Konten dari Pengguna

Gen Z Vs AI: Lawan atau Kawan?

radiatul husna
mahasiswi UIN Jakarta, jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam.
18 Juli 2024 9:40 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari radiatul husna tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ilustrasi berjabat tangan antara Gen Z vs AI Sumber edit by Canva
zoom-in-whitePerbesar
ilustrasi berjabat tangan antara Gen Z vs AI Sumber edit by Canva
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Generasi Z, yang lahir di era digital, kini berhadapan dengan fenomena baru: artificial intelligence (AI) yang semakin canggih. Alih-alih pertarungan sengit layaknya film fiksi ilmiah, hubungan Gen Z dan AI justru lebih kompleks, terutama dalam ranah akademis.
ADVERTISEMENT
Kasus penyalahgunaan AI untuk mengerjakan tugas, seperti yang marak terjadi di kalangan mahasiswa, menjadi contoh nyata dilema ini. Kemudahan akses terhadap platform AI penulisan seperti ChatGPT, memang menggiurkan. Hanya dengan beberapa perintah, esai, bahkan kode pemrograman, tersaji di depan mata. Sebuah riset dari Stanford University menemukan bahwa penggunaan AI untuk menyelesaikan tugas akademis meningkat pesat di kalangan mahasiswa, mencapai angka 40%. Angka ini menunjukkan bahwa Gen Z memang berada di garis depan dalam pemanfaatan teknologi AI.
Di satu sisi, AI memang bisa menjadi "kawan" yang membantu Gen Z belajar lebih efektif. AI dapat menyediakan penjelasan ringkas tentang konsep sulit, merangkum materi belajar yang padat, bahkan menerjemahkan teks ke berbagai bahasa. Namun, kemudahan ini menimbulkan pertanyaan: Apakah Gen Z benar-benar belajar atau hanya menjadi "operator" AI?
ADVERTISEMENT
Ketergantungan pada AI berpotensi mengikis kemampuan berpikir kritis, kreativitas, dan etika akademis mahasiswa. Ketika esai dan jawaban ujian hanya hasil "contekan" dari AI, lantas apa yang membedakan lulusan perguruan tinggi dengan mesin canggih?
Di sinilah pentingnya menempatkan AI sebagai "kawan" yang diawasi, bukan "lawan" yang ditakuti atau "pelayan" yang diperalat. Gen Z perlu dibekali literasi digital yang memadai agar mampu:
ADVERTISEMENT
Peran institusi pendidikan juga sangat krusial. Kurikulum perlu menyesuaikan diri dengan mengintegrasikan AI secara bijak, bukan melarangnya. Metode penilaian perlu lebih mengutamakan proses dan analisis, bukan hanya hasil akhir.
Pada akhirnya, hubungan Gen Z dan AI bergantung pada pilihan yang dibuat saat ini. Apakah AI akan menjadi "kawan" yang membantu Gen Z mencapai potensi terbaiknya, atau justru menjadi "lawan" yang menghambat perkembangannya? Gen Z memiliki kekuatan untuk menentukan.
ADVERTISEMENT