Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.88.1
Konten dari Pengguna
Strategi Adaptasi Tradisi Kenduri di Tengah Pandemi
15 Agustus 2021 17:15 WIB
·
waktu baca 4 menitTulisan dari Humam Zarodi tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Di tengah pandemi, banyak kegiatan sosial kemasyarakatan dan keagamaan yang disesuaikan dengan situasi dan kondisi saat ini. Salah satunya adalah tradisi Kenduri, yang dalam bahasa Jawa disebut kenduren atau selametan. Sebagian masyarakat sudah menyesuaikan acara Kenduri khususnya berkaitan dengan kepesertaan dan cara penyajian berkat (paket makanan yang sudah dikemas ke dalam plastik atau besek).
ADVERTISEMENT
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, Kenduri adalah perjamuan makan untuk memperingati peristiwa, minta berkat, dan sebagainya. Dilansir dari laman wikipedia.org, Kenduri merupakan sebuah acara berkumpul, yang umumnya dilakukan oleh laki-laki. Dengan tujuan meminta kelancaran atas segala sesuatu untuk dihajatkan dari sang penyelenggara. Biasanya dengan mengundang orang-orang sekitar yang dipimpin oleh orang yang dituakan.
Sebelum pandemi, tradisi Kenduri ini biasanya dihadiri oleh banyak orang. Apalagi kalau di dusun, akan dihadiri oleh ratusan orang. Akan tetapi pada masa pandemi ini, kegiatan bermasyarakat sangat dibatasi. Bahkan saat Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat, yang kemudian dilanjutkan dengan PPKM Level 3 dan 4, kegiatan kemasyarakatan ditiadakan sama sekali. Tentu saja tujuannya untuk memutus mata rantai penyebaran COVID-19 dan menurunkan angka terkonfirmasi positif yang pada bulan Juli lalu menyentuh lebih dari 50.000 kasus harian.
ADVERTISEMENT
Strategi adaptasi acara Kenduri, salah satunya yang dilakukan oleh masyarakat Dusun Banaran, Desa Sempu, Kecamatan Andong, Kabupaten Boyolali. Hal ini saya ketahui awal pekan ini, saat salah satu teman di aplikasi pertemanan Facebook, Sinam M. Sutarno, memasang status, ‘Selamatan/Kenduri di masa pandemi, doa dari rumah dengan peserta sangat terbatas dan berkat diantar ke rumah tetangga dekat. Ini kebiasaan baru di tempat kami. Angon kahanan, nut jaman kelakone (peka terhadap keadaan dan mengikuti kehendak zaman)’.
Setelah melihat status FB teman saya tersebut, saya melakukan wawancara melalui aplikasi pesan singkat Whatsapp. Karena ini merupakan cerita yang cukup menarik, yang dilakukan oleh masyarakat di dusun. Menurut dia, yang juga sebagai salah satu penggiat Pengurangan Risiko Bencana di Kabupaten Boyolali, masyarakat di dusunnya mulai melakukan penyesuaian acara Kenduri sejak awal Januari 2021. Hal ini dilatarbelakangi sejak ada warga yang terinfeksi COVID-19. Perubahan acara Kenduri ini berjalan secara alami. Tidak ada imbauan khusus dari pengurus dusun maupun dari Pak Modin/Kaum (pemimpin doa atau kiai di dusun/kampung). Pelaksanaan acara Kenduri di dusunnya pelan-pelan berubah drastis.
ADVERTISEMENT
“Mulai awal tahun ini perubahannya cukup terasa, misalnya Kenduri untuk mendoakan arwah orang yang meninggal, yang punya hajat cukup mengundang Mbah Modin saja, bersama yang punya hajat melakukan ikrar dan doa selamatan. Selesai itu, berkat dibagikan ke tetangga dekat,” ujar Sinam. Hal yang sama juga ketika ada warga yang mempunyai hajat selametan weton (upacara hari lahir). Shohibul hajat atau yang mempunyai hajat cukup memanggil Pak Modin untuk memimpin doa, yang dihadiri hanya keluarga dekat saja. Sedangkan berkat akan diantar dan dibagikan kepada tetangga sekitar.
Pun demikian saat pelaksanaan salat Idul Adha pertengahan bulan Juli lalu yang ditiadakan pelaksanaannya di masjid. Sebagai gantinya warga melakukan salat di rumah masing-masing. “Waktu Idul Fitri, kami masih salat di masjid, tetapi Idul Adha kemarin masjid tidak menyelenggarakan. Di sekitar Idul Fitri tidak ada orang yang kena COVID-19, tetapi sekitar Idul Adha kemarin ada yang kena”, tambahnya. Menurut Sinam, kesadaran warga ini berjalan secara alami, sangat mungkin karena ada warga yang terinfeksi COVID-19, sehingga menumbuhkan kesadaran bersama untuk saling menjaga satu sama lain. Salah satunya dengan menyesuaikan acara Kenduri secara drastis.
ADVERTISEMENT
Praktik baik ini juga sudah berjalan di kampung saya, tepatnya di pinggiran selatan Kota Yogyakarta. Pertengahan Juli lalu saya mendapati pesan singkat WhatsApp Group kampung yang masuk di ponsel saya. Isinya mengabarkan kalau tetangga saya, sebut saja Bapak A meninggal karena COVID-19 dan akan dimakamkan secara protokol kesehatan. Bapak A ini rumahnya kurang lebih berjarak 5 rumah dari tempat tinggal saya. Nah, yang menarik adalah saat acara Kenduri untuk mendoakan arwah Bapak A, acaranya dilaksanakan di masjid kampung, dengan dihadiri modin dan kerabat terdekat saja. Kemudian berkat Kenduri diantar dan dibagikan kepada warga tetangga sekitar.
Sebenarnya ini hanya sebagian kecil contoh praktik baik penyesuaian tradisi masyarakat yang berjalan di tengah pandemi, dengan cara mengubah kebiasaan. Bisa dikatakan, bentuk penyesuaian suatu acara atau tradisi ini disebut sebagai adaptasi. Mungkin masih banyak lagi praktik-praktik baik dari masyarakat yang dilakukan di tengah situasi pandemi.
ADVERTISEMENT
Hal-hal seperti ini sebagai praktik baik yang perlu dicontoh oleh siapa pun, karena penanggulangan bencana, dalam hal ini pandemi COVID-19 merupakan urusan bersama. Sering disebut sebagai pentaheliks penanggulangan bencana, yaitu sinergitas antara pihak pemerintah, masyarakat, dunia usaha, akademisi atau pakar dan media massa. Semua pihak wajib memiliki kesadaran kolektif akan kepedulian terhadap situasi pandemi ini.
Nilai sinergitas dan gotong-royong sudah ditunjukkan oleh praktik-praktik baik yang dilakukan oleh masyarakat. Pemerintah sebagai pemegang otoritas penanggulangan bencana, wajib mengkoordinasikan para pihak dalam mengatasi pandemi COVID-19. Karena para pihak tersebut mempunyai peran dan kapasitas masing-masing yang perlu disinergikan agar menjadi kekuatan yang cukup mumpuni dalam menangani pandemi.