Konten dari Pengguna

Perempuan Harus Berani Ambil Peran dan Berpikir Kritis Layaknya Kartini

Unisa Yogyakarta
Universitas Aisyiyah Yogyakarta (UNISA) sebagai sebuah institusi pendidikan tinggi berdiri sejak 6 Juni 1991. Dengan pengalaman lebih dari 30 tahun UNISA Yogyakarta bertransformasi menjadi sebuah universitas berwawasan kesehatan.
22 April 2025 9:26 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Unisa Yogyakarta tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Dalam rangka memperingati Hari Kartini yang bertepatan pada tanggal 21 April 2025, Wakil Rektor III Universitas ‘Aisyiyah (UNISA) Yogyakarta, Prof. Dr. Mufdlilah, S.SiT., M.Sc., memberikan pesan kepada para mahasiswa UNISA terkhusus perempuan, untuk merefleksikan kembali semangat juang yang membara pada RA Kartini. Hal itu bisa diwujudkan dengan berpikir merdeka, berani bersuara dan berani mengambil peran.
R.A Kartini sebagai inspirasi perempuan Indonesia
zoom-in-whitePerbesar
R.A Kartini sebagai inspirasi perempuan Indonesia

Kartini

ADVERTISEMENT
“Hari ini, Kartini mengamanahkan kepada kita sekaligus harapan, agar kita senantiasa terlibat didalam sebuah proses pendidikan, kewirausahaan, pengambilan kebijakan, bahkan didalam mendidik anak, sehingga perempuan memiliki akses untuk berkembang dan maju,” kata Mufdlilah, di UNISA Yogyakarta, Senin (21/4/2025).
Mufdlilah juga berharap kepada mahasiswa UNISA Yogyakarta khususnya perempuan dalam mengisi Hari Kartini 2025, agar dapat berperan dan menjadi penggerak dalam masyarakat, yaitu dengan mengasah diri menjadi seorang pemimpin yang berani dan berkarakter positif.
“Ini tidak mudah loh ya, banyak sekali tantangan yang ada. Akan tetapi ini bisa terwujud jika kita para perempuan, mau untuk bergandengan tangan serta menguatkan solidaritas antar perempuan. Sehingga para perempuan di UNISA berani untuk mengambil keputusan, berani bertindak dan berani bersuara layaknya RA. Kartini,” imbuhnya.
ADVERTISEMENT
Mufdlilah juga menyoroti kasus ketimpangan gender yang terjadi terhadap perempuan. Terkadang hal itu disebabkan oleh perempuan itu sendiri. Dimana mereka masih menganggap laki-laki lebih dominan dan memiliki otoritas lebih dibanding perempuan, sehingga peran perempuan didalam sektor publik menjadi terbatas.
“Saya kira masih ada hal, dimana perempuan belum berani untuk menjadi orang yang terdepan. Ada perempuan yang bilang ‘Ya sudah Bapak, ya sudah kamu yang laki-laki’, di forum-forum ini, kadang kepemimpinan itu belum berani diambil posisinya,” ujarnya.
Menurut Mufdlilah, perempuan yang memiliki sifat takut untuk ambil peran, takut untuk bersuara, takut untuk melawan, menjadikan perempuan itu sebagai mangsa yang empuk bagi para pelaku pelecehan seksual. Sifat inilah yang membuat perempuan dipandang sebagai makhluk yang lemah yang tidak bisa membela diri. Ia juga mengajak kepada seluruh perempuan yang ada di UNISA Yogyakarta untuk menaikan value dalam dirinya, berani melawan dan berani bersuara agar tidak direndahkan dan dilecehkan.
ADVERTISEMENT
“Saya kira, perempuan sudah saatnya untuk berani berpikir kritis, berpikir merdeka, punya pendapat yang merdeka, karena di dalam model pelecehan seksual itu, kalau hanya diam ya sudah tertanam, kelemahan perempuan itu kan kayak malu, tidak berani, takut, khawatir. Nah, itu harus dihilangkan sebagai nilai emansipasi dari Ibu Kartini,” tutupnya.