Surat Terbuka Seorang Ibu untuk Soimah dan Ibu Pelaku Tragedi Gontor

NUR AZIZAH
Penulis, Humas
Konten dari Pengguna
15 September 2022 19:29 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
36
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari NUR AZIZAH tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
awan. (dok. istimewa)
zoom-in-whitePerbesar
awan. (dok. istimewa)
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Assalamualaikum warahmatullah wabarakatuh,
Ibu Soimah, apa kabar? Perkenalkan saya Azizah, seorang ibu dari pinggir Jakarta yang sangat ingin memeluk Ibu, sangat ingin bisa bertakziyah ke makam Ananda, sangat ingin hadir, agar bisa memberi sedikit saja dukungan dan pelukan hangat untuk Ibu.
ADVERTISEMENT
Kita memang tidak saling kenal Ibu, namun dengan adanya tragedi ini, saya merasa dekat sekali dengan Ibu. Saya yakin ada ribuan bahkan jutaan ibu di luar sana ingin memberikan hal yang sama, namun terbatas oleh ruang dan waktu, semoga tulisan ini sampai ke Ibu. Tanda cinta saya, seorang Ibu yang juga memiliki anak yang sedang belajar di Pondok. Sebagai pelukan hangat, pelukan penuh doa, pelukan untuk saling memberi kekuatan.
Ibu, sejak pertama kali saya membaca berita wafatnya Ananda, air mata saya tidak berhenti mengalir. Membayangkan Saya ada di posisi Ibu. Saya jadi terngiang-ngiang flashback perjalanan Ananda dari mulai ia hadir dalam rahim, kemudian lahir, celotehan pertama, langkah pertama, sekolah pertama, izinnya Ananda untuk mondok, berdiskusi di pondok mana ia akan belajar, dan yang lainnya seakan menjadi rentetan foto yang beriringan hadir.
ADVERTISEMENT
Saya juga tiba-tiba terbayang bagaimana Ibu pertama kali membantunya packing untuk berangkat Mondok, deg-degannya menunggu ia menelepon, berseri-seri saat mendengarkan ia bercerita lewat telepon serunya saat di Pondok, cerita tentang teman-temannya yang berasal dari ragam daerah, cerita tentang barang-barangnya yang cepat sekali hilang, aneka permintaannya, makanan kesukaan, dan suaranya yang bergetar minta doa Ibu agar ia dimudahkan dalam belajar.
Ibu Soimah, saya merasakan bahwa ketika telepon itu berdering memberitakan wafatnya Ananda, kesedihan luar biasa dan hancurnya hati, perasaan tidak percaya bahwa ananda telah tiada. Astgahfirullah, lutut saya lemas membayangkan saat itu.
Saya yakin Ibu sudah rida, Ibu adalah ibu yang kuat. Sekali lagi, pelukan hangat dan doa yang tidak henti dari saya untuk Ananda, Ibu, dan keluarga semoga menjadi sedikit energi untuk Ibu menjalani hari-hari berat ini dan selanjutnya.
ADVERTISEMENT
Saya yakin Ananda syahid, karena wafat dalam keadaan sedang belajar, dan surga adalah balasannya. Peluk Ibu Soimah, Allah pasti sayang dan akan memberikan pengganti terbaik untuk kehilangan ini.

Untuk Ibu dari MFH dan Ibu dari IH

Ibu, perkenalkan saya Azizah, seorang ibu dari pinggiran Jakarta. Saya juga seorang Ibu dari anak yang sedang belajar di Pondok.
Ibu, dengan adanya tragedi ini, selain Ibu Soimah, saya juga sangat ingin bertemu dengan Ibu dari MFH dan IH, saya ingin sekadar memberikan pelukan hangat, meminjamkan badan ini untuk ibu peluk sekuat-kuatnya dengan tangis yang sekencang-kencangnya. Menyedekahkan tangan ini untuk membelai Ibu, mengikhlaskan telinga ini untuk mendengarkan kesedihan ibu menghadapi kejadian yang sama sekali tidak pernah terbesit ini, dan raga untuk menemani Ibu. Semoga melalui tulisan ini, semua niat itu bisa tersampaikan.
ADVERTISEMENT
Ibu, apapun yang terjadi kini, ridai Ananda ya. Ridai ia, betapa pun kecewa dan sedihnya hati ibu dengan kejadian ini, karena dengan rida itu, Sang Penyayang juga pasti akan rida, sehingga ketakutan dan kekhawatiran yang sekarang menguasai hari-hari bisa terlewati dengan baik dan insyaallah akan membuahkan hal baik.
Saya yakin seyakin-yakinnya, bahwa Ananda tidak memiliki secuil pun niat untuk menghilangkan nyawa adiknya. Saya yakin tidak pernah terbersit sedikit pun niat dalam hatinya untuk menyakiti adiknya. Karena, sama seperti santri yang lain, niat ia hanya belajar, belajar, belajar, hingga kelak bisa mewujudkan cita-citanya agar membuat Ibu yang telah melahirkannya bangga dan bahagia.
Ibu, saya yakin ketika Ananda dalam proses membawa AM ke Balai Kesehatan, ia pasti berharap bahwa tidak akan ada kejadian yang menakutkan, ia pasti terbayang wajah Ibu, ia pasti berharap pada Tuhannya agar semua baik-baik saja. Bahkan hingga kemudian AM dinyatakan wafat, saya yakin ia pasti takut luar biasa akan diusir dari Pondok yang sangat dicintainya, ia pasti gemetar luar biasa membayangkan wajah ibunya, perasaan ibunya, bahwa anaknya yang sudah hampir mencapai garis finish di Pondok, harus diusir dari Pondok karena perbuatan yang tidak disengajanya.
ADVERTISEMENT
Di sepanjang perjalanan dari pondok ke rumah, saya yakin hanya ada satu wajah yang ada di dalam benaknya, wajah Ibu. Ia sangat khawatir Ibu akan sangat kecewa padanya. Ia khawatir ibu akan sangat marah padanya. Astaghfirullah. Ia bahkan masih sangat ingin membahagiakan Ibu.
Ibu, ridai ya. Semoga di “Pondok” yang baru ia bisa menjadi lebih baik lagi, menjadi penerang bagi yang lainnya, menjadi Buya Hamka baru yang tidak berhenti berkarya, berdakwa, dan melakukan kebaikan meski di balik jeruji.
Hidup mereka tidak berhenti di sini, mereka masih bisa memiliki mimpi untuk melanjutkan kuliah di negara-negara impian seperti para pendahulunya, mereka masih memiliki kesempatan untuk menjadi ustadz muda, mereka masih memiliki banyak kesempatan untuk mewujudkan apapun mimpi mereka.
ADVERTISEMENT
Semoga pelukan ini sampai dari saya, seorang ibu untuk Ibu. Allahu yarhamukum.
Azizah (Ibu salah satu santri di G4)