Vatikan sebagai Moral Power dalam Dunia Internasional

Sturmius Teofanus Bate
Learning to quiet down and listen is essential for reaching your peak power
Konten dari Pengguna
11 Maret 2019 0:22 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Sturmius Teofanus Bate tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Sistem Politik dan Pemerintahan Vatikan
Basilika St. Petrus di Vatikan. Foto: Pixabay
Vatikan merupakan sebuah kaukus unik dengan sistem pemerintahan monarki absolut, di mana kekuasaan tertinggi berada di tangan seorang Paus. Meskipun demikian, jabatan Paus tidak diwariskan. Pemimpin Gereja Katolik tersebut dipilih oleh Dewan Kardinal di dalam satu sesi pemilihan tertutup yang disebut konklaf.
ADVERTISEMENT
Dalam sistem pemerintahan Vatikan, fungsi eksekutif tidak dipisahkan dari fungsi legislatif, di mana Presiden Negara Kota Vatikan juga merupakan pemimpin badan legislatif, yaitu Komisi Kepausan untuk Negara Kota Vatikan. Dalam hal ini, Kardinal Giuseppe Bertello yang saat ini menjabat sebagai Presiden Komisi Kepausan untuk Negara Kota Vatikan juga merupakan Presiden Negara Kota Vatikan.
Presiden Negara Kota Vatikan memiliki ruang lingkup tugas yang terbatas pada administrasi pemerintahaan di dalam negeri. Sementara itu, fungsi politik dan hubungan luar negeri dijalankan oleh seorang Secretary of State yang secara hirarki sejajar posisinya dengan Presiden Negara Kota Vatikan. Saat ini, posisi Secretary of State dijabat oleh Kardinal Pietro Parolin sejak 15 Oktober 2013.
ADVERTISEMENT
Dalam sistem birokrasi Vatikan (Roman Curia), fungsi politik dan hubungan luar negeri telah menjadi perhatian penting sejak akhir abad ke-19, khususnya diterbitkannya Konstitusi Apostolik yang disebut Pastor Bonus pada 28 Juni 1988 oleh Paus Yohanes paulus II. Salah satu mandat konstitusi tersebut adalah dibentuknya Secretariat of State yang berfungsi membantu Paus dalam menjalankan misi universal Gereja Katolik, khususnya terkait berbagai hal yang melibatkan stakeholder di luar Vatikan.
Sebagai Sekretaris Negara, Kardinal Pietro Parolin menjadi penasehat utama Sri Paus untuk urusan luar negeri. Hal ini membuktikan bahwa Kardinal Parolin memiliki peran strategis dalam merumuskan kebijakan luar negeri Vatikan. Parolin bahkan disinyalir sebagai aktor yang cukup berperan dalam normalisasi hubungan diplomatik Amerika Serikat dan Kuba.
ADVERTISEMENT
Vatikan sebagai Moral Power dalam Dunia Internasional
Vatikan diakui sebagai sebuah negara berdaulat oleh Italia melalui Traktat Lateran yang ditandatangani pada tahun 1929. Pasca penandatanganan perjanjian tersebut, peran Vatikan dalam dunia internasional memasuki babak baru di mana Vatikan diakui tidak hanya sebagai kiblat Agama Katolik sedunia tetapi juga sebagai negara berdaulat. Sebagai negara berdaulat sekaligus pusat Gereja Katolik, Vatikan memainkan peran dalam dunia internasional sebagai moral power . Vatikan melalui Paus para pejabatnya selalu aktif menyuarakan penegakan nilai-nilai kemanusiaan dan perdamaian ke seluruh dunia. Dalam hal ini, Vatikan selalu melihat berbagai isu global dari kacamata Gereja Katolik.
Mari kita cermati beberapa isu berikut dari kacamata Vatikan!
Migran dan Pengungsi
Sejak terpilih menjadi pemimpin Gereja Katolik di tahun 2013, Paus Fransiskus telah menunjukan perhatian yang besar terhadap isu migran dan pengungsi termasuk berbagai isu turunan seperti slavery dan human trafficking. Disinyalir hal ini dikarenakan Fransiskus sendiri merupakan keturunan migran, di mana ia terlahir di Argentina dari ayah, Mario Bergoglio yang merupakan imigran Italia dan ibu, Regina Sivori yang juga merupakan keturunan Italia.
ADVERTISEMENT
Kunjungan perdananya ke luar negeri sebagai Paus menjadi sorotan publik internasional. Negara yang dituju pun dianggap sebagai negara yang mendapat perhatian dari seorang Paus Fransiskus. Kunjungan perdananya justru dilakukan ke Lampedusa, Italia pada 8 Juli 2013 untuk melawati puluhan ribu pengungsi dari Afrika Utara yang terdampar dalam pelayaran mereka menuju Eropa. Dalam kunjungan tersebut, Paus Fransiskus mengekspresikan kesedihan karena tercatat ribuan pengungsi telah tewas diterjang gelombang laut di kawasan Mediterania sejak Arab Spring.
