Konten dari Pengguna

Gudeg, Alat Politik ala Pilihan RT dengan Imbalan Agar Tidak Dipilih

Humam Zarodi
Alumni S1 Fakultas Geografi UGM dan Alumnni S2 pada Magister Manajemen Bencana Sekolah Pascasarjana UGM. Saat ini bekerja sebagai konsultan dan training center pemetaan pada lembaga SinauGIS Yogyakarta.
1 Desember 2021 16:12 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Humam Zarodi tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Jadi ceritanya, Pemerintah Kota Yogyakarta sedang menyelenggarakan pemilihan Ketua RT serentak di bulan November 2021 ini. Dengan target di bulan November ini sudah ada Ketua RT yang definitif, termasuk di kampung saya. Tetapi ada yang unik dalam pemilihan Ketua RT di kampungnya Aan, teman kerja saya.
Ilustrasi pemilihan ketua RT di kampung. Sumber foto: www,unsplash.com
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi pemilihan ketua RT di kampung. Sumber foto: www,unsplash.com
Ia tingal di salah satu kampung yang berada di barat daya Kota Yogyakarta. Uniknya, 3 (tiga) dari 4 (empat) kandidat yang dijaring melalui survei dari rumah ke rumah itu, menggunakan gudeg sebagai jamuan bagi warga dengan imbalan untuk tidak dipilih. Ketiga kandidat ini intinya tidak ingin terpilih menjadi Ketua RT.
ADVERTISEMENT
Nah, proses kemunculan kandidat ini melalui tahapan survei dari rumah ke rumah. Jadi, panitia pemilihan di kampungnya Aan melakukan survei kepada tokoh masyarakat, seperti sesepuh, aktivis, dan juga pemuda kampung untuk menjaring kandidat calon Ketua RT. Kemudian panitia menetapkan 4 (empat) besar peraih suara terbanyak dalam survei dan ditetapkan sebagai kandidat.
Panitia kemudian mensosialisaskan kepada keempat kandidat ini kepada warga melalui WAG kampung. Nah, Aan yang menjadi salah satu kandidat, kaget bukan kepalang. Terbayang tanggung jawab yang begitu besar apabila ia terpilih menjadi Ketua RT.
Segera ia mengirimkan surat pengunduran diri sebagai calon Ketua RT kepada panitia. Sontak saja panitia menolak permohonan Aan, dengan alasan nanti semua kandidat akan melakukan hal yang sama. Ia kemudian berpikir keras mengatur strategi bagaimana caranya untuk tidak mendapatkan suara terbanyak.
ADVERTISEMENT
Sudah menjadi hal yang lumrah di kampung kalau sebagian orang enggan untuk dicalonkan alih-alih terpilih menjadi Ketua RT. Ketua RT ibaratnya sebagai ujung tombak pemerintahan di negara kita. Alih-alih mendapatkan tambahan pendapatan, kebalikannya malah sering nombok untuk keperluan warga.
Aan mengatur strategi agar tidak terpilih menjadi Ketua RT saat pemilihan nanti. Ia bersama 2 (dua) kandidat lainnya berkoalisi dengan tujuan agar tidak terpilih dan menjadikan kandidat nomor 3 (tiga) untuk dimenangkan. Kandidat nomor 3 (tiga) ini tidak memang sengaja tidak diajak koalisi, namun malah sengaja didorong untuk dijadikan kandidat kuat Ketua RT.
Strategi tim koalisinya Aan ialah masing-masing kandidat bergerak melakukan pendekatan kepada basis pendukungnya, dengan mengkampanyekan agar tidak dipilih dan meminta warga untuk memilih kandidat nomor 3 (tiga). Kandidat nomor 3 (tiga) ini layak dijadikan Ketua RT karena ketika sarasehan RT aktif bahkan sering usul untuk kemajuan kampung.
ADVERTISEMENT
Aan yang punya basis massa di level bapak-bapak muda bergerak ke tim ronda. Ia menyambangi semua tim ronda kampung untuk kampanye agar ia tidak dipilih dalam pilihan Ketua RT nanti.
“Mas, saya jangan dipilih ya saat pilihan Ketua RT nanti,” ujar Aan kepada rekan-rekan rondanya.
“Lha kenapa kok malah minta jangan dipilih,” tanya Indra.
“Nganu, lha wong ngurus rumah tangga sendiri saja masih kerepotan apalagi ngurus orang se-RT,” kilah Aan sambil tersenyum.
Yo wes gampang, asal malam ini kita nggudeg ya,” jawab Cahyo sambil tertawa.
“Beres” timpal Aan dengan gembira.
Hal yang sama juga dilakukan 2 (dua) kandidat lain yang kampanye hal serupa. Imbalannya juga sama, ditraktir makan gudeg atau dikirimi gudeg kepada pendukungnya. Hal ini dilakukan dari rumah ke rumah warga sambil kampanye agar jangan memilihnya tetapi diminta untuk memilih kandidat nomor tiga.
ADVERTISEMENT
Hal ini malah kontradiktif dengan politik lokal bahkan nasional di negara kita. Di mana kandidat calon pemimpin daerah atau wakil rakyat menggunakan pendekatan baik politik uang atau apa pun namanya dengan imbalan untuk dipilih.