Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.100.0
9 Ramadhan 1446 HMinggu, 09 Maret 2025
Jakarta
imsak04:10
subuh04:25
terbit05:30
dzuhur11:30
ashar14:45
maghrib17:30
isya18:45
Konten dari Pengguna
Menelisik Upaya Mitigasi Risiko Fiskal atas Gempa Bumi
2 Februari 2025 20:41 WIB
·
waktu baca 6 menitTulisan dari hirkutozody tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar kedua di dunia. Secara geografis, Indonesia terletak di antara dua benua serta diapit oleh dua samudra. Kondisi geografis ini menjadikan Indonesia sebagai salah satu negara yang kaya akan biodevirsitas serta sumber daya. Namun di lain sisi, kondisi ini mengakibatkan Indonesia tidak dapat terlepas dari kekhawatiran akan besarnya potensi terjadinya bencana alam. Berdasarkan Laporan The World Risk Report 2024, Indonesia menempati urutan ke dua dari 193 negara sebagai negara dengan risiko bencana alam paling tinggi di dunia dengan skor risiko 41,13.
ADVERTISEMENT
Berdasarkan statistik Data Informasi Bencana Indonesia (DIBI) oleh Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), terjadi setidaknya 34.551 kejadian bencana di Indonesia sepanjang tahun 2015 s.d. 2024. Walaupun bukan menjadi bencana dengan jumlah kejadian yang paling banyak selama sepuluh tahun terakhir, gempa bumi tercatat sebagai bencana yang mengakibatkan jumlah korban jiwa paling banyak, yaitu 5.186 orang meninggal, 678 orang hilang, dan 29.538 orang terluka. Gempa bumi juga mengakibatkan kerusakan rumah yang paling tinggi serta kerusakan fasilitas tertinggi kedua setelah banjir.
Menelisik Bencana Gempa Bumi dan Dampaknya
Menurut Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) (2025), gempa bumi adalah peristiwa bergetarnya bumi akibat pelepasan energi di dalam bumi secara tiba-tiba yang ditandai dengan patahnya lapisan batuan pada kerak bumi. Akumulasi energi penyebab terjadinya gempa bumi dihasilkan dari pergerakan lempeng-lempeng tektonik. Energi yang dihasilkan dipancarkan ke segala arah berupa gelombang gempa bumi sehingga efeknya dapat dirasakan sampai ke permukaan bumi. Indonesia merupakan daerah rawan gempa bumi karena dilalui oleh jalur pertemuan 3 lempeng tektonik, yaitu: lempeng Indo-Australia, lempeng Eurasia, dan lempeng Pasifik (BMKG, 2025).
ADVERTISEMENT
Terhitung sejak tahun 2015 s.d. 2024, terjadi sebanyak 237 kejadian gempa bumi di Indonesia (BNPB, 2025). Jumlah ini cukup fluktuatif dari tahun ke tahun sebagaimana tertera pada grafik di bawah ini.
Mengutip dari situs Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan (2021), jumlah realisasi belanja SKPD penanggulangan bencana tahun anggaran 2014 s.d. 2018 adalah sebesar Rp16,07 triliun. Selain itu, terjadinya bencana alam juga menyebabkan jatuhnya korban jiwa serta terganggunya roda perekonomian wilayah yang terdampak.
Nota Keuangan APBN Tahun 2025 menyebutkan bahwa selama kurang lebih 15 tahun terakhir, rata rata kerugian per tahun akibat bencana alam mencapai Rp22.850,0 miliar. Gempa menjadi salah satu bencana penyumbang kerugian finansial yang terbesar. Secara spesifik, beberapa gempa yang diidentifikasi pada Nota Keuangan yaitu bencana gempa Yogyakarta pada 2006 sebesar Rp29.150,0 miliar, bencana Gempa Padang pada 2009 sebesar Rp28.500,0 miliar, Gempa dan Tsunami Sulawesi Tengah pada 2018 sebesar Rp23.100,0 miliar, dan Gempa NTB pada 2018 sebesar Rp18.200,0 miliar.
ADVERTISEMENT
Gempa Bumi sebagai Risiko Fiskal
Kejadian gempa bumi akan menimbulkan guncangan pada perekonomian dan berpotensi memberikan risiko fiskal pada APBN. Potensi risiko fiskal tersebut berupa kerugian finansial yang diakibatkan bencana alam melebihi anggaran bencana yang sudah dialokasikan di APBN. Untuk melakukan mitigasi risiko yang timbul atas gempa bumi, Pemerintah menyediakan alokasi dana cadangan penanggulangan bencana di APBN. Rata rata realisasi atas dana tersebut adalah sekitar Rp4.031,0 miliar per tahun untuk periode 2013 s.d. 2023 (Nota Keuangan APBN, 2025).
