Konten dari Pengguna

Demokrasi di Indonesia: Sebuah Refleksi Krisis Politik

I Gusti Ngurah Krisna Dana
Dosen Prodi Ilmu Pemerintahan, FISIP Universitas Warmadewa
22 Agustus 2024 8:03 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari I Gusti Ngurah Krisna Dana tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi politik identitas. Foto: Shutter Stock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi politik identitas. Foto: Shutter Stock
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Indonesia, dengan sejarah panjang perjuangan dan reformasi politiknya, kini menghadapi tantangan besar dalam mempertahankan semangat demokrasi yang seharusnya menjadi fondasi utama bangsa.
ADVERTISEMENT
Demokrasi, yang dahulu diperjuangkan dengan darah dan air mata, kini perlahan-lahan terkikis oleh berbagai ancaman yang mengintai di setiap sudut kehidupan politik negara ini.
Istilah "demokrasi mati" mungkin terdengar provokatif, tetapi sayangnya, itu semakin relevan ketika kita melihat kondisi demokrasi di Indonesia saat ini.
Salah satu indikator utama dari demokrasi yang sehat adalah adanya kebebasan berpendapat dan berekspresi. Namun, di Indonesia, ruang untuk kebebasan ini semakin menyempit. Kebijakan pemerintah yang semakin represif, penggunaan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) yang sering disalahgunakan, serta maraknya penangkapan aktivis dan jurnalis menunjukkan bahwa kebebasan berpendapat sedang terancam.
UU ITE, yang awalnya dimaksudkan untuk mengatur penggunaan teknologi informasi, telah bertransformasi menjadi alat untuk membungkam kritik. Pasal-pasal karet yang terdapat dalam UU ini sering digunakan untuk menyerang mereka yang berani mengkritik pemerintah, baik di dunia nyata maupun di media sosial.
ADVERTISEMENT
Ketakutan terhadap pembalasan hukum membuat masyarakat semakin enggan untuk bersuara, dan hal ini adalah pertanda nyata bahwa demokrasi sedang sekarat.

Manipulasi Pemilu dan Oligarki

Pemilihan umum adalah salah satu pilar utama demokrasi. Namun, dalam beberapa tahun terakhir, kita melihat bagaimana pemilu di Indonesia telah dimanipulasi oleh kekuatan oligarki. Para penguasa ekonomi dan politik semakin bersekongkol untuk mempertahankan kekuasaan mereka dengan cara yang tidak etis. Mereka menguasai media, membeli suara, dan menggunakan segala cara untuk memastikan kemenangan mereka.
Keterlibatan oligarki dalam politik telah menciptakan distorsi yang besar dalam sistem demokrasi. Kandidat yang didukung oleh kekuatan finansial yang kuat memiliki keunggulan yang tidak adil dibandingkan dengan mereka yang benar-benar ingin berjuang untuk rakyat.
ADVERTISEMENT
Akibatnya, suara rakyat semakin tidak terdengar, dan kepentingan elite semakin mendominasi.

Lemahnya Penegakan Hukum

Dalam demokrasi yang sehat, hukum adalah penjamin keadilan dan kesetaraan bagi semua warga negara. Namun, di Indonesia, penegakan hukum sering kali tumpul ke atas dan tajam ke bawah. Para elite politik dan ekonomi yang melakukan pelanggaran hukum sering kali lolos dari jerat hukum, sementara rakyat kecil yang melanggar hukum kecil-kecilan dihukum dengan keras.
Lemahnya penegakan hukum menciptakan ketidakpercayaan masyarakat terhadap sistem peradilan. Ketidakadilan yang terus-menerus terjadi merusak fondasi demokrasi, karena masyarakat kehilangan keyakinan bahwa hukum dapat melindungi hak-hak mereka. Tanpa penegakan hukum yang adil, demokrasi hanyalah sebuah ilusi.

