Konten dari Pengguna

Tantangan Besar Pemanfaatan Kekayaan Intelektual di Universitas

Humas Kemenkumham Sulbar
Kantor WIlayah Kementerian Hukum dan HAM Sulawesi Barat - Instansi Pemerintah
11 Januari 2025 12:34 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Humas Kemenkumham Sulbar tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Tantangan Besar Pemanfaatan Kekayaan Intelektual di Universitas
zoom-in-whitePerbesar
ADVERTISEMENT
Jakarta - Hilirisasi (pemanfaatan) kekayaan intelektual (KI) menjadi topik strategis yang terus didorong oleh pemerintah yang dalam hal ini Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) Kementerian Hukum untuk meningkatkan perekonomian negara. Namun, masih banyak para pemilik kekayaan intelektual khususnya paten yang masih belum melakukan hilirisasi baik di industri ataupun di masyarakat.
ADVERTISEMENT
“Perguruan tinggi di Indonesia menyumbang sekitar 60% dari total permohonan paten dalam negeri. Namun, realisasi pemanfaatan paten masih minim. Kami mendorong universitas untuk tidak hanya berorientasi pada pencapaian kuantitatif, tetapi juga kualitas dampak paten baik bagi industri maupun masyarakat,” tutur Direktur Jenderal Kekayaan Intelektual Razilu di kantor DJKI pada Jumat, 10 Januari 2025.
Salah satu hambatan utama bagi universitas adalah kesenjangan antara hasil inovasi akademik dan kebutuhan industri. Direktur Direktorat Inovasi dan Riset Berdampak Tinggi (DIRBT) Universitas Indonesia (UI) Chairul Hudaya menyoroti bahwa inovasi sering kali dibuat tanpa mempertimbangkan langsung kebutuhan masyarakat, sehingga sulit menarik perhatian industri. Untuk mengatasi hal ini, UI telah mengubah pendekatannya dengan menerapkan konsep “belanja masalah” dari industri.
ADVERTISEMENT
“Pendekatan yang kami lakukan ini memungkinkan inovasi yang dihasilkan langsung menjawab kebutuhan nyata di lapangan. Kami ingin mendatangi lebih banyak industri untuk melihat apa permasalahannya, kemudian juga bisa diselesaikan bersama-sama. Ke depannya dimungkinkan juga untuk memiliki KI gabungan antara industri dengan UI,” ucap Chairul.
Selain itu, hambatan selanjutnya adalah masih banyak dari para peneliti yang belum menguasai bagaimana cara membuat dokumen paten atau drafting paten. Mengatasi hal tersebut, pihaknya membuat berbagai program baik sosialisasi bagi para peneliti, diseminasi hingga memberikan pendampingan secara langsung.
“Kami berusaha lebih melayani dengan langsung melakukan pendekatan kepada para peneliti apakah hambatan yang mereka rasakan, terutama dalam membuat drafting paten atau bagaimana menemukan originalitas terlebih dahulu, sehingga paten yang akan didaftarkan ke DJKI dapat lebih cepat prosesnya karena minim kesalahan,” kata Chairul.
ADVERTISEMENT
Lebih lanjut, hambatan lain yang dialami oleh universitas adalah kurangnya pemahaman tentang sistem pembagian royalti bagi peneliti dan universitas apabila paten atau KI yang dihasilkan dilisensikan kepada industri.
Menjawab hambatan tersebut, Universitas Indonesia (UI) telah memiliki sistem kekayaan intelektual dari hulu hingga hilirisasi melalui Direktorat Inovasi dan Riset Berdampak Tinggi (DIRBT). Chairul menjelaskan bahwa dukungan yang diberikan dalam membentuk ekosistem KI tidak hanya pada tahapan pendaftaran tetapi juga mendukung upaya hilirisasi KI yang dihasilkan para civitas akademika di UI dan memberikan keuntungan kepada para penelitinya.
“Saat ini kami telah berhasil menghilirisasi kurang lebih 67 paten ke industri dari 787 paten yang didaftarkan oleh UI. Jumlah ini telah menghasilkan profit berupa royalti sekitar Rp600 juta hingga Rp700 juta dari lisensi-lisensi yang diberikan kepada industri,” ujar Chairul.
ADVERTISEMENT
Royalti tersebut dibagi menjadi 70% untuk peneliti dan 30% bagi universitas. Kebijakan tersebut diatur dalam peraturan rektor nomor 3 tahun 2024 terkait pengelolaan kekayaan intelektual. Hal ini merupakan upaya UI dalam memberikan apresiasi yang layak atas usaha para penelitinya.
Salah satu contoh sukses hilirisasi KI dari UI adalah alat bantu pernapasan “Covent-20” yang dikembangkan pada saat pandemi Covid-19. Produk ini tidak hanya memberikan dampak finansial tetapi juga dampak sosial yang signifikan. Chairul Hudaya menegaskan bahwa dampak sosial dari inovasi menjadi salah satu indikator penting keberhasilan hilirisasi KI di UI.
“Sesuai dengan tagline rektor kami, kami di UI selain unggul juga memberikan dampak (impactful). Tidak hanya soal materi, akan tetapi paten tersebut memberikan dampak yang dapat kami berikan ketika kita sedang dalam kesulitan di era pandemi dengan melakukan hilirisasi dengan tepat,” terang Chairul.
ADVERTISEMENT
Harapan Pemanfaatan Kekayaan Intelektual
Perkembangan teknologi dan tren di dunia turut serta memberikan tantangan bagi perkembangan ekosistem kekayaan intelektual di UI. Mengimbangi hal tersebut, UI telah mempersiapkan digitalisasi layanan KI, sehingga para peneliti dan pemilik KI di UI dapat dengan cepat mendapatkan pelindungan hukum.
Chairul menerangkan, saat ini pihaknya tengah menyediakan halaman situs untuk mewadahi hasil-hasil KI baik teknologi inovasi, produk-produk, hak cipta dari para dosen ataupun mahasiswa di UI untuk memudahkan akses bagi para mitra industri. Selain itu, pemanfaatan Artificial Intelligence juga tengah dipersiapkan untuk membantu proses pengelolaan KI, drafting, atau bahkan menganalisis tren ke depan.
Lebih lanjut, senada dengan Razilu, Chairul mengharapkan adanya sinergi yang lebih erat antara pihak institusi pendidikan dengan pemerintah dan industri untuk mendukung perkembangan hilirisasi kekayaan intelektual di Indonesia. Ia berharap ke depannya ada peningkatan inovasi yang berdampak bagi peningkatan ekonomi selain peningkatan kualitas sumber daya manusia yang terus diupayakan.
ADVERTISEMENT
“Kami ingin turut serta membantu pemerintah untuk mewujudkan Indonesia Emas 2045 dengan meningkatkan inovasi-inovasi yang berdampak. Untuk mencapai hal tersebut dibutuhkan sinergi antara kami di universitas dengan pemerintah untuk memberikan pelindungan hukum terhadap KI dari kami. Kami terus bekerja keras untuk mewujudkan kampus yang unggul dan berdampak untuk Indonesia,” pungkas Chairul.
Sementara itu, secara terpisah disela-sela waktunya Kakanwil Kemenkum Sulbar, Sunu Tedy Maranto mendukung seluruh program Direktorat Jenderal KI.
"Semoga dengan adanya program program di Ditjen KI terus memberi dampak terhadap peningkatan pelayanan bagi masyarakat" harap salah satu Kakanwil unit wilayah dibawah kepemimpinan Menkum, Supratman itu