.
Seorang anak memainkan Erhu, alat musik tradisional Tionghoa yang dimainkan dengan cara digesek, seperti biola. Foto: Teri Purna
Komunitas musik tradisional di Yayasan Halim ini, merupakan generasi baru yang berisi anak-anak muda dengan umur belasan tahun. Mereka tumbuh dengan perkembangan zaman saat ini.
ADVERTISEMENT
"Dulu saat pertama muncul, kita sering memainkan alat musik tradisional ini dengan lagu-lagu klasik. Tapi sekarang, karena zaman sudah maju, jadi saya membebaskan anak-anak untuk memainkan lagu yang mereka suka, karena ini kan musik, bentuk ekspresi diri, jadi tidak bisa dipaksakan," kata Lim Hui Kuang, seksi musik pada komunitas tersebut.
Yayasan Halim sangat terbuka bagi siapa saja yang ingin memainkan atau memperlajari alat musik tradisional Tionghoa ini. Foto: Teri Purna
Kuang mengatakan, dahulu orang-orang Tionghoa dengan berbagai marga, sering memainkan alat musik tradisional Tiongkok ini, dengan cara ke rumah-rumah, bahkan di sepanjang jalan Gajahmada Pontianak.
Dia juga mengatakan, dengan adanya komunitas ini, tentunya dapat melestarikan kebudayaan Tionghoa, agar tidak mati tergerus oleh zaman.
Pipa atau Lute, juga dimainkan di komunitas musik Yayasan Halim. Foto: Teri Purna
Selain menyalurkan hobi dan melatih keterampilan, komunitas musik tradisional ini menjadi kebutuhan dari Yayasan Halim sendiri. Mereka akan tampil pada saat acara perkawinan, pemakaman, pemujaan, upacara religius, festival, dan perayaan lainnya.
ADVERTISEMENT
Kuang mengatakan, dulu juga sering didatangi oleh beberapa dosen dan mahasiswa sastra di Pontianak, bahkan dari suku yang berbeda. "Kami di sini sangat membuka diri, untuk yang ingin mendaftarkan diri menjadi pemain atau anggota, itu gratis. Tapi kalau untuk fokus belajar, tarifnya Rp 150 ribu per bulan. Harapan saya, kalau semakin banyak yang belajar dan ingin tahu, alat musik tradisional ini bisa jadi ikon Pontianak," ungkapnya. (hp8)