Politik Hukum Pemerintahan Belanda di Indonesia

Irham Fadhilah Hidayatullah
Mahasiswa Hukum Tata Negara UIN Jakarta
Konten dari Pengguna
12 Juni 2022 15:28 WIB
comment
3
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Irham Fadhilah Hidayatullah tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Suatu politik hukum yang tegas dari Pemerintah Belanda bisa dikatakan baru nampak sejak tahun 1848. Dalam tahun tersebut Pemerintah Belanda mulai mengadakan kodifikasi di Indonesia yaitu dengan mengundangkan Burgerlijk Wetboek dan Wetboek van Koophandel (Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dan Kitab Undang-Undang Hukum Dagang) untuk orang-orang Eropa yang ada di Indonesia, yang pada hakikatnya berupa suatu penjiplakan belaka dari Burgerlijk Wetboek dan Wetboek van Koophandel sepuluh tahun yang lalu (tahun 1838) yang diundangkan di Negeri Belanda.
ADVERTISEMENT
Perdagangan hasil bumi Belanda kebanyakan dilakukan dengan perantaraan tengkulak-tengkulak Tionghoa. Untuk memudahkan pembuatan kontra kerja serta menjamin "kepastian hukum" bagi perdagangan Belanda maka ditempuhlah politik menundukkan masyarakat Tionghoa kepada Hukum Eropa. Pada tahun 1855 sebagian dari Burgerlijk Wetboek memuat hukum kekayaan (Hukum Benda dan Hukum Perjanjian), begitu juga dengan Wetboek van Koophandel dinyatakan berlaku untuk orang Tionghoa.
Masyarakat Indonesia menurut politik hukum Belanda dibiarkan hidup di bawah hukumnya sendiri, yaitu Hukum Adat asli. Sebenarnya Pemerintah Belanda belum mengetahui bagaimana Hukum Adat masyarakat Indonesia saat itu. Pemerintah Belanda juga belum mempunyai kepentingan-kepentingan yang bersangkutan dengan Indonesia. Belanda mulai kontak dengan masyarakat pribumi (Inlanders) ketika perusahaan-perusahaan perkebunan teh, kopi, karet dan gula mulai meningkat di Indonesia dan menghasilkan barang-barang dagangan untuk pasaran dunia, barulah timbul persoalan bagi Pemerintah Belanda tentang bagaimana sebaiknya melayani kepentingan perusahaan Belanda dan politik terhadap hukum masyarakat pribumi .
ADVERTISEMENT
Maka saat itu timbullah pemikiran kepastian hukum (kepastian bagi pihaknya orang Belanda), untuk menciptakan hukum tertulis bagi masyarakat pribumi. Sebelum hukum Indonesia ditulis di dalam kitab undang-undang, maka masih berlaku Hukum Adat asli di Indonesia.
Pemerintah Belanda sudah merencanakan untuk memberikan kepada Indonesia suatu burgerlijk wetboek, mengenai dua konsep yaitu menundukkan masyarakat Indonesia kepada kitab undang-undang hukum perdata yang sudah ada (yaitu yang berlaku untuk orang Belanda) atau memberikan suatu kitab undang-undang tersendiri. Bahkan Konsep yang terakhir ini sudah hampir diwujudkan pada tahun 1920.
Sumber: pixabay.com
Departement Justitie telah menyiapkan sebuah ontwerp Burgerlijk Wetboek voor Inlanders, tetapi berkat perjuangan Prof. Mr. C. van Vollenhoven (bapak hukum adat) maka rencana tersebut digagalkan. Sejak itu terjadilah suatu perputaran haluan dalam politik hukum Pemerintah Belanda terhadap hukum Indonesia.
ADVERTISEMENT
Dalam pasal 131 Indische Staatsregeling di zaman Hindia-Belanda itu sudah memiliki peraturan undang-undang Eropa yang dinyatakan berlaku untuk bangsa Indonesia, seperti pasal 1601-1603 Burgerlijk Wetboek, yaitu perihal perjanjian kerja atau perburuhan (Staatsblad 1879 No. 256) dan beberapa bagian dari Wetboek van Koophandel, misalnya sebagian besar dari hukum laut (Staatsblad 1933 No. 49).
Selanjutnya ada beberapa peraturan yang secara khusus dibuat untuk bangsa Indonesia yaitu Ordonansi Perkawinan Orang Indonesia Kristen (Staatsblad 1933 No. 74), Ordonansi tentang Maskapai Andil Indonesia atau 1.M.A. (Staatsblad 1939 No. 569), Ordonansi tentang Perkumpulan orang Indonesia (Staatsblad 1939 No. 570).
Akhirnya sudah diberlakukan juga peraturan-peraturan yang berlaku untuk semua golongan warga negara, seperti Undang-Undang Hak Pengarang (Auteurswet tahun 1912), Peraturan Umum tentang Koperasi (Staatsblad 1933 No. 108), Ordonansi Woeker (Staatsblad 1938 No.523), dan Ordonansi tentang Pengangkutan di Udara (Staatsblad 1938 No. 98). Perihal kemungkinan bagi orang Indonesia untuk menundukkan diri kepada Hukum Perdata Eropa telah diatur lebih lanjut dalam Staatsblad 1917 No. 12.
ADVERTISEMENT
Diantara peraturan perundangan dalam lapangan hukum perdata untuk golongan Timur Asing adalah :
1. Awalnya peraturan termuat dalam Staatsblad 1855 No. 79 hukum perdata Eropah (Burgerlijk Wetboek dan Wetboek van Koophandel), dengan kekecualian hukum kekeluargaan dan hukum warisan, dinyatakan berlaku untuk semua orang Timur Asing.
2. Tahun 1917, mulai diadakan pembedaan antara golongan "Timur Asing Tionghoa" dan "Timur Asing bukan Tionghoa" karena untuk golongan Tionghoa dianggap bahwa Hukum Eropa sudah diberlakukan.
3. Untuk golongan Tionghoa dilakukan suatu peraturan yang diletakkan dalam Staatsblad 1917 No. 129 (berlaku untuk seluruh wilayah Indonesia pada tanggal 1 September 1925). Bagi orang Tionghoa itu diadakan suatu Burgerlijke Stand tersendiri serta suatu peraturan tersendiri.
4. Bagi masyarakat dari golongan Timur Asing lainnya (Arab, India dan sebagainya) memiliki suatu peraturan sendiri, yaitu dalam Ordonansi yang termuat dalam Staatsblad tahun 1924 No. 556 (mulai berlaku sejak tanggal 1 Maret 1925
ADVERTISEMENT