Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.103.0
Konten dari Pengguna
Dunia dalam menghadapi Pork Barrel Politics : Gambaran Indonesia kedepannya?
2 Juli 2024 11:27 WIB
·
waktu baca 6 menitTulisan dari I Gusti Ayu Anggun Diah Utami tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan

ADVERTISEMENT
Huru-hara pada Pemilihan Umum 2024 memberikan banyak sekali kontribusi kepada terbukanya pemikiran-pemikiran politik kepada masyarakat umum, dan pengetahuan terhadap situasi-situasi apa saja yang sedang dihadapi negara kedepannya. Hal-hal yang sebelumnya dianggap sebagai ranah para ahli kemudian mulai diperbincangkan dalam diskusi-diskusi santai yang semakin menambah ketertarikan publik terhadap situasi yang berlangsung di dalam negara. Di tengah situasi tersebut, perilisan dari dokumenter naratif yang berjudul ‘Dirty Vote’ telah sukses menarik atensi masyarakat. Pasalnya video dokumenter berdurasi 2 jam ini membahas permasalahan hangat yang merujuk pada pelaksanaan pemilihan umum di Indonesia dan kelamnya strategi politik dibaliknya. Salah satu poin yang mencoba diangkat adalah adanya dugaan bahwa penyaluran bantuan sosial kepada masyarakat yang sewajarnya merupakan hak mereka, kemudian malah digunakan sebagai sarana politik untuk memenangkan pihak tertentu dalam pemilu. Hal ini menimbulkan banyak opini dari masyarakat terkait dengan apakah etis atau tidak dalam menggunakan bansos sebagai instrumen politik. Hal ini sesungguhnya bukan hal yang baru di dunia perpolitikan, sama pulanya di negara-negara demokrasi lainnya yang ada di dunia. Istilah yang sering digunakan untuk menyebut praktik ini adalah “Pork Barrel Politics” atau “Politik Gentong Babi” yang kemudian akan kita bahas lebih lanjut. Lantas bagaimana negara-negara di dunia menghadapi permasalahan tersebut? Dan bagaimana masa depan Indonesia apabila kedepannya praktik ini tetap dilanggengkan?
ADVERTISEMENT
‘Pork Barrel Politics’
Pork barrel politics dijelaskan sebagai praktik di mana seorang pejabat maupun pemegang otoritas tertentu, yang menggunakan pengaruh atau kekuasaannya untuk memberikan ‘sesuatu’ sebagai imbalan atas dukungan politik yang diberikan. Material ini bisa berupa kontrak proyek pemerintah yang bernilai besar atau proyek infrastruktur yang menguntungkan bagi pelaku bisnis, kebijakan-kebijakan yang memihak golongan tertentu, alokasi sumber daya, dsb. Meskipun tidak pernah dipertimbangkan sebagai tindakan yang ilegal, namun praktik ini sering dikritik karena memboroskan sumber daya publik dan mungkin dianggap tidak etis bagi sebagian orang.
Amerika Serikat telah mengenal Pork barrel politics sejak tahun 1800-an. Umumnya digunakan dalam konteks politisi yang saling bertukar keuntungan dengan kelompok kepentingan khusus sebagai imbalan atas dukungan politik berupa suara atau kontribusi kampanye. Pork barrel politics juga dikritisi pada masa itu karena secara eksklusif menguntungkan hanya sebagian kelompok meskipun hampir selalu mengambil sumbernya dari komunitas yang lebih besar, seperti dari pajak masyarakat, sumber daya alam yang dimiliki, dsb.
ADVERTISEMENT
Publik Amerika mulai menentang praktik ini pada akhir tahun 2005 sebagai tanggapan terhadap pembangunan jembatan yang akan menghubungkan kota Ketchikan, Alaska, dengan bandara di Pulau Gravina. Kota tersebut memiliki populasi kurang dari 9.000 orang, sementara pulau tersebut hanya memiliki 50 penduduk. Pembangunan jembatan ini dinilai tidak memiliki kontribusi besar dan hanya membuang-buang anggaran negara saja. Proyek ini awalnya akan didanai oleh pembayar pajak federal, dengan hanya beberapa orang Alaska yang mendapatkan manfaat. Setelah protes publik, dana tersebut dialihkan dan proyek tersebut dibatalkan.
Contoh lain adalah proyek Big Dig di Boston, bagian jalan raya sepanjang 7,8 mil yang dipindahkan ke bawah tanah. Ini adalah salah satu proyek jalan raya termahal di negara ini, belum lagi salah satu yang paling rumit karena banyak penundaan, korban jiwa, dan korban luka yang ditimbulkan dari proyek ini. Dana federal diarahkan ke proyek lokal oleh Ketua House of Representative saat itu, Tip O'Neill. Dimulai pada tahun 1982, Kongres awalnya menyetujui proyek ini pada tahun 1991 dengan biaya $2,5 miliar, dan dijadwalkan selesai pada tahun 1998. Big Dig tidak selesai sampai tahun 2007.Seluruh proyek menelan biaya hampir $15 miliar—biaya yang jauh lebih tinggi dari anggaran awal.
ADVERTISEMENT
Selain itu di Filipina sendiri pernah terjadi kasus serupa dimana diwajarkannya politik dinasti berujung pada penyalahgunaan kekuasaan di wilayah tersebut. Banyaknya anggota Kongres yang berasal dari klan tertentu, berhubungan dengan banyaknya kasus korupsi dan pork barrel disana. Selain itu pejabat di daerah dapat menjalankan proyek pembangunan (utamanya infrastruktur) yang dengan sengaja dibagi-bagikan kepada pihak tertentu sebagai imbalan. Proyek tersebut digunakan melalui beberapa dana, salah satunya Priority Development Assistance Fund (PDAF). Akibatnya Pemerintah Filipina mendapatkan kecaman publik dan penurunan kepercayaan publik terhadap pemerintah yang berujung pada protes besar-besaran.