Mekanisme Pembiayaan atas Gempa Bumi di Indonesia
Kegiatan penanggulangan bencana di Indonesia telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana. Pasal 6 huruf f UU tersebut menyatakan bahwa Pemerintah bertanggung jawab untuk mengalokasikan anggaran penanggulangan bencana dalam bentuk dana siap pakai. Selanjutnya, Pasal 62 menyatakan bahwa pada saat tanggap darurat, BNPB akan menggunakan dana siap pakai tersebut yang telah disediakan oleh Pemerintah dalam anggaran BNPB.
Kemudian pada tanggal 13 Agustus 2021, Presiden Joko Widodo menetapkan Peraturan Presiden Nomor 75 Tahun 2021 tentang Dana Bersama Penanggulangan Bencana. Kehadiran peraturan ini diharapkan dapat menjamin ketersediaan Dana Pooling Fund Bencana (Dana PFB) yang memadai, tepat waktu, tepat sasaran, terencana, dan berkelanjutan. Dana PFB merupakan suatu terobosan baru bagi pendanaan penanggulangan bencana terintegrasi di Indonesia, mengingat selama ini, pendanaan penanggulangan bencana dilakukan secara parsial antara APBN dan APBD (Media Keuangan Kemenkeu, 2024).
ADVERTISEMENT
Mitigasi atas Risiko Gempa Bumi
Nota Keuangan APBN 2025 telah menyertakan upaya mitigasi risiko atas bencana. Terdapat setidaknya enam upaya mitigasi yang dilakukan oleh Pemerintah untuk menjaga risiko tetap pada level rendah, yaitu 1) strategi penyediaan dana bagi pembiayaan risiko bencana yang berkelanjutan; 2) prioritas pembiayaan meliputi perlindungan BMN dan BMD melalui transfer risiko; 3) implementasi dan optimalisasi skema transfer risiko; 4) perbaikan pengelolaan fiskal bencana dan saluran distribusi dana yang optimal dan transparan; 5) mendorong keterlibatan peran semua stakeholder; dan 6) pengembangan model risiko Keuangan Negara yang bersumber dari bencana alam.
Rekomendasi atas Mitigasi Risiko pada Nota Keuangan
Pada Nota Keuangan APBN 2025, risiko bencana alam merupakan salah satu jenis risiko AKN pada kelompok risiko kontijensi. Level risiko bencana alam ditetapkan tidak berubah, tetap berada di level rendah pada akhir tahun 2025. Walaupun demikian, risiko ini tetap ditanggapi oleh Pemerintah. Secara umum, upaya mitigasi yang telah dalam Nota Keuangan sangat komprehensif. Namun terdapat beberapa hal yang ingin Penulis sampaikan terkait penanganan risiko ini.
ADVERTISEMENT
Risiko AKN yang timbul atas bencana gempa bumi berupa kerugian finansial yang diakibatkan bencana alam melebihi anggaran bencana yang sudah dialokasikan di APBN. Kemungkinan terjadinya bencana alam seperti gempa bumi tidak bisa dikurangi karena ini merupakan fenomena alam yang terjadi secara alami. Gempa bumi disebabkan oleh aktivitas lempeng tektonik yang tidak dapat dihindari atau dicegah. Oleh karena itu, kita hanya dapat melakukan mitigasi dampak yang dihasilkan dari gempa bumi tersebut.
Upaya mitigasi dapat dilakukan dari hulu ke hilir. Dimulai dari pemantauan aktivitas seismik serta pemetaan zonasi seismik. Hal ini dapat dilakukan untuk memberikan peringatan dini kepada masyarakat sehingga dapat meminimalkan kerugian finansial akibat gempa bumi. Selain itu, beberapa bangunan atau infrastruktur juga dapat dirancang tahan gempa. Sosialisasi dan edukasi atas kegiatan evakuasi juga dapat dilakukan kepada masyarakat.
ADVERTISEMENT
Pemerintah juga diharapkan dapat membuat aturan teknis mengenai Dana PFB. Ketentuan yang tertera dalam Perpres 75/2021 perlu dijabarkan lebih lanjut secara detail agar dapat dijadikan pedoman, khususnya bagi seluruh stakeholders dalam pengelolaan Dana PFB (Media Keuangan Kemenkeu, 2024). Hal lainnya dapat dilakukan sesuai dengan upaya mitigasi pada Nota Keuangan APBN 2025.
Referensi
Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana
Peraturan Presiden Nomor 75 Tahun 2021 tentang Dana Bersama Penanggulangan Bencana
Nota Keuangan APBN Tahun 2025
https://weltrisikobericht.de/worldriskreport/#downloads
https://dibi.bnpb.go.id/statistik_menurut_bencana
https://bbmkg3.bmkg.go.id/tentang-gempa
https://djpk.kemenkeu.go.id/?p=20739
https://mediakeuangan.kemenkeu.go.id/article/show/penguatan-kapasitas-pendanaan-penanggulangan-bencana-secara-terintegrasi-melalui-skema-pooling-fund