Konten dari Pengguna

Pandangan Feminisme terhadap Perempuan dalam Konflik Israel-Hamas 2023

Hosea Seda Wangge Bedi
Mahasiswa Hubungan Internasional Universitas Kristen Satya Wacana
16 Februari 2025 8:41 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Hosea Seda Wangge Bedi tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Perempuan korban konflik bye AI
zoom-in-whitePerbesar
Perempuan korban konflik bye AI
ADVERTISEMENT
Gambaran Umum Konflik Israel-Hamas 2023
Pihak otoritas Israel pada awal November 2023 mengumumkan serangan 7 Oktober sebagai serangan paling mematikan dalam sejarah Israel karena menewaskan lebih dari 1200 jiwa. Serangan itu bermula ketika Hamas melancarkan aksinya secara besar-besaran ke Israel, sehingga militer Israel merespon dengan cepat untuk tidak membuat Hamas menikmati terlalu lama serangan tersebut. Hamas adalah salah satu kelompok yang mendukung kemerdekaan Palestina dan berkedudukan di sana. Semenjak saat itu kedua belah pihak saling jual beli serangan sebagai cara untuk mempertahankan posisinya atau bertindak menyerang dengan maksud menguasai.
ADVERTISEMENT
Gaza merupakan tempat saksi bisu yang paling terdampak dari konflik keduanya, bahkan di sepanjang konflik telah melibatkan ribuan korban jiwa termasuk para perempuan. Kelompok Hamas dan Israel saling melancarkan serangan terhadap satu sama lain di dekat perbatasan Gaza. Kelompok Hamas-Palestina mendadak melakukan serangan ke Israel dekat perbatasan Gaza dipengaruhi oleh kemauan yang tinggi untuk merebut kembali tanah air dari kekuasaan Israel. Kemudian, Israel meluncurkan serangan berbasis udara untuk menghancurkan infrastruktur, rumah sakit, dan pemukiman sehingga memaksa ratusan warga mengungsi.
Peran Laki-laki dalam Kebijakan Konflik dan Dampaknya terhadap Perempuan
Konflik Israel dan Hamas-Palestina serta segala urusannya diatur kebijakannya dan dipersiapkan oleh laki-laki yang dalam hal ini presiden, perdana menteri dan panglima tertinggi. Selain itu, ada pasukan militer yang identik dengan para lelaki yang kapanpun dan dimanapun selalu memenuhi panggilan. Di sisi lain warga Gaza yang terjebak di tengah blokade dan kehancuran mengalami penderitaan yang luar biasa akibat konflik ini. Israel mengalami kerugian yang besar dengan ratusan warganya diculik dan menjadi sandera Hamas.
ADVERTISEMENT
Sementara dunia disibukan dengan konflik yang terjadi di Timur Tengah, bagaimana dengan kehidupan perempuan yang sangat bergantung hidupnya pada para suami, peran lelaki, dan negara yang bertanggung jawab untuk kelangsungan hidup mereka? Bagaimana dengan nasib perempuan yang menjadi korban dari konflik Israel dan Hamas palestina? Nasib hidup yang mereka alami sangat kompleks karena bisa saja mereka sudah menjadi bagian dari ribuan juta jiwa yang tidak bernyawa lagi. Ataukah mereka menjadi orang-orang yang telah ditinggal selamanya oleh keluarga, sanak saudara, dan pasangan hidup akibat kejamnya konflik ini?