Apa yang terjadi apabila Indonesia tidak kunjung menghentikan praktik ini?
Jika sebuah negara terus melegalkan dan membiarkan praktik pork barrel politics, beberapa dampak negatif berikut dapat terjadi :
ADVERTISEMENT
1. Pemborosan Anggaran Publik: Anggaran publik bisa dialokasikan untuk proyek-proyek yang tidak efisien atau tidak diperlukan, yang mengarah pada pemborosan sumber daya yang seharusnya dapat digunakan untuk kepentingan yang lebih besar dan lebih mendesak.
2. Ketidakadilan dalam Alokasi Sumber Daya: Proyek-proyek yang didanai melalui pork barrel politics sering kali tidak berdasarkan kebutuhan nyata atau manfaat umum, melainkan lebih pada keuntungan politik. Ini bisa mengakibatkan ketidakadilan dalam distribusi sumber daya.
3. Korupsi dan Nepotisme: Pork barrel politics bisa menjadi ladang subur untuk praktik korupsi dan nepotisme, di mana proyek-proyek diberikan kepada pihak-pihak tertentu yang memiliki koneksi politik atau kepentingan pribadi, bukan berdasarkan merit atau kebutuhan.
4. Penurunan Kualitas Infrastruktur dan Layanan Publik: Karena proyek-proyek dipilih berdasarkan pertimbangan politik daripada kebutuhan teknis atau efisiensi, kualitas infrastruktur dan layanan publik yang dibangun atau disediakan bisa menurun.
ADVERTISEMENT
5. Penurunan Kepercayaan Publik: Ketika masyarakat melihat dana publik digunakan secara tidak efisien atau untuk keuntungan politik, kepercayaan publik terhadap pemerintah dan institusi politik bisa menurun.
6. Distraksi dari Kebijakan Penting: Legislator yang fokus pada proyek-proyek lokal untuk mendapatkan dukungan politik mungkin kurang fokus pada kebijakan-kebijakan penting yang memerlukan perhatian dan tindakan segera.
7. Distorsi Proses Demokrasi: Praktik ini dapat mendistorsi proses demokrasi dengan membuat legislator lebih fokus pada memenangkan dukungan politik melalui proyek-proyek lokal daripada membuat kebijakan yang bermanfaat bagi masyarakat secara keseluruhan.
Berbagai upaya yang dapat dilakukan Indonesia apabila tidak ingin terjerat dalam lingkaran yang serupa seperti yang telah dipaparkan diatas, yaitu :
Transparansi dan Akuntabilitas: Meningkatkan transparansi dalam pengalokasian dana dan memastikan ada mekanisme akuntabilitas yang ketat.
ADVERTISEMENT
Keterlibatan Publik: Melibatkan masyarakat dalam proses pengambilan keputusan terkait alokasi dana untuk memastikan bahwa proyek-proyek yang didanai benar-benar sesuai dengan kebutuhan publik.
Reformasi Kebijakan: Menerapkan reformasi untuk membatasi atau mengatur penggunaan earmarks dan memastikan proses alokasi dana lebih berbasis bukti dan kebutuhan.
Meningkatkan pengawasan dan audit terhadap penggunaan dana publik untuk mencegah korupsi dan penyalahgunaan dana.
Dengan langkah-langkah ini, Indonesia secara perlahan pasti dapat mengurangi dampak negatif dari pork barrel politics dan memastikan penggunaan dana publik yang lebih efisien dan adil. Tentunya didukung oleh sinergi antara masyarakat, pemerintah, pemangku kebijakan, dsb. Agar dapat bersama-sama menciptakan kehidupan bernegara yang harmonis dan sejahtera.
Referensi :
Boyle, M. J. (n.d.). What Are Examples of Pork Barrel Politics in the United States? Investopedia. Retrieved July 2, 2024, from https://www.investopedia.com/ask/answers/042115/what-are-some-examples-pork-barrel-politics-united-states.asp
ADVERTISEMENT
Escalante Jr., A.V.T. (n.d). CURRENT ISSUES IN THE FACT-FINDING INVESTIGATION OF THE PRIORITY DEVELOPMENT ASSISTANCE FUND (PDAF) OR “PORK BARREL” FUNDS.
Galston, W. A., & Kamarck, E. (n.d.). The New Pork Barrel: What's Wrong with Regulation Today and what reformers need to do to get it right | Brookings. Brookings Institution. Retrieved July 2, 2024, from https://www.brookings.edu/articles/the-new-pork-barrel-whats-wrong-with-regulation-today-and-what-reformers-need-to-do-to-get-it-right/
Griffiths, K., Stobart, A., & Wood, D. (2022, August 21). Pork-barrelling is unfair and wasteful. Here's a plan to end it. The Conversation. Retrieved July 2, 2024, from https://theconversation.com/pork-barrelling-is-unfair-and-wasteful-heres-a-plan-to-end-it-188898
McAllister, I. (2022, January 30). Does pork-barrelling actually work? New research suggests it's not a big vote winner. The Conversation. Retrieved July 2, 2024, from https://theconversation.com/does-pork-barrelling-actually-work-new-research-suggests-its-not-a-big-vote-winner-173329
ADVERTISEMENT