Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
Konten dari Pengguna
Pengelolaan Wilayah Perbatasan Butuh Penguatan SDM dan Kolaborasi Berbagai Pihak
31 Maret 2023 14:06 WIB
Tulisan dari Humas Kumham NTT tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Pengelolaan wilayah perbatasan merupakan bagian dari Renstra Kemenkumham, khususnya untuk menciptakan wilayah perbatasan yang aman dari perlintasan WNA/WNI yang tidak mempunyai dokumen sesuai prosedur.
ADVERTISEMENT
Kupang - Pengelolaan wilayah perbatasan merupakan bagian dari Renstra Kemenkumham, khususnya untuk menciptakan wilayah perbatasan yang aman dari perlintasan WNA/WNI yang tidak mempunyai dokumen sesuai prosedur. Pelaksanaan tugas dan fungsi di perbatasan utamanya dilakukan oleh pegawai Imigrasi. Namun dari hasil Analisis Strategi Kebijakan yang dilaksanakan Balitbangkumham, sistem kerja di wilayah perbatasan rupanya masih belum seluruhnya merepresentasikan sistem kerja yang aman, nyaman, dan mampu meningkatkan produktivitas kerja.
ADVERTISEMENT
Demikian disampaikan Analis Kebijakan Muda Balitbangkumham, Citra Krisnawati saat menjadi salah satu narasumber kegiatan Opini Kebijakan yang digelar Kanwil Kemenkumham NTT, Kamis (30/3/2023). Diskusi secara daring yang dipandu Moderator, Rani Veronika Soetrisno ini mengangkat topik Membangun Indonesia dari Pinggiran melalui Penguatan SDM Keimigrasian di Wilayah Perbatasan. Analisis kebijakan mengambil studi kasus di Kantor Imigrasi Atambua.
“Terdapat empat permasalahan yang ditemukan. Salah satunya, kesejahteraan antar pegawai Imigrasi yang timpang. Walaupun bertugas di Pos Lintas Batas, mayoritas pegawai tetap menyewa rumah di dekat Kantor Imigrasi. Setiap harinya mereka pulang-pergi dari kantor ke pos dan menunaikan tugas menggunakan kendaraan pribadi,” ujar Citra.
Permasalahan berikutnya, lanjut Citra, jumlah jam kerja yang melebihi ketentuan dari peraturan yang berlaku, pemenuhan hak atas cuti tahunan tambahan yang belum maksimal, serta kepastian masa tugas dan prospek karir yang timpang, terutama bagi pejabat fungsional. Penerapan pengaturan jadwal kerja sebulan penuh tanpa menerapkan libur dinilai dapat menurunkan produktivitas akibat tidak adanya kelonggaran untuk menghilangkan rasa lelah.
ADVERTISEMENT
“Selain itu, berpengaruh juga terhadap kesehatan pegawai secara fisik maupun mental,” imbuhnya.
Citra merekomendasikan adanya pengaturan yang lebih berpihak kepada pegawai Imigrasi yang ditugaskan di perbatasan untuk mendukung penguatan SDM dalam meningkatkan produktivitas kinerja. Antara lain melalui pemberian insentif finansial, penyediaan fasilitas seperti rumah dinas dan kendaraan dinas, pengelolaan jam kerja sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan, pemenuhan cuti tahunan tambahan serta adanya penguatan SDM dengan memperbanyak kesempatan untuk mengikuti diklat teknis.
Narasumber kedua, Dhey Wego Tadeus yang merupakan Dosen Fakultas Hukum Universitas Nusa Cendana menyampaikan materi terkait pengelolaan wilayah perbatasan dari pandangan hukum tata negara. Dikatakan, kesatuan Negara Indonesia sebagai suatu “unity” sudah tidak bulat lagi sejak Timor Timur menjadi sebuah negara merdeka yang kini bernama Timor Leste. Kenyataannya kini, terdapat wilayah negara lain yakni District Oecusi Timor Leste di dalam wilayah Indonesia.
ADVERTISEMENT
“Masyarakat yang berada di sekitar kawasan perbatasan Indonesia dan Enclave Oecusi Timor Leste, memiliki ikatan bathin yang erat dalam kesamaan suku, agama, bahasa, maupun dalam ikatan keluarga yang genealogis,” ujarnya.
Lebih dari itu, lanjut Dhey Wego Tadeus, mereka memiliki harta komunal yang tidak dapat diabaikan dengan adanya perbatasan negara. Hal ini mengakibatkan interaksi kedua masyarakat di batas administratif ini mengalami hambatan yang tidak jarang menimbulkan konflik panjang, dengan korban terbanyak adalah perempuan dan anak-anak. Meskipun telah ada perbatasan negara, juga sering terjadi pelintas batas ilegal yang sulit diabaikan.
“Masyarakat kedua pihak sepertinya tidak mau taat terhadap perbatasan negara yang telah ada. Hal ini menunjukkan suatu fakta bahwa dalam penanganan persoalan perbatasan negara, perlu mengakomodasikan kehendak para warga,” paparnya.
ADVERTISEMENT
Kepala Badan Pengelola Perbatasan Provinsi NTT, Petrus Seran Tahuk selaku narasumber ketiga mengatakan, strategi pencapaian pengelolaan kawasan perbatasan yang efektif, efisien, dan berhasil guna hanya bisa dilakukan dengan kolaborasi dan kekuatan teamwork di daerah. Terutama oleh instansi vertikal yang tergabung dalam Forkopimda, salah satunya adalah Kanwil Kemenkumham NTT sebagai perpanjangan tangan Kementerian Hukum dan HAM di daerah.
“Pengelola kawasan perbatasan negara termasuk jajaran Imigrasi sekiranya bisa berkolaborasi dengan jajaran PLBN (Pos Lintas Batas Negara),” ujarnya.
Menurut Petrus, konsepsi yang dibangun dalam pengelolaan perbatasan adalah bagaimana mewujudkan kesejahteraan antara dua negara yakni Indonesia dan Timor Leste. Oleh karena itu, membangun Indonesia dari pinggiran bisa diartikan mensejahterakan Indonesia dari NTT. Jika hanya salah satu negara yang sejahtera, hal ini dikatakan bisa menjadi ancaman ketahanan kedaulatan negara.
ADVERTISEMENT
Narasumber terakhir, Christian Penna selaku Plh. Kepala Divisi Keimigrasian membawakan materi tentang penguatan SDM Keimigrasian dalam pengawasan dan pengamanan lalu lintas keimigrasian di wilayah perbatasan negara. Dikatakan, pelaksanaan tugas Keimigrasian membutuhkan dukungan sarana prasarana, postur anggaran yang disesuaikan dengan karakteristik wilayah NTT, sumber daya manusia, dan kerja sama kelembagaan.
Kegiatan Opini Kebijakan diikuti ratusan peserta dari berbagai unsur, mulai dari jajaran Kanwil Kemenkumham se-Indonesia, Pemerintah Daerah, Forkopimda, dosen, mahasiswa, pengusaha, aktivis LSM, dan masyarakat umum. (Humas/rin)