news-card-video
13 Ramadhan 1446 HKamis, 13 Maret 2025
Jakarta
chevron-down
imsak04:10
subuh04:25
terbit05:30
dzuhur11:30
ashar14:45
maghrib17:30
isya18:45
Konten dari Pengguna

Penutupan Daurah Tahfizh V Unismuh: Syaiqotul Husna Khatam 30 Juz

Kabar Unismuh Makassar
Informasi seputar prestasi dan kegiatan kampus Unismuh Makassar
13 Maret 2025 15:51 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Kabar Unismuh Makassar tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Penutupan Daurah Tahfizh V Unismuh: Syaiqotul Husna Khatam 30 Juz
zoom-in-whitePerbesar
ADVERTISEMENT
KABAR UNISMUH, MAKASSAR – Pesantren Mahasiswa KH Djamaluddin Amien (Pesmadina) dan Pendidikan Ulama Tarjih (PUT) Unismuh Makassar kembali sukses mencetak generasi penghafal Al-Qur’an dalam kegiatan Daurah Tahfizh dan Tadabbur Al-Qur’an Jilid V, yang berlangsung selama 10 hari, sejak 3 hingga 13 Maret 2025.
ADVERTISEMENT

Kegiatan yang mengusung tema “Mencetak Huffazd yang Berkarakter Qur’ani, Mewujudkan Pesmadina sebagai Center of Excellence” ini secara resmi ditutup oleh Wakil Rektor IV Unismuh, Dr H. Mawardi Pewangi, pada Kamis, 13 Maret 2025 di Masjid Subulussalam Al Khoory Unismuh.

Wakil Rektor IV Universitas Muhammadiyah (Unismuh) Makassar, Dr. KH Mawardi Pewangi, dalam sambutannya, menekankan pentingnya mempelajari dan mengamalkan Al-Qur’an dalam kehidupan sehari-hari.
Mawardi menyampaikan apresiasinya kepada para pembina yang telah membimbing para mahasiswa dalam menghafal Al-Qur’an. Ia berharap segala upaya tersebut mendapat balasan pahala dari Allah SWT.
“Kita harus mengingat bahwa sebaik-baik manusia adalah yang mempelajari Al-Qur’an dan mengajarkannya,” ujarnya.
Ia juga mengingatkan bahwa ada dua kelompok yang merugi dalam urusan Al-Qur’an. “Celakalah orang yang tidak mau belajar Al-Qur’an. Tapi lebih celaka lagi orang yang belajar, namun tidak mengamalkan isinya,” katanya.
ADVERTISEMENT
Mawardi mengajak para mahasiswa untuk menjadikan nilai-nilai Al-Qur’an sebagai pedoman dalam kehidupan. Ia mengutip pernyataan Aisyah RA tentang Rasulullah SAW, yang menggambarkan akhlaknya sebagai cerminan dari Al-Qur’an.
“Jangan sampai kita hanya menghafal tanpa mengamalkan. Kita harus menjadi ‘Al-Qur’an yang berjalan’,” tegasnya.
Dalam sambutannya, Mawardi juga menyinggung kritik yang pernah disampaikan oleh Dr. Imaduddin, pendiri Masjid Salman ITB, yang menyatakan bahwa umat Islam di Indonesia banyak yang menghafal Al-Qur’an, namun justru masyarakat Jepang yang lebih banyak mengamalkan nilai-nilainya. Hal ini, menurutnya, menjadi refleksi penting agar umat Islam tidak hanya fokus pada hafalan, tetapi juga praktik nyata dalam kehidupan.
Ia juga menceritakan pengalaman KH Hasyim Muzadi di Taiwan, di mana masyarakat yang mayoritas tidak beragama justru menunjukkan nilai-nilai kejujuran dan kedisiplinan yang tinggi.
ADVERTISEMENT
“Di sana, kalau barang tertinggal, pasti kembali ke pemiliknya. Sementara di Indonesia, barang ada pun bisa hilang,” ujarnya sambil menekankan pentingnya keseimbangan dalam beragama.
Sebagai upaya konkret, Mawardi menegaskan komitmen Unismuh dalam menjaga hafalan Al-Qur’an para mahasiswa penghafal. Ia berencana mengadakan program daurah khusus bagi penerima beasiswa penghafal Al-Qur’an agar mereka dapat mempertahankan hafalannya selama menempuh pendidikan di Unismuh.
“Kita harus memastikan bahwa para mahasiswa yang masuk ke Unismuh dengan hafalan Al-Qur’an, tidak keluar dengan kehilangan hafalannya. Ini tanggung jawab kita bersama,” tandasnya.
Untuk itu, Unismuh akan merancang program daurah bagi penerima beasiswa tahfiz, termasuk dalam lingkup Program Unggulan Tahfiz (PUT) dan Program Unggulan Pesantren Muhammadiyah (PUPM).
“Kita tidak boleh membiarkan mereka kehilangan hafalannya setelah keluar dari kampus ini. Program ini harus menjadi perhatian serius,” tegas Mawardi.
ADVERTISEMENT
Sementara itu Direktur PUTM, Dr KH. Abbas Baco Miro, mengapresiasi peran para orang tua dalam mendidik anak-anak mereka menjadi penghafal Al-Qur’an. Ia menekankan pentingnya keberlanjutan dalam menghafal, bahkan jika orang tua tidak sempat menyelesaikan hafalan 30 juz.
“Jika kita tidak berhasil menuntaskan hafalan 30 juz, setidaknya jangan gagal untuk kedua kalinya. Artinya, kalau kita tidak mampu menghafal, jangan sampai anak kita juga tidak menghafal. Lebih celaka lagi jika cucu kita juga tidak menghafal, sehingga tidak ada satupun generasi kita yang menjadi penghafal Al-Qur’an,” ujarnya.
Abbas juga mencontohkan Daurah Tahfizh untuk orang dewasa yang pernah diadakan oleh alumni Al-Birr, di mana peserta berusia 60 tahun tetap mampu menghafal bebera