Update Corona di Kalbar: 21 Guru dan 24 Siswa Terkonfirmasi COVID-19

Konten Media Partner
19 Agustus 2020 14:42 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi corona. Foto: Maulana Saputra/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi corona. Foto: Maulana Saputra/kumparan
ADVERTISEMENT
Hi!Pontianak - Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Kalimantan Barat, Harisson mengungkapkan, hingga saat ini hasil pemeriksaan swab terhadap guru sebanyak 1.007 sampel, 21 di antaranya dinyatakan terkonfirmasi COVID-19.
ADVERTISEMENT
1.007 sampel tersebut merupakan sampel dari guru-guru yang berada di kabupaten dan kota wilayah Kalbar. Pengambilan swab tersebut digelar untuk mempersiapkan proses belajar mengajar tatap muka di sekolah.
Sebanyak 21 guru yang terkonfirmasi COVID-19 di wilayah Kalbar ini terdiri dari, 3 guru berasal dari SMA Negeri di Kota Pontianak, 6 guru dari SMP Negeri di Kota Pontianak.
Ilustrasi corona. Foto: Shutterstock
Sedangkan ada 2 guru di SMA dan 1 guru SMP Negeri Ngabang, Kabupaten Landak. Lalu, 4 guru SMP Negeri, dan 3 guru SMA di Kabupaten Melawi. Kemudian, ada 1 guru SMP dan 1 guru SMA yang dinyatakan kasus konfirmasi di Kabupaten Kapuas Hulu.
Harisson mengungkapkan, per 16 Agustus 2020 sebanyak 1.233 sampel siswa se-Kalbar sudah diperiksa. Hasilnya, 24 siswa dinyatakan terkonfirmasi COVID-19.
ADVERTISEMENT
24 siswa yang terkonfirmasi COVID-19 di wilayah Kalbar tersebut di antaranya 1 siswa di SMA Negeri di Kota Pontianak. Lalu 11 siswa di SMA, dan 2 siswa SMP di Kabupaten Ketapang. Kemudian, 3 siswa lainnya di SMP Sambas, dan 7 siswa SMA di Kabupaten Landak.
Harisson, Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Kalbar. Foto: Teri/Hi!Pontianak
"Dari pemeriksaan tersebut telah ditemukan kasus konfirmasi COVID-19 pada populasi guru dan siswa yang menyebabkan pembukaan sekolah ditunda," kata Harisson, Rabu (19/8).
Harisson mengatakan, hasil tersebut menunjukkan 2 hingga 3 persen kasus konfirmasi COVID-19 berasal dari guru dan siswa. Meskipun kasus konfirmasi tersebut merupakan kasus asimtomatik atau tanpa gejala. Namun, kata Harisson, ini akan tetap mambahayakan kesehatan siswa atau pun guru secara umum.
"Berdasarkan data ini lah sebenarnya untuk proses belajar mengajar tatap muka dianggap akan membahayakan kesehatan siswa karena siswa biasanya tidak mampu menjaga jarak bila mereka bertemu dengan siswa lain," pungkasnya.
ADVERTISEMENT