Korupsi yang Merajalela

Korupsi adalah salah satu ancaman terbesar bagi demokrasi. Di Indonesia, korupsi sudah menjadi penyakit kronis yang menjalar ke berbagai lapisan pemerintahan dan lembaga negara. Praktik suap, penggelapan dana, dan penyalahgunaan kekuasaan telah menjadi hal yang biasa di kalangan pejabat pemerintah.
ADVERTISEMENT
Korupsi tidak hanya merusak ekonomi negara, tetapi juga menghancurkan kepercayaan rakyat terhadap pemerintah. Ketika rakyat merasa bahwa pejabat yang mereka pilih hanya peduli pada kepentingan pribadi dan kelompoknya, mereka akan kehilangan kepercayaan pada proses demokrasi itu sendiri. Rasa frustrasi ini dapat berujung pada apatisme politik atau bahkan ketidakstabilan sosial.

Sentralisasi Kekuasaan

Dalam beberapa tahun terakhir, kita melihat bagaimana kekuasaan semakin tersentralisasi di tangan eksekutif. Pemerintah pusat semakin memperluas wewenangnya, sementara peran lembaga-lembaga pengawas, seperti DPR dan lembaga yudikatif, semakin melemah. Sentralisasi kekuasaan ini menciptakan ketidakseimbangan dalam sistem politik, di mana kontrol dan pengawasan terhadap pemerintah menjadi semakin sulit.
Dalam sistem demokrasi, checks and balances adalah prinsip fundamental yang memastikan bahwa tidak ada satu lembaga pun yang memiliki kekuasaan mutlak. Namun, ketika eksekutif mengkonsolidasikan kekuasaan dengan cara yang tidak sehat, demokrasi berada dalam bahaya besar. Sentralisasi kekuasaan ini menciptakan iklim politik yang otoriter, di mana keputusan-keputusan penting dibuat tanpa konsultasi atau persetujuan dari lembaga-lembaga lainnya.
ADVERTISEMENT

Ancaman Terhadap Hak Asasi Manusia

Hak asasi manusia adalah prinsip dasar yang harus dihormati dalam setiap sistem demokrasi. Sayangnya, di Indonesia, pelanggaran hak asasi manusia masih sering terjadi, terutama terhadap kelompok-kelompok minoritas dan mereka yang dianggap sebagai ancaman bagi status quo. Diskriminasi terhadap kelompok-kelompok agama, etnis, dan gender tertentu menunjukkan bahwa Indonesia masih jauh dari menjadi negara demokratis yang inklusif.
Penegakan hak asasi manusia yang lemah mencerminkan kegagalan negara dalam melindungi warganya. Ketika negara tidak mampu atau tidak mau melindungi hak-hak dasar rakyatnya, maka demokrasi telah gagal memenuhi tujuannya. Demokrasi yang mati adalah demokrasi yang tidak lagi menghargai martabat dan hak asasi manusia.

Apa yang Harus Dilakukan?

Meskipun situasi demokrasi di Indonesia saat ini tampak suram, masih ada harapan. Rakyat Indonesia harus bangkit dan bersatu untuk melawan segala bentuk penindasan dan pelanggaran terhadap demokrasi. Partisipasi aktif dalam proses politik, penguatan lembaga-lembaga sipil, serta dukungan terhadap kebebasan pers dan hak asasi manusia adalah langkah-langkah penting yang harus diambil.
ADVERTISEMENT
Selain itu, reformasi terhadap sistem hukum dan politik juga sangat dibutuhkan. Hukum harus ditegakkan tanpa pandang bulu, dan sistem politik harus dibersihkan dari pengaruh oligarki dan korupsi. Hanya dengan demikian, demokrasi di Indonesia dapat kembali hidup dan berfungsi sebagaimana mestinya.
Demokrasi mati di Indonesia bukanlah sebuah kesimpulan yang tak terelakkan, tetapi sebuah peringatan tentang apa yang bisa terjadi jika kita tidak waspada. Kita harus ingat bahwa demokrasi bukanlah sesuatu yang dapat diambil begitu saja; itu adalah hasil dari perjuangan yang panjang dan harus terus diperjuangkan. Dengan komitmen dan tindakan yang nyata, kita masih bisa menyelamatkan demokrasi di Indonesia dan memastikan bahwa negara ini tetap menjadi rumah bagi kebebasan, keadilan, dan kesetaraan bagi semua warganya.
ADVERTISEMENT