Konten dari Pengguna

Saya Mahasiswa dari Timur Indonesia, Begini Cara Saya Mengatasi Perbedaan

Husnul Hatima
Mahasiswa Universitas Pamulang Jakarta Jurusan Ekonomi Syariah Asal NTT (Nusa Tenggara Timur)
4 Mei 2025 16:47 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Husnul Hatima tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
keindahan kamoung halaman saya,NTT Labuan Bajo
zoom-in-whitePerbesar
keindahan kamoung halaman saya,NTT Labuan Bajo
ADVERTISEMENT
Ketika saya pertama kali menginjakkan kaki di kota Tangerang untuk kuliah, satu hal yang langsung saya sadari adalah: saya berbeda.
Budaya Manggarai yang saya banggakan dan selalu saya kenalkan di mana pun saya berada.
zoom-in-whitePerbesar
Budaya Manggarai yang saya banggakan dan selalu saya kenalkan di mana pun saya berada.
Saya berasal dari Labuan Bajo, Nusa Tenggara Timur. Sebuah kota kecil yang kini mulai dikenal karena keindahan alamnya, tetapi tidak banyak yang tahu tentang kehidupan masyarakat di balik panorama wisata itu. Ketika saya memperkenalkan diri di kelas, banyak yang langsung tertarik. Tapi juga tak sedikit yang salah paham. Ada yang mengira saya dari NTB, ada pula yang menganggap saya terlalu "timur" dalam gaya bicara.
ADVERTISEMENT
Awalnya saya merasa canggung, bahkan minder. Tapi kemudian saya menyadari, menjadi berbeda bukanlah kelemahan. Justru di sanalah letak kekuatan saya.
Persatuan Bukan Hanya Slogan
Kita sering mendengar kata “Bhineka Tunggal Ika” dalam pelajaran PPKn, di dinding-dinding sekolah, atau dalam pidato-pidato kenegaraan. Tapi saya baru benar-benar memahami maknanya ketika harus hidup berdampingan dengan teman-teman dari berbagai suku, agama, dan latar belakang budaya.
Persatuan bukan hanya tentang hidup tanpa konflik. Persatuan adalah tentang saling mengakui, saling memahami, dan saling menghargai. Saya belajar untuk tidak tersinggung saat ada teman yang tidak tahu di mana letak NTT. Saya justru senang bisa menjelaskan bahwa Indonesia bukan hanya Jawa dan Sumatra. Saya memperkenalkan budaya Manggarai, cerita rakyat dari kampung saya, dan nilai-nilai gotong royong yang kami pegang teguh di sana.
ADVERTISEMENT
Menjadi Mahasiswa, Menjadi Jembatan
Di kampus,saya belajar menjadi jambatan antar pendapat dan suara dari Timur Indonesia
Sebagai mahasiswa Ekonomi Syariah, saya belajar banyak tentang keadilan, pemerataan, dan keberpihakan pada yang tertindas. Ilmu itu saya kaitkan dengan kenyataan sosial yang saya lihat: masih banyak masyarakat di timur Indonesia yang tertinggal dalam pembangunan, pendidikan, dan akses informasi.
Tapi daripada marah, saya memilih menjadi jembatan. Saya aktif di organisasi kampus, ikut komunitas yang peduli pada isu-isu sosial, dan membuat konten edukatif di media sosial tentang keberagaman Indonesia. Saya percaya, perubahan bisa dimulai dari cerita. Dan cerita yang lahir dari pengalaman pribadi punya kekuatan untuk menyentuh hati orang lain.
Media Sosial, Ruang Baru untuk Persatuan
Lewat media sosial,saya mencoba memperkenalkan keindahan NTT
Di zaman digital ini, perpecahan sering terjadi bukan karena perang, tapi karena komentar. Saya melihat sendiri bagaimana media sosial bisa jadi senjata yang memecah, tapi juga bisa jadi alat untuk menyatukan.
ADVERTISEMENT
Saya memilih menggunakan platform seperti Instagram dan TikTok untuk berbagi hal-hal positif: cerita inspiratif dari NTT, kebiasaan unik dari kampung halaman, sampai pentingnya toleransi antarumat beragama. Ternyata, banyak yang tertarik. Banyak juga yang akhirnya bertanya dan ingin tahu lebih banyak tentang NTT.
Saya percaya, media sosial bukan hanya untuk hiburan. Ia bisa jadi ruang belajar, ruang pertemuan, dan ruang penyembuhan bagi luka-luka akibat prasangka dan stereotip.
Menjaga Persatuan Lewat Kesadaran Diri
Sebagai generasi muda, tugas kita bukan hanya belajar untuk diri sendiri, tapi juga untuk masyarakat. Saya percaya bahwa menjaga persatuan bisa dimulai dari hal sederhana: terbuka pada perbedaan, tidak mudah menghakimi, dan berani menyuarakan keberagaman.
Menjadi pemuda dari timur Indonesia bukan beban, tapi anugerah. Kami adalah bagian penting dari mozaik bangsa ini. Dan selama saya bisa berbicara, menulis, dan berbagi, saya akan terus menyuarakan pentingnya melihat perbedaan bukan sebagai ancaman, tapi sebagai kekuatan.
ADVERTISEMENT
Persatuan Harus Terus Diperjuangkan
Persatuan bangsa bukan warisan yang tinggal dinikmati. Ia adalah hasil perjuangan, dan harus terus diperjuangkan—oleh saya, kamu, dan kita semua.
Saya tidak tahu apakah tulisan ini bisa mengubah banyak hal. Tapi kalau ada satu orang yang membaca dan mulai melihat Indonesia dengan cara yang lebih terbuka, saya merasa perjuangan saya tidak sia-sia.
Saya Husnul Hatima,anak muda dari Labuan Bajo yang percaya bahwa perbedaan adalah kekuatan
Tentang Penulis:
Husnul Hatima adalah mahasiswa Ekonomi Syariah asal Labuan Bajo, Nusa Tenggara Timur. Saat ini sedang menempuh studi di Universitas Pamulang. Tertarik pada isu-isu keberagaman, pendidikan, dan pemberdayaan daerah tertinggal. Aktif menulis dan berbagi cerita dari timur Indonesia.
Walaikumsalam malaikat wr.wb
semoga sehat-sehat semua:)