Konten dari Pengguna

Penerapan Komunikasi Efektif dan Terapeutik di Rumah Sakit Hewan UNAIR

HOWARD LING KUOK SIANG
Mahasiswa Universitas Airlangga
9 Desember 2024 13:24 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari HOWARD LING KUOK SIANG tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Image dari https://unair.ac.id/wp-content/uploads/2022/01/rshp-768x345.jpeg
zoom-in-whitePerbesar
Image dari https://unair.ac.id/wp-content/uploads/2022/01/rshp-768x345.jpeg
ADVERTISEMENT
Kunjungan lapangan ke Rumah Sakit Hewan Universitas Airlangga (UNAIR) memberikan perspektif unik tentang dinamika komunikasi yang bernuansa dalam lingkungan perawatan kesehatan hewan. Tidak seperti rumah sakit manusia, di mana pasien dapat menjelaskan gejala mereka, dokter hewan harus menafsirkan isyarat non-verbal dari hewan dan kekhawatiran dari pemilik hewan peliharaan, sehingga menciptakan tantangan komunikasi yang unik dan berlapis. Pengalaman ini memperdalam pemahaman saya tentang bagaimana profesional perawatan kesehatan di bidang ini berkomunikasi baik secara verbal maupun non-verbal—dengan pasien, pemilik hewan peliharaan, dan kolega—dan menggarisbawahi pentingnya empati, kejelasan, dan kerja sama tim.
ADVERTISEMENT
Salah satu pengamatan saya yang paling signifikan adalah cara dokter hewan berinteraksi dengan pemilik hewan peliharaan, yang sering mengalami kecemasan dan kekhawatiran atas kesehatan hewan mereka. Saya melihat perpaduan antara empati dan profesionalisme yang menumbuhkan kepercayaan dan kerja sama. Dokter hewan berusaha menjelaskan istilah medis yang rumit dalam bahasa yang sederhana, sering kali menggunakan analogi untuk membuat prosedur lebih mudah dipahami. Misalnya, seorang dokter hewan menghindari jargon teknis saat menjelaskan operasi, sebaliknya memilih perbandingan yang relevan yang membuat pemilik hewan peliharaan merasa nyaman. Komunikasi non-verbal juga memainkan peran penting dalam pertukaran ini. Dengan menjaga kontak mata yang lembut, tersenyum meyakinkan, dan berbicara dengan nada yang tenang dan mantap, dokter hewan tidak hanya menyampaikan profesionalisme mereka tetapi juga perhatian dan pengertian mereka yang tulus terhadap kekhawatiran pemilik. Isyarat-isyarat ini membantu membangun hubungan, memastikan bahwa pemilik merasa didengarkan dan dilibatkan dalam proses pengambilan keputusan mengenai kesehatan hewan peliharaan mereka.
ADVERTISEMENT
Aspek yang sama menariknya dari pengalaman ini adalah menyaksikan bagaimana dokter hewan dan teknisi berinteraksi langsung dengan pasien hewan, yang tentu saja tidak dapat mengutarakan gejala mereka. Saya melihat bagaimana dokter hewan mengandalkan keterampilan observasi yang tajam dan isyarat verbal yang menenangkan untuk meyakinkan hewan. Meskipun hewan tidak dapat memahami bahasa, nada yang lembut dan menenangkan serta sentuhan yang lembut membantu mengurangi stres mereka. Misalnya, seorang dokter hewan mendekati kucing yang ketakutan dengan perlahan, berjongkok agar sejajar dengannya dan berbicara dengan nada tinggi dan ramah sambil membelai dengan lembut. Pendekatan yang menenangkan ini tampak membuat hewan tersebut rileks, sehingga pemeriksaan dapat dilakukan dengan lebih lancar. Bahasa tubuh dokter hewan—gerakan yang lambat dan dapat diprediksi, serta gestur yang sabar—menunjukkan kesadaran akan perilaku hewan yang penuh rasa hormat dan empati. Komunikasi non-verbal seperti itu menggarisbawahi pemahaman yang mendalam tentang kenyamanan hewan, membantu menciptakan lingkungan tempat hewan dapat merasa aman dan kooperatif.
