Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
Konten dari Pengguna
Tabebuya di Muka Istana IKN
26 Oktober 2024 10:11 WIB
·
waktu baca 8 menitTulisan dari Prima WK Hutabarat tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Konsep Smart Forest City menjadi branding Ibu Kota Nusantara (IKN) sejak dirancang beberapa tahun lalu. Rencana menghijaukan 70% lanskap kota baru tersebut menjadi guna mewujudkan konsep hidup yang seimbang. Di mana manusia dapat hidup dan tinggal secara harmonis di kawasan urban, namun dalam vibes hutan dan alam. Tak sekedar hijau, transformasi hutan monokultur Eucalyptus yang ada saat ini menjadi hutan hujan tropis Kalimantan juga menitikberatkan pada pemilihan jenis tumbuhan asli dan endemik. Planning besar ini tertuang dalam masterplan pembangunan IKN tentang perbaikan dan pemulihan tutupan lahan. Teknisnya, itu dilakukan melalui revitalisasi ruang terbuka hijau dengan jenis-jenis tumbuhan hutan dataran rendah asli Kalimantan.
ADVERTISEMENT
Menutip Siaran Pers Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, 20 Desember 2023, Presiden saat itu melakukan penanaman pohon bersama masyarakat di area IKN seluas total lebih dari 600 ha. Kegiatan meliputi area Sumbu Kebangsaan, Istana Kepresidenan, area Miniatur Reforestasi Hutan Tropis, dan lokasi Rehabilitasi Hutan dan Lahan (RHL). Kesemuanya berada di Kawasan Inti Pusat Pemerintahan (KIPP). Pemilihan jenis-jenis pohon yang ditanam di sana tentunya sudah melalui seleksi dan justifikasi yang sangat matang. Mengingat program di atas melibatkan beberapa kementerian terkait, universitas, profesional, dan stakeholder terkemuka. Harapannya, jenis-jenis pohon ini akan berfungsi maksimal sebagai salah satu elemen lanskap IKN. Tak hanya itu, penanaman pohon menjadi representasi dari hutan hujan tropis Indonesia dan keanekaragaman hayati yang selalu kita banggakan.
ADVERTISEMENT
Namun dalam kenyataannya ada sejumlah temuan yang justru menimbulkan pertanyaan. Pasalnya jenis-jenis pohon estetik berbunga indah seperti Tabebuya, Jakaranda, dan Flamboyan menjadi pohon-pohon primadona di area Sumbu Kebangsaan. Jika hanya melihat fungsi estetika atau fungsi lanskap, jenis-jenis ini nampaknya cukup memenuhi harapan dari sebagian besar masyarakat awam. Namun, tidak banyak yang menyadari bahwa jenis pohon berbunga indah tersebut bukanlah tumbuhan asli Indonesia. Bukan pula tumbuhan langka, apalagi tumbuhan endemik Kalimantan.
Tabebuya (Handroanthus chrysotrichus) adalah pohon berbunga merah muda, putih atau kuning yang sempat populer sebagai “pohon sakura” di Surabaya. Jakaranda (Jacaranda mimosifolia) populer sebagai pohon berbunga menjuntai berwarna biru-keunguan nan semarak. Keduanya adalah jenis tumbuhan asli dari Amerika Selatan. Sedangkan, Flamboyan (Delonix regia) adalah pohon berbunga merah dari keluarga kacang-kacangan asli dari Madagaskar yang diintroduksi secara global ke banyak belahan dunia. Selain 3 jenis pohon tersebut, pohon Baobab, Ki Acret, Ketapang Kencana, Trembesi, Saputangan, Trengguli, Kerai Payung, Biola Cantik, Mimba dan Sosis Afrika juga termasuk jenis di dalam daftar yang bukan asli Indonesia. Pertanyaannya, mengapa kita tidak memprioritaskan pohon asli dari Indonesia di kawasan utama IKN? Apakah ini linear dengan masterplan? Lalu seberapa penting tumbuhan asli dalam suatu ekosistem alam yang berkelanjutan?
