Warga Perumnas 4 Ancam Golput, Dian Eka: Wali Kota Pontianak Jangan Cuek

Konten Media Partner
25 Februari 2023 12:09 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Anggota DPRD Kota Pontianak, Dian Eka Muchairi. Foto: dok Hi!Pontianak
zoom-in-whitePerbesar
Anggota DPRD Kota Pontianak, Dian Eka Muchairi. Foto: dok Hi!Pontianak
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Hi!Pontianak - Penolakan warga Perumnas IV terhadap pencocokan dan penelitian (coklit) Pemilu 2024 oleh petugas KPU Kubu Raya berbuntut panjang. Kini warga memastikan akan Golput jika masuk dalam daftar pemilih di Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Kubu Raya.
ADVERTISEMENT
Menanggapi hal tersebut, anggota DPRD Kota Pontianak, Dian Eka Muchairi, menilai Pemerintah Kota dan KPU terkesan cuek terhadap polemik hak warga dalam menentukan pilihannya.
"KPU dan Pemerintah Kota terkesan cuek dan terhipnotis dengan Permendagri 52, khususnya KPU. Seharusnya mereka bekerja sesuai dengan aturan main mereka, yaitu PKPU no 7 tahun 2023, bukan bekerja berdasarkan Permendagri. Karena mereka sebelumnya toh ada melakukan verifikasi faktual partai di daerah terdampak. Kenapa mereka sekarang malah tak mau coklit," ungkapnya, kepada Hi!Pontianak, Sabtu, 25 Februari 2023.
Sebagaimana diketahui, berdasarkan Permendagri Nomor 52 Tahun 2022 tentang batas wilayah Kota Pontianak dan Kabupaten Kubu Raya, Perumnas IV Tanjung Hulu masuk ke wilayah Kabupaten Kubu Raya. Namun, menjelang pemilu 2024, banyak warga yang menolak pantarlih Kubu Raya melakukan tahapan pencocokan dan penelitian (coklit) karena Kartu Tanda Penduduk (KTP) masih berdomisili di Kota Pontianak.
ADVERTISEMENT
"Polemik Permendagri 52 kembali membuat warga Kota Pontianak resah, khususnya daerah yang terdampak, seperti Kelurahan Parit Mayor, Saigon, Pal Lima, dan Beliung. Terkait coklit atau pemutakhiran data pemilih pemilu 2024, ini merupakan hal yang sangat serius," katanya.
Lebih lanjut Sekretaris DPD Partai Hanura Provinsi Kalimantan Barat itu mengungkapkan, Pemkot awalnya menyerahkan masalah batas wilayah ke Pemerintah Pusat. Namun hingga kini, setelah adanya polemik, Pemkot malah bungkam, dan dampak dari keputusan Pemkot terkait Permendagri nomor 52 tersebut, akhirnya menimbulkan banyak msalah.
Dian Eka juga menyebut, seharusnya Pemkot berada di tengah warga, untuk memberikan solusi, bukan malah bungkam akan warga yang terdampak, mengingat di kawasan tersebut banyak warga yang terdampak masih berstatus KTP Pontianak.
ADVERTISEMENT
"Seharusnya mereka masih menjadi tanggung jawab Pemerintah Kota Pontianak. Permasalahan ini tidak bisa dianggap remeh, karena menyangkut hak setiap warga negara untuk menggunakan suara, dan itu dilindungi oleh undang-undang," tuturnya.
"Wali Kota mesti bertanggung jawab, seperti yang saya sampaikan. Akibat menyerahkan masalah batas wilayah ke kementerian dalam negeri, justru menjadi polemik dari berbagai aspek, baik itu aspek hukum, sosial, politik, dan ekonomi," pungkasnya.