Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.99.1
3 Ramadhan 1446 HSenin, 03 Maret 2025
Jakarta
imsak04:10
subuh04:25
terbit05:30
dzuhur11:30
ashar14:45
maghrib17:30
isya18:45
Konten dari Pengguna
Intelijen dan Ketahanan Air, Sebuah Pertarungan Senyap Demi Masa Depan
1 Maret 2025 18:58 WIB
·
waktu baca 4 menitTulisan dari I Gusti Ngurah Krisna Dana tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Di balik kemelut bencana ekologis yang semakin sering menghantam, ada satu ancaman yang jauh lebih berbahaya namun luput dari perhatian banyak orang: krisis air. Kita terbiasa memandang air sebagai sumber daya yang tersedia tanpa batas, mengalir begitu saja dari keran rumah, membasahi tanah pertanian, atau menenangkan dahaga di hari-hari terik. Tapi kenyataannya, air bukan hanya sekadar kebutuhan biologis. Ia adalah senjata, alat tawar-menawar geopolitik, dan di masa depan—bisa menjadi pemicu konflik yang lebih dahsyat daripada perang konvensional.
ADVERTISEMENT
Indonesia, negeri yang dijuluki sebagai negara maritim dengan curah hujan tinggi, seharusnya tidak kekurangan air. Namun, ironi terjadi. Kota-kota besar seperti Jakarta, Surabaya, dan Medan menghadapi ancaman serius berupa intrusi air laut, penurunan permukaan tanah akibat eksploitasi air tanah yang berlebihan, dan pencemaran dari limbah domestik serta industri.
Sementara itu, di wilayah lain seperti Nusa Tenggara Timur dan sebagian Kalimantan, kekeringan berkepanjangan membuat masyarakat harus berjalan berkilometer hanya untuk mendapatkan air bersih. Krisis air di Indonesia bukan sekadar masalah teknis atau alamiah—ini adalah persoalan ketahanan nasional yang membutuhkan intervensi serius, termasuk dari dunia intelijen.
Bayangkan sejenak, bagaimana jika ada sebuah operasi senyap yang dilakukan bukan dengan senjata, tetapi dengan informasi? Sebuah strategi yang tak hanya mengandalkan pengerahan alat berat dan proyek infrastruktur, tetapi juga pemetaan risiko, analisis ancaman, dan tindakan pencegahan berbasis data. Inilah peran yang seharusnya dimainkan oleh intelijen dalam menjaga ketahanan air.
ADVERTISEMENT
Intelijen bukan hanya tentang menangkal ancaman teroris atau memprediksi manuver politik negara lain. Lebih dari itu, ia adalah garda depan dalam membaca pola, mengidentifikasi tren, dan memberikan peringatan dini terhadap ancaman-ancaman yang mungkin tidak terlihat kasat mata—termasuk krisis air. Dengan kecerdasan buatan, satelit, dan teknologi pemantauan, data tentang debit air sungai, tingkat pencemaran, hingga konsumsi masyarakat bisa dikumpulkan dan dianalisis secara real-time. Informasi ini kemudian menjadi dasar bagi pemerintah untuk mengambil keputusan yang cepat dan tepat sebelum krisis terjadi.
Sayangnya, kesadaran ini belum sepenuhnya tumbuh di Indonesia. Kita masih melihat air sebatas urusan teknis kementerian terkait, tanpa melibatkan perspektif keamanan dan pertahanan. Padahal, sejarah telah membuktikan bahwa perang karena air bukanlah hal yang mustahil.
ADVERTISEMENT
Lihatlah ketegangan di Timur Tengah, di mana negara-negara seperti Mesir dan Ethiopia berkonflik karena pembangunan bendungan di Sungai Nil. Atau ketegangan antara India dan Pakistan yang juga melibatkan perselisihan soal aliran sungai. Indonesia mungkin belum sampai pada titik itu, tetapi jika kita tidak segera mengamankan sumber daya air kita, ancaman semacam itu bisa menjadi kenyataan.
Lalu, apa yang bisa dilakukan? Pertama-tama, intelijen harus mulai berperan dalam mendeteksi dan memetakan ancaman terhadap ketahanan air. Ini bukan hanya tentang bencana alam, tetapi juga sabotase industri, eksploitasi berlebihan, hingga korupsi dalam pengelolaan sumber daya air. Dengan memiliki pemahaman yang komprehensif, langkah-langkah mitigasi dapat disusun lebih sistematis.
Kedua, informasi yang diperoleh dari operasi intelijen harus menjadi dasar dalam perumusan kebijakan. Selama ini, kebijakan air di Indonesia masih cenderung reaktif—menunggu bencana terjadi baru kemudian bertindak. Padahal, dengan data yang akurat dan analisis yang tajam, keputusan bisa diambil lebih awal untuk mencegah krisis yang lebih besar.
ADVERTISEMENT
Ketiga, koordinasi antara lembaga negara harus diperkuat. Saat ini, terlalu banyak kementerian dan badan yang menangani isu air, tetapi tidak ada sistem koordinasi yang benar-benar efektif. Dengan melibatkan intelijen, setiap kebijakan bisa disusun dengan mempertimbangkan berbagai faktor keamanan dan risiko strategis.
Ketahanan air bukan sekadar masalah lingkungan, melainkan juga persoalan eksistensial bagi bangsa. Tanpa air, tidak ada pangan, tidak ada industri, bahkan tidak ada kehidupan. Jika kita terus mengabaikan ancaman ini, kita sedang menggali kuburan kita sendiri. Namun, jika kita mau memanfaatkan kecerdasan dan strategi yang tepat—termasuk melalui intelijen—maka kita masih memiliki peluang untuk menghindari krisis yang lebih besar di masa depan.
Di balik semua kepanikan tentang perang, terorisme, dan krisis ekonomi, ada pertempuran yang lebih sunyi namun lebih menentukan: pertempuran untuk mempertahankan akses terhadap air. Dan pertarungan ini, tak lain, adalah pertarungan untuk bertahan hidup.
ADVERTISEMENT