Pandangan Feminsime
Ketika urusan kebijakan suatu negara dan kelompok tertentu hanya diisi oleh pemikiran-pemikiran yang lahir dari para lelaki maka tidak mengherankan jika kenyataan yang terjadi di Timur Tengah saat ini dipenuhi dengan cerita hangat yang berasal dari kedua belah pihak. Dalam asumsi penulis, disaat suatu negara lebih mengonsumsi pikiran, dari para lelaki akan lebih menunjukkan sikap maskulin yang kuat, cenderung lebih agresif, dan kurang empati terhadap pihak lemah. Mengapa demikian? Karena laki-laki dari sananya sudah terkonstruksi dengan sikap yang tidak pernah menunjukkan kelemahannya maupun ketidakmampuannya sehingga apapun itu yang dirasa mengganggu kenyamanannya mereka akan bertindak layaknya laki-laki yang tidak mau tahu dan tidak terlalu memperdulikan siapa yang ada disekitarnya. Berkaitan dengan urusan kebijakan tersebut kecenderungan yang terjadi mereka akan menunjukan sisi maskulin yang tidak mudah takut, tidak lemah, ataupun tidak tergantung pada siapapun sehingga terkesan kurang bijaksana dalam pengambilan keputusan.
ADVERTISEMENT
Oleh sebab itu, konflik bisa dengan mudah terjadi dan yang menjadi korban dari keputusan tersebut adalah mereka yang lemah, sulit bertahan hidup dalam kondisi yang demikian, serta yang memiliki ketergantungan dengan orang lain. Gambaran karakteristik para korban ini identik dengan sisi feminism lantaran situasi yang ditujukan akibat konflik antara Israel dan Hamas-Palestina, pihak yang tidak bisa berbuat apa-apa adalah perempuan. Perempuan dari kedua belah pihak menjadi korban langsung dari kekerasan yang ditimbulkan baik secara fisik maupun psikis. Fokus utama feminism ialah menciptakan lingkungan dengan segala sesuatu di dalamnya yang saling menerima terutama setiap individu tanpa memandang jenis kelaminnya, mempunyai hak yang sama, kesempatan yang setara dan diperlakukan dengan adil. Feminisme bertindak untuk mengatasi ketidakadilan sistematis yang dijumpai dalam kehidupan masyarakat yang seringkali memposisikan perempuan pada keadaan kurang menguntungkan secara sosial-politik.
ADVERTISEMENT
Feminisme Liberal
Berangkat dari kondisi yang dialami oleh perempuan dalam konflik Israel dan Hamas-Palestina, penulis lebih menitikberatkan kebebasan individu perempuan dan tuntutan untuk kesetaraan dengan laki-laki sebagaimana yang termuat dalam aliran feminisme liberal. Maksud dari gerakan ini adalah perempuan perlu menjadi pembuat kebijakan, bukan hanya warga negara biasa agar kebijakan yang dilakukan suatu negara tidak meluluh datang dari laki-laki. Tokoh seperti Naomi Wolf dan Kishida Toshiko mewakili pandangan ini, menekankan pentingnya kesetaraan hak dan kekuatan perempuan. Jika perempuan diberikan kesempatan untuk berperan lebih dalam pembuatan kebijakan dan diplomasi internasional, mereka mungkin bisa membantu menciptakan solusi yang lebih inklusif dan damai.
Apabila Gerakan ini bisa dimanfaatkan dengan baik oleh para perempuan dan dapat diterima di kalangan laki-laki, penulis berpikir bahwa sistem internasional yang tidak luput dari konflik sebagainya akan teratasi. Karena, apabila pergerakan ini telah diterima lalu dihayati dan dilaksanakan oleh masyarakat internasional, penulis optimis bahwa dunia dapat menyaksikan kehidupan yang damai terutama pada konflik Israel dan Hamas-Palestina di Timur Tengah. Disaat perempuan diberi ruang untuk dapat memimpin dan memberikan kebijakan, disaat itulah kehidupan yang adil sedang dibangun dan dijalani, sehingga perempuan-perempuan dapat berjuang walaupun perempuan di Gaza dan Israel seringkali terpinggirkan dan tidak memiliki suara dalam kebijakan yang mempengaruhi hidupnya. Feminisme berharap dapat mengurangi ketimpangan dan memperjuangkan kesejahteraan serta hak-hak perempuan yang lebih baik dalam menghadapi kekerasan konflik dengan meningkatkan keterlibatannya dalam diplomasi dan politik agar perempuan tidak selalu menjadi korban yang selalu menjadi sasaran.
ADVERTISEMENT