ADVERTISEMENT
Wawasan penting lainnya dari perjalanan tersebut adalah kerja sama tim dan komunikasi di antara para profesional kesehatan di rumah sakit. Perawatan hewan yang efektif merupakan upaya kolaboratif yang melibatkan dokter hewan, teknisi, dan staf administrasi, yang semuanya memainkan peran integral dalam memastikan kelancaran operasi rumah sakit. Mengamati interaksi mereka mengungkapkan budaya rasa hormat dan saling mendukung. Rekan kerja sering berkonsultasi satu sama lain, dengan percakapan yang singkat namun efektif, yang mencerminkan basis pengetahuan dan kepercayaan bersama. Isyarat non-verbal, seperti mengangguk untuk menunjukkan persetujuan, menjaga kontak mata untuk menyampaikan perhatian, dan bahkan gerakan ramah seperti tepukan di punggung, memperkuat rasa persahabatan. Selama prosedur, teknisi dan dokter hewan berkoordinasi dengan lancar, sering kali mengandalkan anggukan dan gerakan untuk berkomunikasi tanpa kata-kata. Pemahaman yang tak terucapkan ini menggambarkan tingkat kepercayaan dan keakraban yang tinggi dalam tim, yang menyoroti pentingnya komunikasi verbal dan non-verbal dalam menciptakan tempat kerja yang efisien, penuh rasa hormat, dan mendukung.
ADVERTISEMENT
Kunjungan lapangan tersebut juga menyoroti bagaimana dokter hewan menangani perselisihan, khususnya ketika pemilik hewan peliharaan memiliki keraguan tentang perawatan yang direkomendasikan. Dalam satu contoh, seorang pemilik hewan peliharaan mempertanyakan perlunya pembedahan. Dokter hewan mendengarkan dengan penuh perhatian, dengan tenang menanggapi kekhawatiran pemilik dan memberikan penjelasan terperinci tentang manfaat dan risiko prosedur tersebut. Respons yang terbuka dan penuh rasa hormat ini menunjukkan keterampilan manajemen konflik yang kuat. Melalui isyarat non-verbal seperti postur tubuh yang terbuka, nada netral, dan kontak mata yang mantap, dokter hewan meredakan situasi, membantu pemilik merasa dihormati dan dipahami bahkan dalam menghadapi sudut pandang yang berbeda. Teknik-teknik halus ini terbukti penting untuk menumbuhkan kepercayaan dan memastikan bahwa pemilik merasa mendapat informasi dan terlibat dalam keputusan perawatan hewan peliharaan mereka.
ADVERTISEMENT
Berkaca pada pengalaman ini, saya menyadari bahwa komunikasi dalam kedokteran hewan bukan sekadar pertukaran informasi; komunikasi merupakan alat penting untuk membangun kepercayaan, menumbuhkan pemahaman, dan memastikan kesejahteraan hewan dan manusia yang menjadi sahabatnya. Dari interaksi yang penuh kasih sayang dengan pemilik hewan peliharaan hingga kolaborasi yang penuh rasa hormat di antara rekan kerja, setiap gaya komunikasi menggarisbawahi pentingnya empati, kesabaran, dan kerja sama tim. Meskipun keahlian teknis tidak diragukan lagi penting, pengalaman ini telah memperdalam apresiasi saya terhadap keterampilan komunikasi unik yang sama pentingnya dalam perawatan kesehatan hewan.
Pada akhirnya, kunjungan ini menekankan bahwa perawatan hewan yang benar-benar efektif tidak hanya mencakup mendiagnosis dan merawat hewan, tetapi juga membimbing dan menenangkan pemilik hewan peliharaan. Profesional veteriner harus berkomunikasi dengan jelas, penuh kasih sayang, dan kepekaan budaya, karena kualitas-kualitas ini menumbuhkan lingkungan tempat hewan menerima perawatan penuh kasih sayang, pemilik merasa didukung, dan tim perawatan kesehatan bekerja secara harmonis. Wawasan ini telah mengilhami saya untuk mengembangkan keterampilan klinis dan kemampuan komunikasi saya, memahami bahwa kemampuan untuk terhubung dengan orang dan hewan adalah kualitas yang menentukan perawatan kesehatan hewan yang berdampak.
ADVERTISEMENT