ADVERTISEMENT
Rumah Bagi Ribuan Pohon
Menengok sejumlah literatur, pulau Kalimantan menjadi rumah bagi 10.000-12.000 jenis pohon asli dari total 25.000-30.000 tumbuhan berbiji di Indonesia. 1.433 jenis pohon di antaranya adalah endemik Kalimantan, artinya jenis tersebut hanya tumbuh secara alami di Pulau Kalimantan saja. Jenis endemik sudah pasti jenis asli, namun jenis asli tidak selalu endemik. Artinya jenis tersebut dapat tumbuh juga di pulau atau tempat lain. Hasil rekapitulasi singkat dari beberapa artikel media sepanjang 2022 sampai 2024, dari 60 jenis pohon yang diklaim ditanam di kawasan IKN, sekitar 34 pohon disebutkan namanya. Itu semua diklaim sudah melalui kajian khusus para ahli yang bertanggung jawab di sana.
Ironisnya, sekitar 16 jenis (atau hampir setengahnya) adalah jenis asing, atau bukan asli Indonesia. Sementara sisanya adalah jenis asli Indonesia, namun hanya 10 jenis yang merupakan asli Kalimantan, serta tidak satu pun yang endemik. Ibarat tikus hampir mati di lumbung padi, kita tidak mampu mengupayakan satu jenis pun dari 1.433 jenis pohon endemik Kalimantan untuk bisa tumbuh di IKN.
ADVERTISEMENT
Tumbuhan asli (native plants) mempunyai peran penting bagi manusia dan ekosistem di sekitarnya, baik langsung maupun tidak langsung. Tumbuhan asli adalah tumbuhan yang hidup secara alami atau liar, yang tumbuh di wilayah geografis tertentu. Tumbuhan ini telah beradaptasi dari waktu ke waktu terhadap berbagai pengaruh lingkungan seperti jenis tanah dan hidrologi, iklim mikro, dan aktivitas antropogenik.
Ada banyak peran dan keuntungan keberadaan tumbuhan asli dalam suatu ekosistem. Di antaranya melestarikan air, melindungi tanah dari erosi, dan menjaga keanekaragaman hayati. Selain itu juga berguna menjaga keseimbangan ekologi suatu habitat secara alami, serta menyediakan makanan bagi banyak hewan. Tumbuhan asli umumnya juga memiliki nilai budaya dan pemanfaatan khusus yang diturunkan dari generasi ke generasi dan menjadi bagian dari perkembangan budaya masyarakat setempat. Jenis-jenis asli merupakan bagian dari keseimbangan alam yang telah berkembang dalam waktu yang sangat lama di suatu wilayah atau ekosistem. Secara umum jumlahnya melimpah di hutan-hutan asli. Tumbuhan itu juga lebih mudah dikembangkan, tahan terhadap hama penyakit dan tidak menuntut pemeliharaan yang tinggi.
ADVERTISEMENT
Belajar dari Negara Lain
Pemanfaatan dan prioritas tumbuhan asli dalam restorasi dan lanskap pertamanan menjadi trend global karena dampak positifnya terhadap lingkungan dan masyarakat setempat. Sebagai contoh, keberhasilan The Tallgrass Prairie National Preserve di Kansas, Amerika Serikat dalam merestorasi 100 ha area padang rumput. Program ini berhasil mengembalikan lebih dari 100 spesies tumbuhan dan hewan asli secara alami ke area tersebut. Hal serupa juga dilakukan The Australian Wetlands Restoration Project melalui penanaman 100.000 tumbuhan asli. Upaya tersebut tidak hanya melipatgandakan keanekaragaman hayati secara signifikan, tetapi juga membantu meningkatkan kualitas air dan mengurangi risiko banjir.
Dalam bidang lanskap pertamanan, Mt Cuba Center, sebuah kebun raya di Delaware, Amerika Serikat, mampu menciptakan area kebun dan taman-taman cantik secara ekslusif dengan tumbuhan dan bunga asli kawasan Amerika Utara. Kegiatan penelitian, budidaya tanaman, dan pendidikan tentang tumbuhan asli juga menjadi program utama sebagai komitmen mereka pada konservasi tumbuhan asli dan habitatnya. Reklamasi 378 ha tahun 2018 di area bekas tambang PT. Freeport Indonesia, juga dinilai sebagai cerita sukses penanaman jenis rumput dan semak asli dan endemik Papua. Seperti jenis Deschampsia, Rhododendron dan lumut. Prioritas jenis tumbuhan asli dan penataannya dalam suatu lanskap tidak hanya dapat mengakomodir peran dan fungsi tumbuhan sebagai tanaman lanskap. Namun juga sekaligus mendukung keseimbangan ekologi dan lingkungan.
