Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
Konten dari Pengguna
66 Tahun UMS, Haedar Nashir: Kampus Harus Berdiaspora untuk Umat dan Bangsa
26 Oktober 2024 9:52 WIB
·
waktu baca 3 menitTulisan dari Universitas Muhammadiyah Surakarta tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
SURAKARTA – Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Prof. Dr. Haedar Nashir, M.Si., memberikan amanat pada Sidang Senat Terbuka dalam rangka Upacara Hari Jadi UMS ke-66 yang berlangsung di Gedung Edutorium K.H Ahmad Dahlan Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS), Kamis, (24/10).
ADVERTISEMENT
Sebelumnya Haedar Nashir selaku Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah, menyampaikan sangat mengapresiasi dan bangga atas capaian UMS pada bulan ini dalam World University Ranking. Hal tersebut dikarenakan UMS merupakan salah satu Perguruan Tinggi Swasta (PTS) yang masuk dalam 10 besar.
“Tidak mudah untuk mencapai pada titik ini dan menjadikan ini sebagai tunggak untuk terus bergerak meraih kualitas sebagai mana spirit islam yang selalu meraih sesuatu yang tafdhil,” kata Haedar.
Ketum Pimpinan Pusat Muhammadiyah itu yakin dan percaya dengan segala kemampuan institusi pemberdayaan serta kepemimpinan yang ada di UMS dengan 43 ribu mahasiswa.
“Hal ini dapat terus dikapitalisasi untuk menjadikan universitas yang diharapkan betul sebagai centre pusat keunggulan di Indonesia dan di level dunia,” lanjutnya.
ADVERTISEMENT
Sebagaimana tidak berhenti di level akademik instrumental, tambah Haedar, tapi pada fungsi – fungsi yang kualitatif dan strategis. Dengan ini perlu adanya 4 poin yang harus ditekankan untuk menjadikan universitas sesuai dengan apa yang diharapkan.
Pada poin pertama amanatnya, Haedar menyampaikan mengenai karakter yang menjadikan pembeda UMS dengan seluruh Perguruan Tinggi Muhammadiyah Aisyiyah (PTMA) yang ada di Indonesia. Secara keseluruhan PTMA mempunyai Al-Islam dan Kemuhammadiyahan (AIK) sebagai hal yang sangat mendasar yang bersifat penting dan nilai yang melekat.
Sebagaimana AIK ini menjadi value yang menjadi pembeda dari yang lain, dan perbedaan ini lah memberikan sesuatu yang terbaik. Seperti pada sejarah Islam para nabi yang selalu punya karakter, salah satunya karakter khas Nabi Muhammad SAW yang membawa risalah.
ADVERTISEMENT
“Itu lah kunci dari Islam sebagai dinul hadlarah. Agama membawa peradaban maju, agama Islam berkemajuan, yang dari situ lahir peradaban Islam,” jelas Haedar Nashir.
Poin yang kedua, Pimpinan Muhammadiyah percaya bahwa level Unggul, karya – karya akademik, jurnal, dan buku telah diraih, tetapi yang Haedar pesankan bagaimana institusi tersebut bisa memberi konstribusi dengan pikiran strategis untuk umat dan bangsa.
Poin yang ketiga, dalam konteks pemberdaya manusia, kampus harus bisa mulai berdiaspora untuk di kancah umat dan bangsa, termasuk pada lembaga legislatif, yudikatif, eksekutif, yang memang levelnya sudah harus nasional bahkan ke global.
“Syarat nya 1, jadikan orang- orang yang moderat. Sepintar apapun sehebat apapun kalau selalu berpikir ekstrim radikal, makin sempit dan tidak diterima banyak orang. Kalau ingin diterima banyak orang dan tetap pada prinsip, jadilah orang yang moderat,” paparnya.
ADVERTISEMENT
Poin terakhir, mengedukasi masyarakat bahwa perjalanan Muhammadiyah sebagai bangsa masih jauh, dan tugas Muhammadiyah adalah mendidik masyarakat, mencerdaskan, mencerahkan, memberi panduan moral, namun dengan pemikiran yg maju.
“Itulah Islam Berkemajuan,” pungkas Haedar. (Habibah/Humas)