Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 Ā© PT Dynamo Media Network
Version 1.99.1
28 Ramadhan 1446 HJumat, 28 Februari 2025
Jakarta
imsak04:10
subuh04:25
terbit05:30
dzuhur11:30
ashar14:45
maghrib17:30
isya18:45
Konten dari Pengguna
Ramadan, Konsumerisme, dan Kesadaran Ekologis
28 Februari 2025 19:45 WIB
Ā·
waktu baca 4 menitTulisan dari Holy Wahyuni tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan

ADVERTISEMENT
Ramadan telah tiba. Bulan yang bukan hanya tentang ibadah spiritual, lebih dari itu juga mengandung pelajaran di berbagai aspek, baik itu sosial, pendidikan, dan tentu saja aspek ekologis, yakni tentang hubungan kita dengan alam yang banyak memberi manfaat bagi kehidupan.
ADVERTISEMENT
Ramadan sejatinya adalah bulan pengendalian diri. Bukan hanya soal menahan lapar dan haus, akan tetapi juga tentang mengendalikan hawa nafsuātermasuk nafsu konsumtif. Idealnya, dengan berpuasa, pola konsumsi kita berkurang. Makan hanya dua kali sehari saat sahur dan berbuka, dengan porsi yang lebih terkontrol.
Sayangnya, yang terjadi justru sebaliknya. Di banyak tempat, Ramadan sering kali menjadi bulan di mana konsumerisme meningkat drastis, terutama dalam hal makanan dan belanja. Tak jarang, justru di bulan yang seharusnya penuh kesederhanaan ini, tumpukan sampah malah semakin menggunung.
Coba perhatikan kebiasaan saat berbuka puasa. Ada begitu banyak hidangan yang tersaji, mulai dari kolak, gorengan, es buah, hingga berbagai macam makanan berat. Semua terlihat menggiurkan, apalagi setelah seharian menahan lapar. Namun, setelah berbuka, sering kali baru kita sadar bahwa mata kita ternyata lebih rakus dari perut kita sendiri.
ADVERTISEMENT
Banyak makanan yang akhirnya tidak habis dan berujung menjadi sampah. Begitu juga dengan kemasan plastik yang digunakan untuk membungkus takjil, makanan berbuka, atau bahkan belanjaan yang meningkat selama Ramadan.
Dampak Konsumerisme terhadap Lingkungan
Konsumsi berlebihan di bulan Ramadan membawa dampak yang cukup besar terhadap lingkungan. Salah satunya adalah peningkatan jumlah sampah. Berdasarkan data dari berbagai sumber, jumlah sampah makanan di Indonesia meningkat hingga 20-30% selama bulan Ramadan. Sebagian besar sampah ini berasal dari makanan yang tidak habis dikonsumsi serta kemasan plastik yang digunakan untuk mengemas makanan.
ADVERTISEMENT
Sampah makanan yang menumpuk tidak hanya mubazir secara moral dan ekonomi, tetapi juga berkontribusi terhadap pemanasan global. Makanan yang terbuang akan membusuk dan menghasilkan gas metana, salah satu gas rumah kaca yang lebih berbahaya daripada karbon dioksida. Begitu pula dengan sampah plastik yang tidak mudah terurai, mencemari tanah dan lautan, serta mengancam kehidupan makhluk hidup di dalamnya.
Selain itu, kebiasaan belanja berlebihan selama Ramadan juga bisa meningkatkan jejak karbon. Dari produksi, distribusi, hingga konsumsi barang-barang yang kita beli, semua itu memerlukan energi dan sumber daya alam yang besar. Semakin banyak yang kita melakukan konsumerisme berlebihan, semakin besar pula dampak ekologis yang dihasilkan.
Menjadikan Ramadan sebagai Bulan Kesadaran Ekologis
Jika dipahami dengan baik, Ramadan sebenarnya bisa menjadi momentum yang tepat untuk menerapkan gaya hidup yang lebih ramah lingkungan dengan kesadaran bahwa hidup yang dicontohkan oleh Rosulullaah SAW adalah kehidupan penuh kesederhanaan.
ADVERTISEMENT
Sebut saja dalam aktivitas menyantap hidangan berbuka. Mengambil makanan secukupnya adalah prinsip dasar yang perlu diterapkan. Jangan sampai karena lapar mata, kita mengambil terlalu banyak makanan yang akhirnya tidak habis. Jika memungkinkan, biasakan juga menyimpan sisa makanan untuk dikonsumsi kembali, bukan langsung membuangnya.
Dalam konteks volume sampah, kemasan plastik menyumbang paling besar angka peningkatan. Maka sebenarnya kita dapat siasati saat membeli takjil atau makanan berbuka, dengan membiasakan membawa wadah sendiri. Kurangi penggunaan kantong plastik dan pilih alternatif yang lebih ramah lingkungan seperti tas kain atau tempat makan yang bisa dipakai ulang. Hal ini sederhana, tetapi jika dilakukan oleh banyak orang, dampaknya akan sangat besar.
Tidak perlu membeli terlalu banyak makanan atau barang hanya karena tergoda oleh diskon dan promosi Ramadan. Selain menghemat pengeluaran, belanja secukupnya juga membantu mengurangi limbah dan konsumsi energi yang tidak perlu.
ADVERTISEMENT
Alih-alih menyantap makanan berbuka seorang diri dengan berbagai jenis menu, sebaiknya kita menyedekahkannya kepada mereka yang lebih membutuhkan. Banyak lembaga sosial dan komunitas yang siap menyalurkan makanan kepada orang-orang yang kurang mampu. Dengan cara ini, tidak hanya lingkungan yang diuntungkan, tetapi juga kita mendapatkan pahala yang lebih besar.
Ramadan seharusnya tidak hanya menjadi momen sesaat untuk berubah. Kebiasaan baik yang kita mulai di bulan ini sebaiknya dilanjutkan setelahnya. Mengurangi konsumsi berlebihan, mengelola sampah dengan bijak, dan menjaga lingkungan harus menjadi bagian dari gaya hidup kita sehari-hari.
Jika selama sebulan penuh kita bisa mengendalikan diri dari makan dan minum, maka sudah seharusnya kita juga bisa mengendalikan kebiasaan konsumtif kita dalam jangka panjang. Kesadaran ekologis bukan sekadar tren atau sesuatu yang sulit dilakukan, tetapi merupakan bagian dari tanggung jawab kita sebagai manusia yang hidup di bumi.
ADVERTISEMENT
Jadi, mari kita jadikan Ramadan sebagai momentum untuk tidak hanya meningkatkan keimanan dan ketakwaan, tetapi juga sebagai bulan refleksi dalam menjaga lingkungan. Karena sejatinya, beribadah bukan hanya soal hubungan kita dengan Tuhan, tetapi juga bagaimana kita menjaga amanah-Nya, termasuk bumi yang kita tinggali ini.