ADVERTISEMENT
Kembali ke IKN, kehadiran pohon-pohon asing dalam lanskap di ibu kota, memiliki konsekuensi, baik jangka pendek maupun jangka panjang. Tumbuhan asing umumnya tidak mampu mendukung keseimbangan ekologi berkelanjutan secara optimal. Dalam kalimat lain, tidak mampu menyediakan tempat tinggal dan makanan yang familiar bagi satwa liar. Sebagai jenis “pendatang”, pohon dimaksud kerap sulit beradaptasi atau membutuhkan perawatan khusus untuk tumbuh. Tak hanya itu, bahkan memiliki kerentanan yang tinggi terhadap cekaman atau penyakit yang umum di suatu kawasan. Lebih buruknya, tumbuhan asing yang superior dapat menjadi invasif di suatu ekosistem. Jenis asing invasif (invasive alien species) umumnya mudah tumbuh, cepat berkembang biak hingga populasinya mendominasi suatu area.
Tumbuhan asing invasif ini seringkali menjadi permasalahan ekologis dalam suatu ekosistem karena secara agresif menekan tumbuhan asli. Lalu juga mengubah pola interaksi dalam komunitas, dan menyusutkan keanekaragaman hayati dalam jangka panjang. Sebagai contoh, Ki Acret (Spathodea campanulata) tercatat sebagai salah satu pohon asing invasif berdasarkan IUCN Global Invasive Species Database yang dapat menjadi permasalahan ekologis di kawasan IKN di masa depan.
ADVERTISEMENT
Tak Sekadar Indah
Kita selalu bangga bahwa Indonesia adalah salah satu megabiodiversty country, negara yang kaya akan keanekaragaman hayati di dunia. Langkah memilih pohon-pohon bukan asli menjadi kontradiktif dengan predikat tersebut. Sebagai wajah dan kebanggaan bangsa, ruang terbuka hijau IKN seharusnya menjadi representasi hutan hujan tropis Indonesia, khususnya Kalimantan. Bayangkan saat tamu-tamu negara datang dan melihat betapa beragamnya jenis flora yang ditanam di halaman Istana. Mereka tentu lebih mengagumi jenis-jenis autentik, unik dan endemik yang tidak bisa mereka temui di tempat lain. Faktanya kini halaman istana di IKN justru berhiaskan tumbuhan-tumbuhan dari negara lain.
Political will untuk menanam tumbuhan asli dalam kawasan penting tampaknya belum sesuai yang kita harapkan. Peraturan Menteri Agraria & Tata Ruang, 2022 tentang Penyediaan dan Pemanfaatan Ruang Terbuka Hijau tidak memberikan referensi jenis tumbuhan sebagai komponen utama dalam ruang terbuka hijau. Justru referensi jenis tumbuhan penyusun ruang terbuka hijau muncul pada Pedoman Penyediaan dan Pemanfaatan Ruang Terbuka Hijau di Kawasan Perkotaan oleh Kementerian Pekerjaan Umum tahun 2008 silam. Bagaimanapun di dalam pedoman tersebut masih menyebutkan jenis-jenis asing yang sudah banyak menyebar saat itu seperti Kamboja, Kersen, Jambu Biji, Kesumba, dan lain-lain. Pada tahun 2022 Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan sebenarnya telah meluncurkan Pedoman Pengembangan Ruang terbuka Hijau yang dikhususkan dalam pembangunan IKN.
ADVERTISEMENT
Dalam pedoman tersebut telah direkomendasikan pohon-pohon endemik Kalimantan dengan detail. Nyatanya pedoman tersebut tidak atau belum diimplementasikan sepenuhnya. Setidaknya sampai saat ini. Kesimpulannya, edukasi ke masyarakat tentang pentingnya tumbuhan asli masih sangat kurang. Kita masih berkutat pada nilai-nilai ekonomi dan estetika yang instan dan kasat mata dalam menentukan kebijakan. Padahal—sekali lagi—negara kita tidak kekurangan jenis tumbuhan asli dengan nilai, fungsi dan karakter yang beragam. Seharusnya dengan kekayaan flora yang demikian, kita bisa membangun IKN dengan ambience kejayaan dan kekayaan Nusantara. Bukan sekedar indah di mata, namun indah sekaligus otentik.