Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.100.9
Konten dari Pengguna
Dilema Intelijen Demokratis
2 April 2025 11:11 WIB
·
waktu baca 4 menitTulisan dari I Gusti Ngurah Krisna Dana tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Dalam gelap, mereka bekerja. Intelijen adalah bayangan yang selalu hadir, namun tak kasatmata. Mereka menjadi garda terdepan dalam menjaga kedaulatan negara, membentengi keamanan nasional dari berbagai ancaman, baik yang datang dari luar maupun dari dalam. Namun dalam masyarakat demokratis, keberadaan mereka tidak selalu dipandang sebagai penyelamat. Justru, tak jarang fungsi intelijen menjadi kontroversial ketika beririsan dengan isu-isu hak asasi manusia, pengawasan publik, dan kontrol kekuasaan.
ADVERTISEMENT
Dalam sejarah modern Indonesia, peran intelijen telah melalui perjalanan panjang—dari menjadi alat kekuasaan yang represif di masa Orde Baru hingga mencoba bertransformasi menjadi institusi yang profesional di era reformasi. Namun, pertanyaan penting tetap mengemuka: bagaimana seharusnya peran intelijen diletakkan dalam sebuah negara demokrasi? Apakah mereka bisa tetap efektif tanpa menabrak prinsip-prinsip transparansi dan akuntabilitas?
Intelijen dan Demokrasi: Ketegangan yang Tak Terhindarkan
Salah satu paradoks besar dalam sistem demokrasi adalah kebutuhan akan kerahasiaan untuk melindungi kepentingan nasional, di satu sisi, dan tuntutan atas keterbukaan dalam tata kelola negara, di sisi lain. Intelijen bekerja dengan prinsip need to know, bukan right to know. Informasi adalah senjata, dan kerahasiaan adalah tameng. Namun dalam demokrasi, rakyat memiliki hak untuk mengetahui bagaimana negara bekerja, termasuk dalam hal keamanan.
ADVERTISEMENT
Dalam konteks ini, intelijen sering berada di persimpangan yang dilematis. Kinerja mereka tak bisa diumbar, keberhasilannya sering dirahasiakan, dan kegagalannya mudah menjadi skandal. Di Indonesia, lembaga intelijen seperti Badan Intelijen Negara (BIN) beberapa kali menjadi sorotan, terutama ketika dugaan keterlibatan dalam urusan politik domestik mencuat. Padahal, salah satu prinsip utama demokrasi adalah netralitas aparat negara, termasuk intelijen.
Profesionalisme dan Reformasi Intelijen
Reformasi sektor keamanan pasca-1998 menandai dimulainya upaya untuk membangun institusi intelijen yang lebih profesional dan demokratis. Pembentukan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2011 tentang Intelijen Negara merupakan tonggak penting dalam memberikan kerangka hukum bagi kegiatan intelijen. Undang-undang ini menegaskan bahwa intelijen harus menjunjung tinggi hak asasi manusia, supremasi hukum, dan nilai-nilai demokrasi.
ADVERTISEMENT
Namun demikian, implementasi ideal dari UU tersebut masih menghadapi tantangan. Salah satunya adalah tidak adanya mekanisme pengawasan yang benar-benar independen terhadap aktivitas intelijen. Pengawasan saat ini cenderung bersifat internal dan administratif. Padahal, di beberapa negara demokratis seperti Inggris dan Kanada, terdapat komite parlemen khusus yang berfungsi melakukan pengawasan terhadap aktivitas intelijen dengan tetap menjaga kerahasiaan informasi.
Sejumlah akademisi dan praktisi mengingatkan bahwa intelijen yang tidak diawasi dengan baik akan berisiko disalahgunakan. Menurut Lowenthal (2017) dalam bukunya Intelligence: From Secrets to Policy, setiap negara demokrasi harus memastikan bahwa aktivitas intelijen tunduk pada prinsip oversight, baik oleh lembaga legislatif, eksekutif, maupun publik dalam batas-batas tertentu.
Intelijen dan Politik Kekuasaan
Salah satu kritik paling serius terhadap intelijen di negara berkembang adalah kecenderungan mereka untuk menjadi alat politik. Di Indonesia, tudingan semacam ini bukan hal baru. Ketika lembaga intelijen masuk terlalu jauh ke dalam urusan politik praktis, independensi dan profesionalisme mereka diragukan. Tidak hanya itu, hal ini juga dapat menimbulkan krisis kepercayaan publik.
ADVERTISEMENT
Misalnya, ketika BIN dikaitkan dengan upaya mendukung atau melemahkan kandidat tertentu dalam pemilu, atau ketika intelijen diduga mengawasi kelompok-kelompok oposisi, maka peran mereka bukan lagi pelindung negara, tetapi menjadi aktor politik. Padahal dalam demokrasi yang sehat, intelijen seharusnya tidak menjadi king maker maupun power broker.
Intelijen Sipil dan Pemberdayaan Demokrasi
Namun tidak semua kabar tentang intelijen bernada suram. Intelijen yang dijalankan dengan prinsip profesional, netral, dan akuntabel justru dapat menjadi pilar penting dalam menjaga demokrasi dari ancaman-ancaman kontemporer: terorisme, disinformasi, spionase siber, hingga ancaman hibrida lainnya. Dunia saat ini tengah memasuki era post-truth yang penuh manipulasi informasi. Dalam situasi seperti itu, intelijen memiliki peran strategis untuk memastikan bahwa informasi yang beredar tidak mengancam stabilitas sosial dan politik.
ADVERTISEMENT
Di sinilah pentingnya membangun intelijen sipil yang kuat namun tetap terikat oleh prinsip-prinsip demokrasi. Salah satu konsep yang mulai dikembangkan di beberapa negara adalah democratic intelligence, yakni pendekatan intelijen yang berorientasi pada perlindungan nilai-nilai demokrasi, bukan sekadar keamanan negara secara sempit.
Jalan ke Depan: Transparansi Terbatas, Akuntabilitas Mutlak
Penting untuk diingat bahwa keterbukaan total bukanlah tujuan dari reformasi intelijen. Kerahasiaan tetap menjadi syarat mutlak bagi efektivitas operasi intelijen. Namun demikian, kerahasiaan bukan berarti tanpa akuntabilitas. Yang perlu dibangun adalah sistem pengawasan yang menjamin bahwa kekuasaan intelijen tidak keluar dari rel konstitusi.
Beberapa langkah yang dapat dipertimbangkan antara lain: pembentukan komite pengawas intelijen yang independen, pelibatan akademisi dan masyarakat sipil dalam diskursus intelijen, serta penguatan pendidikan profesionalisme bagi agen intelijen itu sendiri. Selain itu, penting juga untuk mengedukasi masyarakat agar memahami bahwa intelijen bukanlah musuh demokrasi, tetapi bisa menjadi penjaganya, asal tidak disalahgunakan.
ADVERTISEMENT
Dalam dunia yang kian kompleks, peran intelijen menjadi semakin vital. Namun dalam negara demokrasi, kekuasaan yang besar harus diiringi dengan tanggung jawab yang besar pula. Intelijen yang ideal bukanlah yang paling menakutkan, melainkan yang paling dapat dipercaya. Sebab di balik setiap operasi rahasia, ada pertaruhan besar tentang siapa yang sebenarnya mereka layani: negara atau kekuasaan?