Sumber: https://www.youtube.com/watch?v=T5HZhVm8jsM
Paus Fransiskus juga mengunjungi kamp pengungsi di Pulau Lesbos, Yunani pada 16 April 2016. Melalui Presiden Prokopis Pavlopoulos, Paus Fransiskus berterima kasih kepada Pemerintah Yunani yang telah membuka pintu bagi ratusan ribu orang yang mengungsi dari wiayah konflik di Syria, Afghanistan, Irak, dan Pakistan. Paus Fransiskus bahkan membawa pulang 12 orang pengungsi Muslim dari Syria bersamanya ke Vatikan dan mendorong dunia internasional untuk membuka pintu bagi para pengungsi.
Sumber: https://www.theguardian.com/world/2016/apr/17/pope-francis-hailed-saviour-syrian-refugees-lesbos-vatican
Vatikan memandang fenomena migran dan pengungsi sebagai persoalan kemanusiaan yang timbul akibat kemiskinan dan ketidakadilan ekonomi. Oleh karena itu, dunia internasional memiliki tanggung jawab moral untuk menyelesaikan masalah tersebut secara bersama.
ADVERTISEMENT
Pada tahun 2016, Paus Fransiskus melebur beberapa Dewan Kepausan dan membentuk lembaga baru yang disebut Dicastery for Promoting Integral Human Development di bawah pimpinan Kardinal Peter K. A. Turkson. Salah satu tugas utamanya adalah menangani isu migran dan pengungsi.
Pada tahun 2017, lembaga ini memperkenalkan 20 Action Points for Global Compacts , yakni rencana aksi yang akan dilakukan Gereja Katolik di seluruh dunia dalam penanganan isu migran dan pengungsi. Rencana aksi tersebut disusun sebagai bentuk dukungan Gereja Katolik terhadap Global Compact for Migration (GCM) yang disetujui dalam Sidang Majelis Umum PBB di New York, 19 Desember 2018.
Hukuman Mati
Selama berabad-abad lamanya, Vatikan memperbolehkan hukuman mati (capital punishment) untuk kasus-kasus yang ekstrim. Namun posisi tersebut mulai berubah di era Paus Yohanes Paulus II. Perubahan tersebut tercermin di dalam Universal Catechism, yakni rangkuman ajaran gereja. Vatikan mulai melihat hukuman mati sebagai sebuah tindakan yang melanggar martabat dan hak asasi seseorang sebagai makhluk Tuhan.
ADVERTISEMENT
Hak hidup seorang manusia dianggap sebagai milik Tuhan dan tidak dapat diambil oleh manusia lain, atau bahkan negara. Perubahan pandangan Gereja Katolik tersebut juga tercermin dari aktifnya Vatikan dalam memperjuangkan penghapusan hukuman mati di seluruh belahan dunia.
Menanggapi eksekusi mati yang dilakukan Pemerintah Indonesia terhadap 4 (empat) terpidana narkoba pada 29 Juli 2016, Kementerian Luar Negeri Vatikan telah memanggil Duta Besar RI untuk Vatikan yang berkedudukan di Roma untuk memberikan penjelasan. Dalam pertemuan tersebut, Archbishop Paul Richard Gallagher selaku Menteri Luar Negeri Vatikan menyampaikan kritik tegas terhadap Indonesia yang masih memberlakukan capital punishment.
Homoseksualitas: Lesbian, Gay, Bisexual and Transgender (LGBT)
Sesuai ajaran Gereja Katolik, Vatikan memandang akivitas homoseksual sebagai perbuatan dosa dan bertentangan dengan hukum alam. Tuhan menciptakan manusia hanya dalam rupa laki-laki dan perempuan di mana perilaku seksual yang dibenarkan adalah hanya antara laki-laki dan perempuan, serta dimaksudkan untuk meneruskan keturunan. Gereja Katolik juga memahami bahwa kebutuhkan saling melengkapi antara laki-laki dan perempuan merupakan bagian dari rencana Allah, sehingga perilaku homoseksual dianggap tidak sejalan dengan pola rancangan tersebut.
ADVERTISEMENT
Vatikan memandang isu homoseksualitas dari 2 (dua) perspektif berbeda, yakni homoseksualitas sebagai sebuah perilaku dan homoseksual sebagai naluri/keinginan. Dalam ranah perilaku, Vatikan secara tegas menentang segala aktivitas atau perbuatan homoseksual, termasuk di antaranya upaya melegalkan same-sex unions (perkawinan sejenis). Dalam ranah naluri/keinginan, Vatikan menilai bahwa keinginan atau ketertarikan homoseksual belum tentu membentuk sebuah dosa.
Gereja Katolik hanya menentang perbuatan homoseksual yang dilakukan sebagai respon terhadap naluri tersebut.
Atas dasar inilah, Gereja Katolik menekankan perlunya merangkul kaum homoseksual dan memperlakukan mereka dengan penuh rasa hormat. Gereja Katolik menilai kaum homoseksual sebagai marginalized group dan menentang segala bentuk diskriminasi, penganiayaan dan kekerasan terhadap kelompok homoseksual.
Sebagai moral power dalam dunia internasional, Vatikan memiliki perhatian yang besar terhadap isu-isu internasional yang berkaitan erat dengan harkat manusia sebagai ciptaan Tuhan serta keberlangsungan hidup umat manusia. Arah dan kebijakan luar negeri yang diterapkan oleh Vatikan selalu dilandasi oleh ajaran Gereja Katolik sebagaimana Vatikan sendiri merupakan Pusat Gereja Katolik (FINE).
ADVERTISEMENT